IMAN KEPADA ISLAM MENGHARUSKAN TERIKAT DENGAN HUKUM
SYARA`
• Siapapun
yang tidak mempercayai/mengikuti apa yang diperintahkan-dilarang oleh Rasul
maka ia akan mempertanggungjawabkannya. (lihat: QS.An-Nisa: 165 dan Al-Hasyr:
07)
• Jadi,
setiap muslim WAJIB mengikatkan perbuatannya dengan hukum syara`. Mencakup
seluruh perbuatan.
• Oleh
karena itu, sebelum manusia melakukan perbuatan (untuk memenuhi kebutuhannya/
mencari kemaslahatan), ia WAJIB mencari tahu hukum Allah tentang perbuatan
tersebut, sehingga dia dapat menghindarinya (jika itu larangan) dan dapat
bersungguh-sungguh melakukannya (jika itu perintah).
• Tidak
ada suatu perbuatan yang tidak ada hukum syara`nya. jika ada, berarti syariat
Islam mempunyai kekurangan (tidak bisa dipakai dalam setiap kondisi), padahal
Islam adalah agama yang sempurna (lihat QS.Al-Maidah:3)
• Memang,
Al-Qur`an dan Sunnah tidak merinci tentang segala hal, tetapi Islam datang
dengan makna-makna umum yang menjelaskan segala problem+solusi kehidupan untuk
setiap waktu dan tempat. Jika muncul masalah baru harus dikaji dan dipahami
kondisinya. Untuk memecahkan masalah (mencari tahu hukumnya) harus dilakukan
penggalian hukum (oleh mujtahid) dari makna yang bersifat umum sehingga
diketahui hukum Allah mengenai masalah tersebut.
• Di
masa Rasul tidak dilakukan penggalian hukum karena setiap ada masalah manusia
bisa langsung bertanya kepada Rasulullah! Namun setelah Rasul wafat, di masa
kepemimpinan Abu Bakr muncul masalah-masalah baru yang tidak dijumpai di masa
Rasul, begitu juga di masa Harun Al-Rasyid muncul masalah-masalah yang tidak
dijumpai di masa Abu Bakr. Maka pada saat itu, ribuan mujtahid menggali hukum
masalah-masalah yang baru muncul sehingga bisa terpecahkan hukumnya.
• Demikianlah,
sikap seharusnya kaum muslimin terhadap masalah baru yang muncul, karena
syariat Islam mencakup seluruh perbuatan manusia maka tidak ada 1 pun masalah
kecuali ada hukumnya maka WAJIB bagi manusia mengikatkan seluruh perbuatannya
dengan Islam maka tidak melakukan perbuatan sebelum mengetahui hukumnya.
• 4:165.
(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah
diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
• Apa
yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
sangat keras hukuman-Nya (QS. Al-Hasyr: 7).
• Katakanlah:
"Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu
Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang
menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya,
Nabi yang umi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya dan
ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk“ (Al-A`raf /7:158).
• Barangsiapa
yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu
untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka
sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang
berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab
sebelum Kami mengutus seorang rasul (Al-Isra`:15)
*banyak orang menjalani kehidupannya tanpa petunjuk. Mereka
melakukan berbagai aktivitas tanpa standar. Maka kita sering menjumpai orang
yang melakukan perbuatan tercela yang mereka sangka terpuji. Contoh: wanita
yang berjalan dengan menampakkan auratnya. Ada juga orang yang menyangka
dirinya melakukan perbuatan terpuji padahal ia melakukan perbuatan tercela.
Contoh: orang yang menolak membicarakan politik pengurusan umat dengan alasan
wara`. Keduanya terjerumus dalam dosa. Keduanya terjadi karena sama-sama tak
memiliki standar perbuatan, padahal mereka telah mengikrarkan untuk menaati
Allah dan tidak menaati yang lain. Maka kita perlu standar untuk mengetahui
hakikat perbuatan kita sebelum kita mengerjakannya
*standar ini bersifat permanen. Selamanya (perbuatan rinci)
yang terpuji tidak akan berubah menjadi tercela maupun sebaliknya.
*standar perbuatan ini perlu karena akal manusia kadang
memuji perbuatan di masa sekarang kemudian besok mencelanya. Atau dipuji di
suatu negeri tapi di negeri lain justru dicela. Jadinya hukum segala sesuatu
menjadi tidak jelas, berubah-ubah, nisbi, tidak nyata maka manusia bisa
terjerumus dosa/tercela padahal ia menyangka dirinya telah berbuat baik/pahala.
Maka wajib bagi setiap orang menjadikan hukum syara` sebagai standar
perbuatannya, menganggap segala sesuatu terpuji/tercela hanya berdasarkan hukum
syara` semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar