Tasyahud
dan Bentuk Duduknya
Tasyahud dalam shalat memiliki beberapa bentuk
yang ma’tsur. Saya sebutkan untuk Anda
sekalian beberapa bentuk darinya:
a. Penghormatan hanya
milik Allah, kebahagiaan dan kebaikan adalah milik-Nya, keselamatan, rahmat dan
barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan
atas hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah,
dan aku bersaksi Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.
b. Penghormatan,
kebaikan dan kebahagiaan hanyalah milik Allah, keselamatan, rahmat dan
barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan
bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah,
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.
c. Penghormatan,
keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan
barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan
bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah,
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.
Ketiga bentuk ini
telah disusun berdasarkan keutamaannya. Yang paling utama hendaknya seorang
Muslim mengambil bentuk yang pertama, jika tidak, maka bentuk yang kedua, dan
jika tidak, maka bentuk yang ketiga. Dan inilah dalil-dalilnya:
a. Dari Abdullah bin
Mas’ud ra. ia berkata:
“Jika kami shalat
bersama Nabi Saw., kami berkata: Keselamatan atas Allah sebelum ditujukan pada
para hamba-Nya, keselamatan atas Jibril, keselamatan atas Mikail, keselamatan
atas si fulan. Ketika Nabi Saw. selesai dari shalatnya, beliau menghadapkan wajahnya
ke arah kami seraya berkata: Sesungguhnya Allah itu sendirilah sumber
keselamatan, Dzat yang menebarkan keselamatan. Jika salah seorang dari kalian
duduk dalam shalat, maka ucapkanlah: Penghormatan hanya milik Allah,
kebahagiaan dan kebaikan adalah milik-Nya, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya
adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan atas
hamba-hamba Allah yang shalih. Sesungguhnya jika dia mengucapkan hal itu, maka
keselamatan akan diberikan pada setiap hamba yang shalih yang ada di langit dan
di bumi. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad
itu adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Kemudian hendaklah dia memilih ucapan
(doa) yang diinginkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ahmad, an-Nasai dan
Abu Dawud meriwayatkan hadits ini juga. Ucapan: “keselamatan atas si fulan”,
dan dalam satu riwayat: “keselamatan atas si fulan, si fulan”, yakni adalah si
fulan dari kalangan malaikat, dengan melihat dilalah
dalam hadits Ibnu Majah:
”...Keselamatan atas
Jibril, Mikail, atas si fulan dan si fulan. Mereka menyebut nama malaikat…”
Dan ucapan:
“Kemudian hendaklah
dia memilih ucapan yang diinginkannya.”
Ucapan di sini
maksudnya adalah doa, dengan melihat dilalah
dalam hadits an-Nasai, Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah, dikatakan:
“…Kemudian hendaklah
dia memilih doa yang diinginkannya.”
b. Dari Abu Musa
al-Asy'ari ra., ia berkata:
”...Sesungguhnya
Rasulullah Saw. berkhutbah di hadapan kami. Beliau menjelaskan berbagai sunnah
yang harus kami jalani, dan mengajarkan shalat kepada kami. Beliau bersabda:
...dan jika kalian duduk, maka perkataan pertama yang mesti diucapkannya
adalah: “Penghormatan, kebaikan dan kebahagiaan hanyalah milik Allah,
keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan
adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi
tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya
dan utusan-Nya.” (HR. Muslim)
An-Nasai, Abu Dawud,
Ibnu Majah dan Ahmad meriwayatkan hadits ini juga.
c. Ibnu Abbas ra., ia
berkata:
“Adalah Rasulullah
Saw. mengajari kami tasyahud sebagaimana
beliau mengajari kami satu surat dari al-Qur'an, beliau berkata: “penghormatan,
keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan
barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan
bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah,
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
At-Thahawi
meriwayatkan hadits ini dengan lafadz: “dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.”
Ahmad dan Ibnu Hibban meriwayatkan hadits ini dengan lafadz:
“Penghormatan,
keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan
barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan
bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah,
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.”
Yaitu dengan menakirahkan ‘salam’ yang kedua.
Tirmidzi, Ibnu
Khuzaimah, dan Ahmad meriwayatkan hadits ini dalam riwayat lain dengan lafadz:
“Penghormatan,
keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan
barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan
bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah,
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.”
Dengan menakirahkan “salam” di dua tempat tersebut.
Ibnu Majah meriwayatkan hadits ini dengan lafadz:
“Penghormatan,
keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan
barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi, keselamatan adalah bagi kami semua dan
bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah,
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.”
Dengan menyebutkan
“hamba-Nya dan utusan-Nya” sebagai pengganti “utusan-Nya”. Bentuk ketiga ini
diriwayatkan oleh hadits-hadits mudhtharib,
sehingga dengan sifat idhthirabnya
menjadikan bentuk ini tidak bisa menempati posisi lebih tinggi selain dari
posisi ketiga. Bentuk yang pertama dan kedua tidak ada idhthirab di dalam riwayat-riwayatnya, terlebih lagi bahwa
bentuk yang pertama disepakati oleh as-Syaikhain (Bukhari dan Muslim) sehingga
menjadikannya paling pertama dan paling utama. Tirmidzi berkata: “Hadits Ibnu
Mas’ud telah diriwayatkan tidak dari satu arah, dan ini adalah hadits yang
paling shahih dari Nabi dalam masalah tasyahud,
diamalkan oleh sebagian besar ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi dan tabi’in
yang hidup setelahnya.” Riwayat-riwayat Ibnu Mas’ud telah dinukil dengan cara
di mana beliau sendiri mendapatkannya dari Nabi Saw. secara langsung.
Bukhari ra.
meriwayatkan darinya, ucapannya: “Rasulullah Saw. mengajariku ...dan menahanku
di antara dua telapak tangannya... tasyahud...”
At-Thahawi
meriwayatkan hadits ini dengan lafadz: “aku mengambil tasyahud dari mulut Nabi Saw., dan beliau Saw. menuntunku kata
per kata...”
Inilah tambahan yang
semakin menguatkan bentuk pertama.
Ada bentuk-bentuk tasyahud yang lain selain tiga bentuk ini yang
disebutkan dalam beberapa riwayat. Saya sebutkan sebagai berikut:
a. “Dengan nama Allah
dan dengan pertolongan Allah. Penghormatan hanya milik Allah, juga kebahagiaan
dan kebaikan. Keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi.
Keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku
bersaksi tidak ada tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba-Nya dan utusan-Nya.” Bentuk ini telah disebutkan dalam riwayat an-Nasai
dari Jabir bin Abdullah, juga dalam riwayat Ibnu Majah tetapi dengan tambahan:
“hanya milik Allah” setelah “dan kebaikan”. Menurut saya, Jabir membuka tasyahudnya dengan ucapan “Dengan nama Allah
dan dengan pertolongan Allah” hanya sebagai tabaruk
(mencari berkah) saja, di mana ucapan ini tidak dipandang sebagai bagian dari tasyahud itu sendiri. Dalam hadits ini telah
disebutkan: “aku meminta Surga kepada Allah Swt. dan berlindung kepada-Nya dari
api Neraka” setelah tasyahud itu secara
langsung. Dan saya tidak memandang kalimat tersebut sebagai bagian dari bentuk tasyahud, kalimat tersebut semata-mata adalah
doa yang diucapkan Jabir setelah dia selesai bertasyahud.
Pemahaman ini dikuatkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari jalur Abu
Hurairah ra., dan keseluruhannya akan dicantumkan dalam pembahasan “shalawat
atas Rasulullah Saw. dalam shalat.” Di dalamnya disebutkan: ”...dia
menjawabnya: “Aku bertasyahud, kemudian
memohon Surga kepada Allah dan berlindung dari siksa Neraka kepada-Nya...”,
sehingga menjadikan ucapan tersebut sebagai doa tersendiri dan tidak menjadi
bagian dari tasyahud. Jika seperti itu,
maka bentuk yang diriwayatkan dari Jabir ini sebenarnya sama dengan bentuk yang
diriwayatkan Ibnu Mas’ud yang pertama.
b. “Penghormatan,
hanya milik Allah, juga kebahagiaan dan kebaikan. Keselamatan, rahmat dan
barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi. Keselamatan adalah bagi kami semua dan
bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah,
tuhan satu-satunya yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.” Bentuk ini telah disebutkan dalam
riwayat Abu Dawud dari jalur Ibnu Umar ra., seperti yang diriwayatkan oleh
at-Thahawi tetapi tanpa tambahan: “Tuhan satu-satunya yang tidak ada sekutu
bagi-Nya” dalam riwayat yang pertama, dan dengan tambahan ini pula dalam
riwayat yang kedua.
c. “Penghormatan,
kebaikan, kebahagiaan dan kesucian hanya milik Allah. Aku bersaksi tidak ada
tuhan selain Allah, Tuhan satu-satunya yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Keselamatan, rahmat
dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi. Keselamatan adalah bagi kami semua
dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Keselamatan adalah untuk kalian.”
Bentuk ini diriwayatkan Malik dari Aisyah secara mauquf,
di mana tasyahud di dalam bentuk ini
didahulukan dari ucapan salam pada Nabi Saw.
d. “Penghormatan hanya
milik Allah, kesucian hanya milik Allah, kebaikan dan kebahagiaan hanya milik
Allah. Keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi.
Keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku
bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba-Nya dan utusan-Nya. Bentuk ini telah diriwayatkan Malik dan at-Thahawi
secara mauquf pada Umar bin Khaththab
ra., tetapi dalam riwayat at-Thahawi tidak ada kata “kebaikan”. Ada pula bentuk
tasyahud lain yang saya kira tidak perlu
untuk menyebutkannya, tetapi bagi siapa yang suka, silakan menelaah dan
mencarinya di dalam kitab-kitab.
Dengan meneliti
seluruh riwayat di atas kita mendapati bahwa semua riwayat tersebut menyebutkan
kalimat: “Keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi”,
semuanya disebutkan dalam bentuk seruan (khithab).
Akan tetapi sejumlah ahli fikih menyatakan bahwa bentuk seruan digunakan ketika
Nabi Saw. masih hidup, dan menurut mereka bentuk ini berubah menjadi bentuk ghaibah yakni: “Keselamatan, rahmat dan
barakah-Nya hanya bagi Nabi” setelah beliau Saw. meninggal. Mereka
berargumentasi atas pendapatnya dengan hadits-hadits berikut:
1) Dari Ibnu Mas’ud
ra. ia berkata:
“Rasulullah Saw.
mengajariku bertasyahud, telapak
tanganku digenggam oleh kedua telapak tangannya, sebagaimana beliau mengajariku
satu surat dari al-Qur’an: ”Penghormatan hanya milik Allah, juga kebahagiaan
dan kebaikan. Keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi.
Keselamatan adalah bagi kami semua dan bagi hamba-hamba Allah yang shalih. Aku
bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba-Nya dan utusan-Nya.” Dan itu ketika beliau Saw. ada di antara kami. Pada
waktu beliau telah wafat kami mengucapkan: “Keselamatan hanya bagi Nabi”. (HR.
Ibnu Abi Syaibah, Bukhari dan al-Baihaqi)
2) Dari Nafi bahwa
Abdullah bin Umar bertasyahud dengan
mengucapkan:
“Dengan nama Allah,
penghormatan hanya milk Allah, kebahagiaan hanya milik Allah, kesucian hanya
milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya hanya bagi Nabi...” (HR.
Malik)
3) Dari al-Qasim bin
Muhammad, ia berkata:
“Adalah Aisyah
mengajari kami bertasyahud dan memberi
isyarat dengan tangannya, dia berkata: "Penghormatan, kebaikan,
kebahagiaan dan kesucian hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya
adalah bagi Nabi…” (HR. al-Baihaqi)
4) Dari Atha, ia
berkata:
“Aku mendengar Ibnu
Abbas dan Ibnu Zubair mengucapkan dalam tasyahud
ketika shalat: “Penghormatan dan barakah hanya milik allah, kebahagiaan dan
kebaikan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan barakah-Nya adalah bagi
Nabi...” (HR. Abdurrazaq)
5) Dari Atha:
“Bahwa para sahabat
Nabi Saw. mereka mengucapkan salam, dan Nabi Saw. masih hidup: Keselamatan,
rahmat dan barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi.” (HR. Abdurrazaq)
Kami akan menjawab
pernyataan ini: bahwa berbilangnya bentuk tasyahud
yang diriwayatkan itu menunjukkan tidak ada satu bentuk tertentu yang wajib
dibaca dengan mengesampingkan yang lainnya. Keberagaman ini menunjukkan
bolehnya mengambil salah satu bentuk tasyahud
yang ma'tsur yang disebutkan dalam
hadits. Karena itu mengambil salah satu bentuk dari berbagai bentuk tasyahud ini boleh-boleh saja menurut syariat,
dan bisa menggugurkan kewajiban tersebut. Mengenai perkara lafadz tasyahud mana yang harus dibaca, maka hal itu
dilapangkan. Dilapangkan juga untuk mengambil bentuk khithab atau bentuk ghaibah,
dan keluasan ini tidak menafikan pendapat redaksi tasyahud
mana yang paling utama, dan sekaligus pengutamaan bentuk khithab ataukah bentuk ghaibah, tentu saja dengan tetap menjaga kebolehan dari
semuanya.
Riwayat Ibnu Mas’ud
dinukil dari beberapa jalur, di mana perawinya lebih dari dua puluh orang.
Walaupun begitu, semuanya menyebutkan redaksi tasyahud
yang sama tanpa ada perbedaan, sehingga bentuk inilah yang paling rajih dan mu'tabar
dibandingkan yang lainnya dari berbagai riwayat dan lafadz. Pendapat yang
membolehkan memilih di antara bentuk-bentuk itu tidak bisa menafikan pendapat
yang mengutamakan salah satu dari bentuk-bentuk yang ada. Yang menguatkan
pendapat untuk mengutamakan bentuk khithab
(='alaika) atas bentuk ghaibah (='alan
Nabi) itu adalah sebagai berikut:
1) Seluruh perawi
hadits di setiap masa terus menerus meriwayatkan bentuk khithab tanpa membatasinya dengan hidup atau wafatnya Nabi Saw.
Seandainya hidup Nabi Saw. menjadi batasan bentuk tersebut, niscaya mereka akan
menyebutkannya.
2) Bahwa Umar bin
Khaththab ra. telah menyebutkan bentuk khithab
di atas mimbar di hadapan para sahabat, padahal itu dilakukan setelah wafatnya
Nabi Saw., tetapi tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya. Dalam al-Muwatha disebutkan:
“Dari Abdurrahman bin
Abdul Qari bahwa dia mendengar Umar bin Khaththab mengajarkan tasyahud kepada orang-orang di atas mimbar.
Dia berkata: Ucapkanlah: “Penghormatan hanya milik Allah, kesucian hanya milik
Allah, kebaikan dan kebahagiaan hanya milik Allah, keselamatan, rahmat dan
barakah-Nya adalah bagimu wahai Nabi. Keselamatan adalah bagi kami dan bagi
hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan
aku bersaksi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.”
3) Tidak diriwayatkan
bahwa Rasulullah Saw. telah mengajarkan dua bentuk kepada kaum Muslim: bentuk
yang harus mereka ucapkan ketika beliau Saw. masih hidup, dan bentuk yang harus
mereka ucapkan ketika beliau Saw. telah wafat. Beliau semata-mata mengajarkan
satu bentuk saja kepada mereka, yakni bentuk khithab,
dan tidak memerintahkan mereka untuk meninggalkannya dan mengambil bentuk ghaibah ketika beliau meninggal.
Dengan alasan ini,
maka kami berpendapat untuk lebih mengutamakan bentuk khithab daripada bentuk ghaibah,
dan kami memandang bahwa bentuk ghaibah
tidak lain hanyalah ijtihad dari
sejumlah sahabat saja, yang boleh dan sah-sah saja untuk diambil dan diikuti,
juga sah untuk ditinggalkan. Namun saya berpendapat lebih baik meninggalkannya.
Sumber: Tuntunan
Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar