Kedua:
Dzikir-dzikir yang Diucapkan Setelah Shalat
Dzikir memiliki
beberapa makna. Kadang dzikr dimaknai sebagai al-Qur’an yang mulia, sebagaimana
dalam firman-Nya:
“Demikianlah (kisah
'Isa), Kami membacakannya kepada kamu sebagian dari bukti-bukti (ke-Rasulannya)
dan (membacakan) al-Qur’an yang penuh hikmah.” (TQS Ali Imran [3]: 58)
“Sesungguhnya Kami-lah
yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
(TQS. al-Hijr [15]: 9)
Kadangkala dipahami
sebagai kitab-kitab para Nabi terdahulu, seperti firman-Nya:
“Dan sungguh telah
Kami tulis di dalam Zabur sesudah ad-Dzikr, bahwasanya bumi ini dipusakai
hamba-hamba-Ku yang saleh.” (TQS. al-Anbiya [21]: 105)
Ad-Dzikr di sini
artinya adalah Taurat.
Dan seperti
firman-Nya:
“Dan Kami tidak
mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada
mereka. Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (tentang Nabi
dan kitab-kitab) jika kamu tidak mengetahui.” (TQS. an-Nahl [16]: 43)
Kadang dzikir dipahami
sebagai as-syarf (kemuliaan) dan
keluhuran, sebagaimana firman-Nya:
“Dan sesungguhnya
al-Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu,
dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab.” (TQS. az-Zukhruf [43]: 44)
Kadangkala dipahami
sebagai shalat, seperti firman Allah Swt.:
“Hai orang-orang
beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.” (TQS. al-Jumu’ah [62]: 9)
Kadang dipahami
sebagai ad-din, sebagaimana firman-Nya:
“Dan barangsiapa
berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.”
(TQS. Thaha [20]: 124)
Makna asal dzikir
adalah mendatangkan. Mendzikirkan sesuatu berarti mendatangkan sesuatu.
Mendatangkan itu bisa di dalam benak, dan bisa pula dilafalkan dengan lisan.
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Allah azza wa jalla berfirman: Aku berada sesuai
dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya ketika dia
mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku mengingatnya dalam
diri-Ku, dan jika dia mengingat-Ku dalam satu kumpulan maka Aku mengingatnya dalam
satu kumpulan yang lebih baik daripada kumpulan mereka...” (HR. Muslim dan
Ahmad)
Makna dzikir inilah
yang popular dan masyhur, dan banyak disebut dalam al-Qur'an. Firman Allah
Swt.:
“Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. dan sesungguhnya
mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain).
Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (TQS. al-Ankabut [29]: 45)
“Dan apabila mereka
berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan
tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (TQS. an-Nisa [4]: 142)
“Maka apabila kamu
telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk
dan di waktu berbaring.” (TQS. an-Nisa [4]: 102)
Masih banyak lagi ayat
lainnya. Makna terakhir untuk dzikir adalah istihdhar,
dan makna awalnya adalah al-Qur'an. Dalam pembahasan topik ini, keduanya itulah
yang dilakukan ketika selesai shalat.
Al-Qur'an telah
mendorong kita untuk senantiasa berdzikir kepada Allah. Banyak ayat yang
mendorong kita untuk memperbanyak dzikir. Allah Swt. berfirman:
“Apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah,
sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau
(bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu.” (TQS. al-Baqarah [2]: 200)
“Dan sebutlah (nama)
Tuhanmu sebanyak-banyaknya, serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.”
(TQS. Ali Imran [3]: 41)
“Kecuali orang-orang
(penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh, dan banyak menyebut Allah.”
(TQS. As-Syu’ara [26]: 227)
“Supaya kami banyak
bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau.” (TQS. Thaha [20]: 33-34)
“Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (TQS al-Ahzab [33]: 21)
“Laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.” (TQS. al-Ahzab [33]: 41)
“Apabila telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi. Dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (TQS. al-Jumu’ah
[62]: 10)
Rasulullah Saw. telah
menganjurkan dzikrullah, dan mendorong (untuk melakukan)-nya dengan berbagai
keutamaan memperbanyak dzikrullah. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:
“Adalah Rasulullah
Saw. berjalan di jalanan Makkah, lalu beliau melewati sebuah bukit yang disebut
Jumdan, dan beliau berkata: “Berjalanlah kalian, ini adalah Jumdan, dan al-mufarridun telah (melewatinya) terlebih
dahulu.” Para sahabat bertanya: “Apakah al-mufarridun
itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: 'Orang-orang yang banyak berdzikir pada
Allah dari kalangan laki-laki dan perempuan” (HR. Muslim)
Tirmidzi meriwayatkan
hadits ini, di dalamnya disebutkan:
“Beliau Saw. berkata:
Orang-orang yang sangat menyukai dan memperbanyak dzikrullah, di mana dzikir
telah melepaskan beban berat dari diri mereka, sehingga mereka datang pada Hari
Kiamat dalam keadaan ringan.”
Ahmad telah
meriwayatkan hadits ini, dan di dalamnya disebutkan:
“Beliau Saw. berkata:
Orang-orang yang memperbanyak dzikrullah.”
Dzikrullah memiliki
kedudukan dan derajat yang tinggi. Sebelumnya telah disebutkan firman Allah
Swt.:
“Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar, dan sesungguhnya
mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain).
Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (TQS. al-Ankabut [29]: 45)
Ayat tersebut
ditafsirkan bahwa dzikrullah itu lebih besar pengaruhnya dalam mencegah
perbuatan keji dan munkar
daripada shalat. Dari Abu Darda ra., ia berkata: Nabi Saw. bersabda:
“Tidakkah aku
beritahukan kepada kalian tentang amal kalian yang paling baik dan paling
bersih di sisi Tuhan kalian dan paling tinggi derajatnya, bahkan lebih baik
bagi kalian daripada menginjakkan emas dan waraq,
dan lebih baik bagi kalian daripada kalian bertemu dengan musuh kalian lalu
kalian memenggal leher mereka dan mereka pun memenggal leher kalian? Para
sahabat menjawab: “Ya.” Beliau berkata: “(Yaitu) mengingat Allah.” (HR.
Tirmidzi dan Malik)
Dzikir itu bisa berupa
istighfar (mohon ampunan), bisa berupa isti'adzah
(mohon perlindungan), dan bisa juga berupa tasbih, tahmid, takbir dan tahlil,
serta bisa berupa membaca al-Qur’an dan memanjatkan do'a. Kami akan membahas
satu-persatu secara rinci.
Sumber: Tuntunan
Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar