3. Tasbih, tahmid, takbir dan
tahlil
Tidak perlu diragukan
lagi bahwa kalamullah adalah perkataan yang paling baik, dan taqarrub kepada
Allah Swt. dengan dzikir-dzikir yang tidak tercantum dalam kitabullah tidak
menyamai taqarrub dengan menggunakan kalamnya. Setelah kalamullah; tasbih, tahmid,
takbir dan tahlil memiliki kedudukan dan keutamaan yang tinggi. Dari Samurah
bin Jundab ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Ucapan yang paling
utama setelah al-Qur'an ada empat. Keempatnya berasal dari al-Qur'an, tidak ada
sesuatupun yang membahayakan kalian dengan yang manapun dari keempatnya kalian
memulai: (yaitu) subhanallah, alhamdulillah, laa
ilaaha illallah, dan Allahu Akbar.”
(HR. Ahmad, Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah)
Dalam riwayat Muslim
tidak ada kalimat “keempatnya berasal dari al-Qur'an.” Ungkapan ini menunjukkan
bahwa keempatnya benar-benar tercantum dalam al-Qur'an. Sebagian keterangan
yang menunjukkan keutamaan keempat kalam ini adalah hadits yang diriwayatkan dari
Abu Hurairah ra., bahwa ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Sungguh mengucapkan subhanallah, alhamdulillah,
laa ilaaha illallah, dan Allahu Akbar itu lebih aku cintai daripada
terbitnya matahari.” (HR. Tirmidzi)
Dalam pembahasan
“shalat orang yang tidak membaguskan bacaan al-fatihah” pada bab “sifat
shalat”, telah disebutkan bahwa keempat kalimat dan ucapan laa haula walaa quwwata illa billah itu bisa
menjadi pengganti dari membaca al-Qur’an, bahkan menjadi pengganti dari membaca
al-fatihah dalam shalat bagi siapa saja yang tidak memiliki hafalan al-Qur’an
sama sekali, dan ini keutamaan yang agung bagi kelima kalimat tersebut.
Abu Said ra. telah
meriwayatkan dari Rasulullah Saw., beliau Saw. bersabda:
“Perbanyaklah al-baqiyat as-shalihat (amalan-amalan yang
kekal lagi saleh), lalu ditanyakan: “Apa maksudnya wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab: “Takbir, tahmid, tasbih, dan laa
haula walaa quwwata illa billah.” (HR.
Ahmad dan Abu Ya’la)
Dalam hadits ini, hauqalah telah disejajarkan dengan takbir,
tahmid dan tasbih menggantikan tahlil.
Riwayat lain
menyebutkan keutamaan tahlil dan tahmid, yaitu hadits yang diriwayatkan dari
Jabir bin Abdillah, bahwa ia berkata: aku mendengar Rasulullah Saw. mengatakan:
“Dzikir yang paling
utama adalah laa ilaaha illallah, dan
do'a yang paling utama adalah alhamdulillah.”
(HR. Tirmidzi)
Riwayat yang khusus
menyebutkan keutamaan tahlil saja adalah hadits yang diriwayatkan oleh Amr bin
Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi Saw. bersabda:
“Do'a yang terbaik
adalah do'a di Arafah, ucapan terbaik yang dikatakan olehku dan para Nabi
sebelumku: “Tidak ada tuhan selain Allah, Tuhan yang Esa, tiada sekutu
bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (HR. Tirmidzi)
Malik meriwayatkan
pula hadits ini dari jalur Thalhah bin Ubaidillah bin Kuraiz, dan di dalamnya
tidak disebutkan “lahul mulku walahul hamdu wa
huwa ala kulli syai'in qadiir” (bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya pujian, dan
Dia Maha kuasa atas segala sesuatu).
Banyak pula hadits
Nabi yang menganjurkan kaum Muslim mengucapkan kalimat-kalimat tersebut setelah
selesai shalat. Di dalamnya dijelaskan berapa kali kalimat tersebut dilafalkan.
Ada riwayat yang menyebutkan sebanyak 10 kali, ada riwayat yang menyebutkan 33
kali, dan ada pula yang mengatakan 25 kali. Ada pula yang meriwayatkan jumlah
minimal dan maksimal pengucapannya. Seorang Muslim bisa memilih jumlah bilangan
mana yang akan dia ambil, sesuai waktu luangnya dan kemampuannya.
1) Hadits-hadits menyebutkan
bilangan sepuluh. Dari Abdullah bin Amr ra. ia berkata: Rasulullah Saw.
bersabda:
“Dua hal, di mana
tidak dijaga oleh seorang laki-laki Muslim melainkan dengannya dia akan masuk
surga. Keduanya mudah (dilakukan), tetapi orang yang mengamalkannya sedikit.
Dia (perawi) berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Shalat lima waktu, di mana
salah seorang dari kalian bertasbih di setiap akhir shalat sepuluh kali,
bertahmid sepuluh kali, bertakbir sepuluh kali. Itulah seratus lima puluh kali
yang dilafalkan oleh lisan, dan seribu lima ratus apabila diukur dalam
timbangan. Dan aku melihat Rasulullah Saw. menghitungnya dengan tangannya…”
(HR. an-Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Tirmidzi, dan Abu Dawud)
Hadits ini menyebutkan
hal kedua yang harus dijaga (yaitu) tasbih, takbir dan tahmid seratus kali.
Arti dari ucapan beliau Saw.: “Itulah seratus lima puluh kali yang dilafalkan
oleh lisan, dan seribu lima ratus apabila diukur dalam timbangan”, yakni bahwa
setiap kalimat dari tiga kalimat tersebut diucapkan sepuluh kali setelah setiap
shalat lima waktu, sehingga jumlahnya lima puluh kalimat, di mana kalimatnya
ada tiga sehingga totalnya menjadi seratus lima puluh kalimat. Dan pada Hari
Kiamat Allah Swt. akan melipatgandakannya dengan sepuluh, sehingga menjadi
seribu lima ratus. Dari Ali ra., dia telah datang menemui Nabi bersama
Fathimah, lalu meminta seorang pelayan dari tawanan wanita untuk meringankan
sebagian pekerjaan mereka. Rasulullah Saw. mengabaikan permintaan keduanya itu
dan dia menyebutkan kisahnya: dia berkata, kemudian Nabi Saw. berkata pada
keduanya:
“Maukah kalian berdua
aku beritahu sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian minta?” Keduanya
berkata: “Ya.” Maka beliau berkata: “Kalimat-kalimat yang diajarkan oleh Jibril
as kepadaku. Dia berkata: Kalian bertasbih pada akhir setiap shalat sepuluh kali,
bertahmid sepuluh kali, dan bertakbir sepuluh kali...” (HR. Ahmad, Bukhari, dan
Muslim)
Hadits ini kemudian
menyebutkan tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali dan takbir
tiga puluh tiga kali ketika hendak tidur, dan kami cukup menceritakan bagian
hadits ini dan hadits sebelumnya yang berkaitan dengan pembahasan kita, yakni
dzikir setelah shalat saja. Inilah dua hadits tentang mengucapkan tasbih,
tahmid dan takbir sepuluh-sepuluh.
Mengenai tahlil
sepuluh kali -ini merupakan kalimat keempat-, disebutkan dalam hadits berikut:
dari Abu Dzar ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Barangsiapa yang
mengucapkan pada setiap akhir shalat fajar dalam keadaan masih melipat dua
kakinya sebelum berbicara: “Tidak ada tuhan selain Allah yang Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya pujian, Dzat yang menghidupkan dan
mematikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu,” sepuluh kali, maka dituliskan
untuknya sepuluh kebaikan, dihapus darinya sepuluh keburukan, dan diangkat
untuknya sepuluh derajat, dan harinya itu seluruhnya dipelihara dari segala
sesuatu yang dibencinya, dijaga dari godaan setan, dan tidak ada perbuatan dosa
yang akan dia temui akibatnya pada hari itu kecuali syirik kepada Allah.” (HR.
Tirmidzi)
Dari Abu Ayyub
al-Anshari ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Barangsiapa yang jika
dia shalat subuh mengucapkan: “Tidak ada tuhan selain Allah yang Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan, bagi-Nya pujian, dan Dia berkuasa atas
segala sesuatu,” sepuluh kali, maka itu semua seperti membebaskan empat budak,
dengannya dituliskan (untuknya) sepuluh kebaikan, dan dihapuskan darinya
sepuluh kesalahan, dan diangkat baginya sepuluh derajat, dan dia dijaga dari
setan hingga petang. Dan jika dia mengucapkannya setelah (shalat) maghrib, maka
(sama) seperti itu.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Dari Ummu Salamah ra.:
“Bahwa Fathimah ra.
telah datang kepada Nabi Saw., seraya mengadukan keinginannya untuk mendapatkan
pembantu. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, dua tanganku telah melepuh karena
menggiling, suatu kali membuat tepung, kali lain membuat adonan.” Maka Rasulullah
Saw. berkata kepadanya: “Jika Allah akan mengaruniakanmu sesuatu maka Dia akan
membawakannya untukmu, dan aku akan menunjukkan kepadamu sesuatu yang lebih
baik dari itu... Dan apabila kamu telah melaksanakan shalat subuh, ucapkanlah:
“Tidak ada tuhan selain Allah yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya
kerajaan, bagi-Nya pujian, Dzat yang menghidupkan dan mematikan, di tangan-Nya
segenap kebaikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu,” sepuluh kali setelah
shalat subuh, sepuluh kali setelah shalat maghrib, maka setiap dari
(perbuatan)nya itu seperti membebaskan budak dari keturunan Ismail, dan dia
tidak akan menuai (akibat) dosa yang dilakukannya hari itu kecuali syirik,
tidak ada tuhan selain Allah, Tuhan yang Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya,
dan Dia Swt. menjadi penjagamu sejak engkau mengucapkannya di pagi hari hingga
engkau mengucapkannya di petang hari dari segala godaan setan, dan dari segala
keburukan.” (HR. Ahmad)
Thabrani meriwayatkan
hadits ini dengan sedikit ringkas. Hadits-hadits ini adalah nash yang membahas
pengucapan tahlil sepuluh kali. Perlu diperhatikan bahwa tahlil sepuluh kali
disertai pembatasan dengan dua shalat subuh dan maghrib saja, sehingga disunahkan
untuk melafalkannya setelah dua shalat ini. Redaksi tahlil yang disebutkan
dalam tiga hadits ini berbeda-beda. Seorang Muslim boleh memilih dari tiga
bentuk atau redaksi tahlil yang ingin dipilihnya.
2) Hadits-hadits menyebutkan
bilangan tiga puluh tiga. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:
“Orang-orang fakir
datang menemui Nabi Saw., mereka berkata: “Orang-orang yang berlimpah dengan
harta bisa pergi untuk membawa derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal.
Mereka shalat sebagaimana kami shalat, dan mereka puasa sebagaimana kami
berpuasa, tetapi mereka memiliki kelebihan harta di mana dengan (harta)nya itu
mereka bisa berhaji dan berumrah, bisa berjihad dan bersedekah.” Beliau Saw.
berkata: “Maukah kalian aku beritahukan sesuatu yang jika kalian mengambilnya
niscaya kalian bisa menyusul orang-orang yang telah mendahului kalian dan tidak
bisa disusul oleh orang setelah kalian. Kalian menjadi orang-orang terbaik
dibandingkan mereka semua, kecuali dengan amalan semisalnya? Kalian bertasbih,
bertahmid, dan bertakbir setelah selesai setiap kali shalat sebanyak tiga puluh
tiga kali.” Kami berbeda pendapat di antara kami, di mana sebagian dari kami
mengatakan: Kita bertasbih tiga puluh tiga, bertahmid tiga puluh tiga, dan
bertakbir tiga puluh empat. Lalu aku kembali menemui beliau Saw., maka beliau
berkata: ”Engkau ucapkan subhanallah, walhamdu
lillah, wallahu akbar, hingga
setiap dari (bacaan)nya itu masing-masing tiga puluh tiga.” (HR. Bukhari,
Muslim dan Ibnu Khuzaimah)
Dari Abu Hurairah ra.,
ia berkata: Abu Dzar berkata:
“Wahai Rasulullah,
orang-orang yang memiliki kekayaan berlimpah bisa pergi membawa pahala yang
banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami
berpuasa, tetapi mereka memiliki kelebihan harta yang bisa mereka gunakan untuk
bersedekah. Maka Rasulullah Saw. berkata: “Wahai Abu Dzar, maukah engkau aku
ajari beberapa kalimat, yang dengannya engkau bisa menyusul orang yang telah
mendahuluimu, dan tidak akan bisa disusul oleh orang yang berada di belakang
kecuali orang yang melakukan apa yang engkau amalkan?” Dia berkata: "Ya,
wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Engkau bertakbir setelah setiap kali
shalat tiga puluh tiga kali, bertahmid tiga puluh tiga, dan bertasbih tiga
puluh tiga, dan engkau tutup dengan ucapan: Tidak ada tuhan selain Allah yang
Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segenap kerajaan, milik-Nya segenap
pujian dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.” (HR. Ibnu Hibban)
Abu Dawud meriwayatkan
hadits yang sama, dan di bagian akhirnya terdapat ungkapan:
“Dosa-dosanya akan
diampuni walaupun seperti buih lautan.”
Dari Abu Hurairah ra.,
ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Barangsiapa yang
bertasbih mensucikan Allah di akhir setiap kali shalat sebanyak tiga puluh tiga
kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, dan bertakbir tiga puluh tiga kali, maka
jumlahnya sembilan puluh sembilan, dan agar genap menjadi seratus dia mengucapkan:
Tidak ada tuhan selain Allah yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya
segenap kerajaan, milik-Nya segenap pujian, dan Dia Maha kuasa atas segala
sesuatu, maka diampuni segenap kesalahannya walaupun dosanya itu seperti buih
di lautan.” (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Malik)
Dari Ibnu Abbas ra. ia
berkata:
“Orang-orang fakir
menemui Rasulullah Saw. dan berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya
orang-orang kaya itu shalat seperti kami shalat, dan berpuasa sebagaimana kami
berpuasa, dan mereka memiliki harta yang digunakan untuk bersedekah dan
berinfak.” Maka Nabi Saw. berkata: “Jika kalian selesai shalat, maka ucapkanlah
subhanallah tiga puluh tiga, alhamdulillah tiga puluh tiga, Allahu akbar tiga puluh tiga, dan laa ilaaha illallah sepuluh kali, maka
dengannya kalian bisa menyusul orang yang telah mendahului kalian dan bahkan
bisa mendahului orang-orang setelah kalian.” (HR. an-Nasai)
Perlu diperhatikan,
bahwa hadits-hadits ini menyatakan hal yang sama terkait bilangan tasbih,
tahmid, dan takbir, tetapi hadits-hadits ini berbeda-beda dalam menyebutkan
bilangan tahlil. Hadits pertama tidak menyebut tahlil sama sekali, hadits kedua
menyebut tahlil secara mutlak tanpa ada bilangan, hadits ketiga menyebut tahlil
satu kali, sedangkan hadits keempat menyebut tahlil sepuluh kali.
Saya cenderung untuk
mengambil hadits ketiga yang diriwayatkan oleh Muslim, di dalamnya disebutkan
bertahlil satu kali, di mana hadits ini tidak bertentangan dengan hadits
pertama, karena tambahan bisa diterima jika perawinya tsiqah. Hadits ini juga tidak bertentangan dengan hadits kedua,
bahkan menjelaskannya. Sedangkan hadits keempat dipahami untuk dua shalat,
yakni shalat fajar dan shalat ashar, di mana tahlil hanya terbatas untuk
keduanya. Wallahu a'lam.
3) Hadits-hadits yang
menyebutkan bilangan dua puluh lima. Dari Zaid bin Tsabit ra. ia
berkata:
“Kami diperintahkan
untuk bertasbih (setelah selesai setiap shalat) tiga puluh tiga kali, bertahmid
tiga puluh tiga, dan bertakbir tiga puluh empat. Seseorang bermimpi dalam
tidurnya dan dikatakan padanya, “Sesungguhnya Muhammad telah memerintahkan
kalian untuk bertasbih (setelah selesai setiap shalat) tiga puluh tiga kali,
bertahmid tiga puluh tiga dan bertakbir tiga puluh tiga.” Dia berkata: “Ya”.
Dia berkata: “Jadikanlah bilangannya dua puluh lima, dan masukkan pula tahlil
di dalamnya.” Keesokan harinya dia mendatangi Rasulullah Saw. dan memberitahu
beliau, maka Rasulullah Saw. berkata: “Lakukanlah.” (HR. Ibnu Hibban, Ibnu
Khuzaimah, Ahmad dan an-Nasai)
An-Nasai meriwayatkan
hadits yang sama dari jalur Ibnu Umar ra., di dalamnya disebutkan:
“Dan bertasbihlah dua puluh lima, bertahmidlah dua puluh lima, bertakbirlah dua puluh lima, dan bertahlillah dua puluh lima, maka semuanya genap
seratus…”
Ada juga hadits-hadits
lain yang menyebutkan jumlah takbir tiga puluh empat, dan tetap menyebutkan
tasbih dan tahmid dengan tiga puluh tiga – tiga puluh tiga, di antaranya hadits
yang diriwayatkan Kaab bin ‘Ujrah ra., dari Rasulullah Saw. yang berkata:
“Ada beberapa doa
setelah selesai setiap shalat fardhu, di mana orang yang mengucapkannya atau
melakukannya tidak akan rugi: (yaitu) tiga puluh tiga tasbih, tiga puluh tiga
tahmid, dan tiga puluh empat takbir.” (HR. Muslim, Ibnu Hibban dan an-Nasai)
Ada juga hadits yang
diriwayatkan Abu Darda ra. dari Rasulullah Saw. yang ditakhrij oleh Ahmad, al-Bazzar, dan Thabrani yang serupa dengan
hadits yang ditakhrij Muslim dilihat
dari segi bilangan. Jika diperhatikan, bilangan tersebut mencapai jumlah
seratus dengan tambahan takbir satu kali atas ucapan takbir tiga puluh tiga.
Pada saat yang sama ada juga yang jumlahnya sampai seratus dengan tambahan
tahlil satu kali dalam hadits Muslim yang telah kami sebutkan dalam point (2):
“maka jumlahnya sembilan puluh sembilan, dan agar genap menjadi seratus dia
mengucapkan: tidak ada tuhan selain Allah yang Esa...”
Ada juga yang mencapai
bilangan seratus sebagaimana yang ada dalam hadits an-Nasai yang kami sebutkan
dalam point (3): “bertasbihlah dua puluh
lima, bertahmidlah dua puluh lima, bertakbirlah dua puluh lima, dan bertahlillah dua puluh lima, maka semua genap
seratus…”
Inilah hadits-hadits
yang menyebut jumlah bilangan seratus. Siapa saja yang memiliki waktu yang
cukup dan berkeinginan memperoleh tambahan pahala, hendaknya dia menggenapkan
kalimat-kalimat ini menjadi seratus, dan dipersilakan untuk memilih dari ketiga
bentuk ini. Dan setelah menyempurnakan bilangan hingga seratus dengan kalimat
tahlil satu kali, maka hendaknya dia langsung mengucapkan: “Ya Allah tidak ada
yang menahan atas segala apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang mampu
memberikan atas apa yang Engkau tahankan, dan tidak akan bermanfaat kemuliaan
bagi yang memiliki kemuliaan kecuali dengan izin dari-Mu.” Ini berdasarkan
hadits al-Mughirah bin Syu'bah:
“Bahwa Nabi Saw.
seringkali mengucapkan (setelah selesai setiap shalat fardhu): “Tidak ada tuhan
selain Allah, Tuhan yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan,
bagi-Nya pujian, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada
yang menahan atas segala apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang mampu
memberikan atas apa yang Engkau tahankan, dan tidak akan bermanfaat kemuliaan
bagi yang memiliki kemuliaan, kecuali dengan izin dari-Mu.” (HR. Bukhari,
Muslim, an-Nasai, Ahmad dan Abu Dawud)
Ada bentuk keempat
untuk tasbih, tahmid, takbir, tahlil dan hauqalah
yang juga bisa ditambahkan pada tiga bentuk sebelumnya. Dianjurkan bagi
orang-orang yang shalat untuk mengambil dan mengamalkannya, karena besarnya
keutamaan di dalamnya, yakni bentuk berikut ini:
“Subhanallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang
ada di langit.
Subhanallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang
ada di bumi.
Subhanallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang
ada di antara keduanya.
Subhanallah sebanyak bilangan mahluk yang Dia
ciptakan.
Allahu Akbar sebanyak bilangan mahluk-Nya yang
ada di langit.
Allahu Akbar sebanyak bilangan mahluk-Nya yang
ada di bumi.
Allahu Akbar sebanyak bilangan mahluk-Nya yang
ada di antara keduanya.
Allahu Akbar sebanyak bilangan mahluk yang Dia
ciptakan.
Alhamdulillah sebanyak bilangan mahluk-Nya
yang ada di langit.
Alhamdulillah sebanyak bilangan mahluk-Nya
yang ada di bumi.
Alhamdulillah sebanyak bilangan mahluk-Nya
yang ada di antara keduanya.
Alhamdulillah sebanyak bilangan mahluk yang
Dia ciptakan.
Laa ilaaha illallah sebanyak bilangan
mahluk-Nya yang ada di langit.
Laa ilaaha illallah sebanyak bilangan
mahluk-Nya yang ada di bumi.
Laa ilaaha illallah sebanyak bilangan
mahluk-Nya yang ada di antara keduanya.
Laa ilaaha illallah sebanyak bilangan mahluk
yang Dia ciptakan.
Laa haula walaa quwwata illa billah sebanyak
bilangan mahluk-Nya yang ada di langit.
Laa haula walaa quwwata illa billah sebanyak
bilangan mahluk-Nya yang ada di bumi.
Laa haula walaa quwwata illa billah sebanyak
bilangan mahluk-Nya yang ada di antara keduanya.
Laa haula walaa quwwata illa billah sebanyak
bilangan mahluk yang Dia ciptakan.”
Dari Aisyah bin Saad
bin Abi Waqash dari ayahnya ra.:
“Bahwa dia bersama
Rasulullah Saw. bertemu dengan seorang perempuan, dan di depan perempuan
tersebut ada biji-bijian atau kerikil yang digunakannya untuk bertasbih. Maka
Nabi Saw. bertanya: “Maukah engkau aku beritahu sesuatu yang lebih mudah bagimu
dari ini semua, atau bahkan lebih utama? Lalu beliau Saw. berkata: “Subhanallah sebanyak bilangan mahluk-Nya yang
ada di langit, Subhanallah sebanyak
bilangan mahluk-Nya yang ada di bumi, Subhanallah
sebanyak bilangan mahluk-Nya yang ada di antara keduanya, Subhanallah sebanyak bilangan mahluk yang Dia
ciptakan. Dan begitu pula dengan Allahu Akbar,
Alhamdulillah, laa ilaaha illallah, dan laa
haula walaa quwwata illa billah.” (HR. Abu Dawud, an-Nasai dan Ibnu
Majah)
Mengenai bagaimana
seorang muslim menghitung jumlah tasbihat
dan dzikirnya itu, apakah dia boleh menggunakan alat tertentu yang
diinginkannya? Maka jawaban atas hal itu adalah: boleh membaca tasbihat dengan alat hitung tasbih dan
sejenisnya, seperti biji-bijian, kerikil dan kancing. Akan tetapi sunat dan
lebih disukai dalam hal tasbih dan dzikir adalah menghitungnya dengan jari
beserta ujung-ujung jari, karena semua itu akan diminta pertanggungjawaban oleh
Allah Swt. pada Hari Kiamat sehingga semua jari tersebut akan menjadi saksi
yang menguntungkan pemiliknya dengan dzikir yang dilakukannya. Dari Yasirah
ra.:
“Bahwa Nabi Saw.
memerintahkan mereka untuk memelihara takbir, taqdis dan tahlil, dan
menghitungnya dengan ujung-ujung jari, karena semua ujung jari tersebut akan
diminta pertanggungjawaban dan diminta bicara.” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan
Tirmidzi)
Ibnu Abi Syaibah
meriwayatkan dari Busrah, bukan Yasiirah sebagaimana dalam Sunan Abu Dawud. Ia
berkata: Rasulullah Saw. berkata kepadanya:
“Engkau harus
memelihara tasbih, tahlil dan takbir. Dan hitunglah dengan ujung-ujung jarimu,
karena semua itu akan datang pada Hari Kiamat diminta pertanggungjawaban dan
diminta bicara, maka janganlah engkau lalai sehingga engkau melupakan rahmat.”
Dari Abdullah bin Amr
ra., ia berkata:
“Aku melihat
Rasulullah Saw. menghitungnya dengan tangannya, yakni bilangan tasbih.” (HR.
Ibnu Abi Syaibah)
Abu Dawud
meriwayatkannya, tetapi dia mengatakan: “dengan tangan kanannya” sebagai
pengganti “dengan tangannya.” Sementara an-Nasai meriwayatkan hadits ini tanpa
menyebutkan “dengan tangannya” dan tanpa menyebutkan “dengan tangan kanannya”,
sehingga kalimatnya menjadi “beliau Saw. menghitung tasbih.”
Barangsiapa yang ingin
mendapatkan pahala yang besar dalam waktu yang pendek dan dengan kesusahan yang
sedikit serta tidak memerlukan alat penghitung, biji atau kerikil, maka
hendaknya dia membaca hadits ini lalu mengamalkan apa yang dikandungnya. Dari Ibnu
Abbas ra., dari Juwairiyah ra.:
“Bahwa Nabi Saw. pergi
dari sisinya (Juwairiyah) di suatu pagi untuk shalat subuh, dan Juwairiyah
berada di tempat sujudnya. Kemudian beliau Saw. pulang setelah hari telah
sampai waktu dhuha, sementara Juwairiyah masih duduk di tempat sujudnya. Maka
Nabi Saw. bertanya: “Apakah engkau masih terus dalam keadaan seperti tadi saat
aku meninggalkanmu?” Ia menjawab: “Ya”. Lalu Nabi Saw. bersabda: “Sungguh aku
akan menyampaikan kepadamu empat kalimat yang diucapkan sebanyak tiga kali,
seandainya ditimbang dengan apa yang engkau ucapkan sejak hari ini, niscaya
akan menyamainya: (yaitu) Maha Suci Allah, dan pujian bagi-Nya sebanyak
bilangan jumlah mahluk-Nya, sebesar keridhaan-Nya, seberat arasy-Nya dan sebanyak jumlah kalimat-Nya.”
(HR. Muslim, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dan Abu Dawud)
Dalam riwayat Muslim
yang lain: Bahwa beliau Saw. berkata:
“Maha Suci Allah
sebanyak bilangan mahluk-Nya, Maha Suci Allah sebesar keridhaan diri-Nya, Maha
Suci Allah seberat arasy-Nya, dan Maha Suci Allah sebanyak jumlah kalimat-Nya.”
Dalam riwayat an-Nasai
dan Tirmidzi disebutkan:
“Maha Suci Allah
sebanyak bilangan mahluk-Nya, Maha Suci Allah sebanyak bilangan mahluk-Nya,
Maha Suci Allah sebanyak bilangan mahluk-Nya, Maha suci Allah sebesar keridhaan
diri-Nya, Maha Suci Allah sebesar keridhaan diri-Nya, Maha Suci Allah sebesar
keridhaan diri-Nya, Maha Suci Allah seberat arasy-Nya,
Maha Suci Allah seberat arasy-Nya, Maha
Suci Allah seberat arasy-Nya, dan Maha
Suci Allah sebanyak jumlah kalimat-Nya, Maha Suci Allah sebanyak jumlah
kalimat-Nya, Maha Suci Allah sebanyak jumlah kalimat-Nya.”
Bentuk yang pertama
menjadi bentuk yang paling mudah dan paling utama, karena di dalamnya ada
kalimat: “dan pujian bagi-Nya”, yang tidak ada pada dua riwayat lainnya.
Tambahan seperti itu dalam dzikir tentunya menjadi sesuatu yang lebih utama.
Itulah empat kalimat
pendek yang jika diucapkan si mushalli,
maka dia akan memperoleh pahala berjam-jam dzikir dengan selainnya. Ini karena
yang dilakukan Juwariyah ra., yaitu sangat suka berdzikir setelah shalat subuh
hingga waktu dhuha -sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Muslim- atau
hingga matahari meninggi -sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah-
yang rentang waktunya sekitar dua setengah hingga tiga jam. Maka seorang Muslim
cukup mendzikirkan empat kalimat di atas, yang membutuhkan waktu hanya setengah
menit, tetapi pahala yang diperlolehnya sebanding dengan pahala dzikir
selainnya yang dilakukan dua hingga tiga jam. Inilah kesempatan besar yang
diberikan untuk menuai pahala yang banyak.
Ada peluang yang lain
lagi untuk menghasilkan pahala yang lebih banyak yang diceritakan Rasulullah
Saw. kepada kita. Abu Umamah al-Bahili ra. meriwayatkan:
“Bahwa Rasulullah Saw.
melewatinya (yakni Abu Umamah ) dan dia sedang menggerak-gerakkan dua bibirnya,
maka beliau Saw. bertanya: “Apa yang engkau ucapkan wahai Abu Umamah?” Dia
berkata: “Aku sedang mengingat Tuhanku.” Beliau Saw. bersabda: “Maukah aku beritahukan
kepadamu sesuatu yang lebih banyak -atau lebih utama- dari dzikir yang engkau
lakukan sejak malam hingga siang, atau siang hingga malam? Hendaknya engkau
ucapkan: “Maha Suci Allah sejumlah bilangan mahluk yang diciptakan-Nya, Maha
suci Allah sepenuh mahluk yang diciptakan-Nya, Maha Suci Allah sejumlah apa
yang ada di bumi dan di langit, Maha Suci Allah sepenuh apa yang ada di bumi
dan di langit, Maha Suci Allah sejumlah apa yang dikandung kitab-Nya, Maha Suci
Allah sebanyak jumlah segala sesuatu, Maha Suci Allah sepenuh segala sesuatu.
Dan engkau ucapkan Alhamdulillah (pujian
bagi Allah) seperti itu.” (HR. Ibnu Khuzaimah)
Itulah kalimat-kalimat
yang pendek dan ringkas, yang melebihi dzikir sepanjang malam hingga siang,
atau sepanjang siang hingga malam, yakni melebihi dua puluh empat jam
berdzikir. Karenanya, tidak diragukan lagi, kalimat-kalimat pendek tersebut
menjadi dzikir yang lebih besar pahalanya dibandingkan dzikir yang disebutkan
dalam hadits Juwairiyah ra.
Sumber: Tuntunan
Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar