Bacaan
Tambahan Selain al-Fatihah Dalam Shalat
Disunahkan bagi
seorang Muslim untuk membaca ayat atau surat al-Qur’an yang mudah baginya
setelah dia membaca surat al-Fatihah, baik dalam shalat fardhu ataupun shalat nafilah, baik ketika menjadi imam ataupun
shalat secara sendirian, dalam shalat jahriyah
ataupun shalat sirriyah. Bagi makmum,
disunahkan ketika shalat sirriyah saja.
Sebelumnya telah disebutkan hadits yang diriwayatkan dari jalur Abu Qatadah ra.
dalam pembahasan “membaca surat al-fatihah dalam shalat”, dan teksnya berbunyi:
“Bahwa Nabi Saw.
membaca dalam dua rakaat pertama shalat dhuhur dengan Ummul Kitab (al-fatihah)
dan dua surat, dan dalam dua rakaat lainnya dengan membaca Ummul Kitab. Beliau
memperdengarkan ayat itu pada kami, dan memanjangkan bacaan dalam rakaat pertama
dan tidak pada rakaat kedua. Begitu pula dalam shalat ashar, dan dalam shalat
subuh”. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Ahmad)
Hadits ini menetapkan
untuk membaca salah satu surat dari al-Qur’an pada setiap rakaat dari dua
rakaat pertama yang selain bacaan al-fatihah. Dalam konteks hadits ini, hal
tersebut dilakukan dalam shalat dhuhur, shalat ashar dan shalat subuh.
Membaca sesuatu yang
mudah dari al-Qur’an itu tidak memiliki kadar tertentu, di mana sunahnya hanya
membaca sekedar dari ayat atau surat al-Qur’an. Ini bisa diwujudkan dengan
membaca satu ayat, dua ayat, tiga ayat, atau dengan membaca satu surat yang pendek,
seperti surat “qul yaa ayyuhal kaafiruun”.
Abu Hurairah ra. telah meriwayatkan dari Nabi Saw., bahwa beliau Saw. berkata:
“Apakah salah seorang
dari kalian senang jika dia pulang kepada keluarganya mendapati padanya tiga
ekor unta bunting yang gemuk? Kami berkata: ‘Ya’. Beliau berkata: “Maka tiga
ayat yang dibaca salah seorang dari kalian itu dalam shalatnya lebih baik baginya
dari tiga unta bunting yang gemuk.” (HR. Muslim)
Di dalam hadits ini
disebutkan tiga ayat. Dari Jabir bin Samurrah ra. ia berkata:
“Adalah Rasulullah
Saw. membaca dalam shalat maghrib pada malam Jumat: qul yaa ayyuhal kaafiruun, dan qul
huwallahu ahad. Dan membaca pada shalat isya terakhir pada malam Jumat:
surat al-jumu'ah dan surat al-munafiqun.” (HR. Ibnu Hibban)
Di sini disebutkan
surat al-kafirun dan surat al-ikhlash, keduanya termasuk surat-surat yang
terpendek dari al-Qur’an. Dari Abu Dzar ra. ia berkata:
“Pada suatu malam
Rasulullah Saw. shalat. Beliau membaca satu ayat hingga subuh, dan beliau ruku'
dan sujud dengannya. “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka
adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (TQS. al-Maidah: 118)” (HR.
Ahmad)
Dari Ibnu Abbas ra. ia
berkata:
“Yang paling sering
dibaca oleh Rasulullah Saw. dalam dua rakaat shalat fajar adalah: “Katakanlah
(hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan
kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim…” (TQS. Al-Baqarah: 136), dan
dalam rakaat yang kedua: “Katakanlah: “Hai ahli kitab, marilah (berpegang)
kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan
kamu… sampai pada kalimat, ”Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah).” (TQS. Ali Imran: 64)” (HR. Ibnu Khuzaimah)
Dua hadits ini
menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. membaca satu ayat saja dalam satu rakaat.
Dengan demikian perkara ini dilapangkan, dimulai dengan membaca satu ayat
hingga membaca apa yang sesuai dengan kemampuan dari al-Qur'an, sehingga
seorang Muslim bisa saja membaca ayat yang banyak, membaca satu surat yang
pendek, membaca dua surat, membaca surat yang banyak, baik panjang ataupun
pendek. Semua itu dipilihnya sesuai dengan kemampuannya dan keluasan waktunya,
terlebih lagi pada saat melakukan qiyamullail.
Abdullah bin Mas'ud ra. berkata:
“Sesungguhnya aku
mengetahui an-nadha-ir (surat-surat
sebanding) yang dibaca oleh Rasulullah Saw. dalam satu rakaat, dua puluh surat
dalam sepuluh rakaat.” (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan an-nadha-ir ini adalah surat-surat yang serupa
dalam kandungannya, berupa peringatan, perintah akidah dan sebagainya. Dari
Abdullah bin Syaqiq, ia berkata:
“Aku bertanya kepada
Aisyah ra.: “Apakah Rasulullah Saw. menghimpun beberapa surat dalam satu
rakaat?” Dia menjawab: “al-Mufashshal.”
(HR. Ahmad)
Al-Mufashshal maksudnya adalah sepertujuh
terakhir dari al-Qur’an, yang dimulai dengan surat al-hujurat menurut pendapat
yang paling shahih. Dari Hudzaifah ra. ia berkata:
“Pada suatu malam aku
shalat bersama Rasulullah Saw. Beliau Saw. mulai membaca surat al-Baqarah, lalu
aku bergumam: Beliau akan ruku ketika sudah seratus ayat, tetapi beliau
melewatinya. Lalu aku berkata: Beliau shalat dengan surat itu dalam satu
rakaat, dan beliau melewatinya, lalu aku berkata: Beliau akan ruku setelah
menyelesaikan surat itu. Tetapi kemudian beliau memulai surat an-Nisa dan
membacanya, kemudian memulai surat Ali Imran dan membacanya. Beliau membaca
ketiga surat itu secara bersambung. Jika melewati satu ayat yang di dalamnya
ada tasbih maka beliau bertasbih, jika melewati ayat berisi permohonan maka
beliau memohon, dan jika melewati satu ayat tentang minta perlindungan maka
beliau meminta perlindungan. Setelah itu beliau ruku' dan mengucapkan subhaana rabbiyal adzimi, di mana lama rukunya
hampir sama dengan berdirinya. Kemudian mengucapkan sami'allahu liman hamidah, lalu beliau berdiri dengan lama
hampir sama dengan ruku. Kemudian bersujud, seraya mengucapkan subhaana rabbiyal a'la, di mana lama sujudnya
hampir sama dengan berdirinya.” (HR. Muslim)
Inilah tiga dalil,
yang pertama menunjukkan bacaan dua surat dalam satu rakaat, yang kedua
menunjukkan bacaan dengan jumlah tak terbatas dari surat-surat pendek dalam
satu rakaat, dan yang ketiga menunjukkan bacaan tiga surat terpanjang dalam
satu rakaat, sehingga perkara ini sangat luas dan dilapangkan, seperti yang
sudah saya katakan sebelumnya.
Disunahkan untuk
membaca ayat atau surat al-Qur’an selain al-fatihah pada dua rakaat pertama
dari setiap shalat, baik shalat fardhu ataupun shalat nafilah. Sebelumnya telah kami sebutkan hadits Abu Qatadah dan
di dalamnya disebutkan:
“(Bahwa Nabi Saw.)
membaca dalam dua rakaat pertama shalat dhuhur dengan Ummul Kitab (al-fatihah)
dan dua surat, dan dalam dua rakaat lainnya dengan membaca Ummul Kitab ...
begitu pula dalam shalat ashar, juga dalam shalat subuh.”
Inilah sunnah yang
telah dijalani oleh Nabi Saw., dan hal ini diperkuat oleh hadits yang
diriwayatkan dari Jabir bin Samurrah ra., bahwa dia berkata:
“Umar berkata kepada
Saad: Sesungguhnya beliau Saw. telah menjelaskan kepadamu segala sesuatu hingga
masalah shalat. Ia berkata: Mengenai aku, maka aku menambah pada dua rakaat
pertama dan memendekkan pada dua rakaat yang lain, dan aku berusaha untuk selalu
mengikuti shalat Rasulullah Saw. Ia berkata: Engkau benar, itulah dugaan
tentangmu atau dugaanku tentangmu.” (HR. Bukhari)
Muslim dan Ahmad
meriwayatkan hadits ini dengan sedikit perbedaan.
Ucapan Saad bin Abi
Waqash kepada Umar bin Khaththab: “aku menambah pada dua rakaat pertama dan
memendekkan pada dua rakaat yang lain, menguatkan sunnah nabawiyah ini, yakni
membaca surat atau ayat selain al-fatihah dalam dua rakat pertama saja. Tetapi
boleh juga membacanya dalam dua rakaat lainnya. Dan dalil atas hal itu adalah
hadits yang diriwayatkan Abu Said al-Khudri ra.:
“Bahwa Nabi Saw.
membaca dalam shalat dhuhur pada dua rakaat pertama dalam setiap rakaatnya
sekitar tiga puluh ayat, dan dalam dua rakaat lainnya sekitar lima belas ayat
atau setengahnya, dan dalam shalat ashar di dua rakaat pertama pada setiap
rakaatnya membaca sekitar lima belas ayat, dan dalam dua rakaat yang lain
sekitar setengahnya.” (HR. Muslim)
Nash ini memiliki dilalah yang sangat jelas bahwa Rasulullah
Saw. membaca ayat al-Qur'an pada dua rakaat lain di dalam shalat dhuhur dan
ashar, di mana beliau membaca dalam shalat ashar setengah dari yang dibaca
dalam shalat dhuhur. Menurut saya, hal ini dilakukan oleh Rasulullah Saw. tiada
lain untuk menjelaskan kebolehan perkara itu, di mana perbuatan beliau dalam
hal itu, dengan membaca atau tidak membaca surat selain al-fatihah tiada lain
untuk menjelaskan bolehnya hal itu dilakukan. Ibnu Abbas ra. telah
meriwayatkan:
“Bahwa Rasulullah Saw.
datang, lalu shalat dua rakaat dan tidak membaca di dalam keduanya selain Ummul
Kitab.” (HR. Ahmad)
Para sahabat telah
memahami hukum kebolehan perkara ini. Ini ditunjukkan oleh hadits yang
diriwayatkan dari Abu Abdillah as-Shunabihy, bahwa dia berkata:
“Aku tiba di Madinah
pada masa kekhilafahan Abu Bakar Shiddiq, lalu aku shalat maghrib di
belakangnya. Beliau membaca dalam dua rakaat pertama dengan Ummul Kitab dan
satu surat, yakni surat yang berasal dari surat-surat pendek al-mufashshal, kemudian berdiri pada rakaat
ketiga, lalu aku condong mendekatinya hingga bajuku ini hampir menyentuh
bajunya. Aku mendengarnya membaca Ummul Qur'an, dan ayat ini: “Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri
petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau.
Karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia) (TQS. Ali Imran: 8)” (HR.
Malik)
Nafi' meriwayatkan:
“Bahwa Abdullah bin
Umar jika shalat sendirian dia membaca pada shalat empat rakaat dalam setiap
rakaat seluruhnya dengan Ummul Qur'an, dan satu surat dari al-Qur'an...”
(Riwayat Malik)
Boleh juga mengulang
bacaan satu surat atau satu ayat dalam rakaat-rakaat shalat. Sebelumnya telah
kami sebutkan hadits Abu Dzar, yang di dalamnya disebutkan: “Pada suatu malam
Rasulullah Saw. shalat, beliau membaca satu ayat hingga subuh, dan beliau ruku'
dan sujud dengannya…" (HR. Ahmad).
Seseorang dari suku
Juhainah meriwayatkan:
“Bahwasanya dia
mendengar Nabi Saw. membaca dalam shalat subuh: idza
zulzilatil ardhu dalam kedua rakaatnya. Aku tidak tahu apakah Rasulullah
Saw. lupa ataukah membacanya seperti itu dengan sengaja.” (HR. Abu Dawud)
Ucapan lelaki dari
suku Juhainah ini tidak mendhaifkan hadits tersebut, karena ketidaktahuan
sahabat tidak jadi masalah, dan ucapan seorang sahabat (qaul shahabiy) apakah lupa ataukah membacanya dengan sengaja
tidak merubah sama sekali realitanya bahwa Rasulullah Saw. melakukan hal itu.
Termasuk sunah untuk
memanjangkan rakaat pertama dengan memperbanyak bacaan di dalamnya, kemudian
pada rakaat kedua sedikit berkurang panjangnya, dan dua rakaat ketiga dan
keempat panjangnya di bawah rakaat kedua. Dari Abu Qatadah ra.:
“Bahwa Nabi Saw.
membaca dalam dua rakaat pertama shalat dhuhur dengan fatihatul kitab
(al-fatihah) dan dua surat, beliau memanjangkan pada rakaat yang pertama dan
memendekkan rakaat kedua, dan kadang-kadang memperdengarkan ayat itu. Dan dalam
shalat ashar beliau membaca fatihatul kitab dan dua surat, dan beliau
memanjangkan rakaat pertama shalat subuh dan memendekkan yang kedua.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Abu Dawud telah
meriwayatkan komentar Abu Qatadah setelah dia menceritakan riwayatnya ini:
“Maka kami menyangka
bahwa beliau Saw. melakukan hal itu karena beliau ingin agar orang-orang
mendapatkan rakaat pertama”
Saya tidak ingin
menceburkan diri dalam pembahasan akidah sehingga mengakibatkan saya ikut
berdebat melawan dua pendapat yang saling bertentangan yang terkait dengan
kekhususan surat-surat al-Qur’an di dalam mushaf: apakah susunannya tauqifiy ataukah hasil ijtihad para sahabat,
karena pembahasan seperti ini bukan di sini tempatnya. Saya hanya ingin
mengatakan bahwa seorang Muslim tidak terikat dengan urutan surat-surat
al-Qur'an dalam mushaf ketika dia membacanya dalam shalat, sehingga tidak wajib
baginya membaca surat-surat tersebut menurut urutan mushaf.
Sah dan boleh baginya
untuk membaca surat al-ikhlas misalnya pada rakaat pertama, kemudian membaca
surat al-kautsar pada rakaat kedua, surat al-ashr pada rakaat pertama, dan
surat al-insyirah pada rakaat kedua, dan bisa juga dia membaca dalam satu
rakaat itu surat tabarak, kemudian
dilanjutkan dengan surat yasin, lalu surat al-kahfi misalnya.
Dalil mengenai hal ini
adalah hadits Hudzaifah yang diriwayatkan oleh Muslim. Hadits ini telah saya
sebutkan, di mana di dalamnya disebutkan: “Beliau Saw. memulai surat
al-baqarah… kemudian beliau memulai surat an-nisa… kemudian memulai surat Ali
Imran...”, yang berbeda dengan susunan surat menurut mushaf.
Yang tidak boleh
dilakukan adalah membaca al-Qur'an ini secara munakkasan
(bolak balik), yakni satu ayat dibaca kemudian satu ayat yang sebelumnya, bukan
setelahnya; kemudian satu ayat lagi yang sebelumnya dan begitu seterusnya
dibaca terbalik ke belakang. Bacaan seperti ini diharamkan dan tidak boleh
dilakukan, baik dalam shalat ataupun selain shalat, karena susunan ayat dalam
surat-surat al-Qur’an itu adalah tauqifiy
secara qath’iy berdasarkan kesepakatan
(satunya pendapat dalam hal qath’iy)
kaum Muslim, sehingga tidak boleh menyelisihi dan menyalahinya.
Sumber: Tuntunan
Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar