Syariat
Islam Tentang Sumber Daya Air
Air
sebagaimana juga barang-barang tambang, hutan, minyak, gas serta sumber energi
lain dalam pandangan syariat Islam adalah milik umum atau milik masyarakat.
Haram
hukumnya menjadikan air – baik sungai, danau, air tanah maupun hujan – sebagai
komoditi pasar dan membuka peluang besar kepada swasta sebagai pengelolanya.
Haram
hukumnya komersialisasi dan privatisasi air dari sumber mata air yang melimpah
(selain sumur milik pribadi). Tidak boleh air dianggap komoditas ekonomis
dengan hak guna usaha dan hak pakai air. Hak guna usaha memberi peluang
perorangan atau badan usaha swasta untuk mengelola air dengan izin pemerintah
pusat atau pemerintah daerah. Ujung-ujungnya yang akan terjadi adalah kesulitan
masyarakat miskin mendapatkan air murah. Artinya, muaranya justru krisis
pemenuhan kebutuhan akan air. Apa jadinya bila seluruh aset air milik publik
jatuh ke tangan swasta, lokal atau asing. Tarif air di Manila, Filipina, yang
semula sebesar 8,78 peso (setara Rp 1.750) per meter kubik naik menjadi sekitar
Rp 3.100 setelah privatisasi yang diarsiteki Bank Dunia melalui International
Finance Corporation (IFC)-nya.
Di kemudian, tarif terus naik setiap tahun dan sebagian warga di pelosok pun belum juga mengakses air. Menurut studi Freedom From Debt (FDC) Filipina, sejak privatisasi, mutu pelayanan jalan di tempat. Tahun 1997-2001, tingkat kehilangan air terus meningkat dari 45,2 persen menjadi 48,3 persen.
Privatisasi air di Filipina hanya satu contoh risiko yang bisa muncul. Lazimnya korporasi, pertanggungjawaban tertuju pada pemilik modal, bukan publik. Faktanya langkah paling mudah terpikir adalah menaikkan tarif. Bahkan, bisa jadi hingga 500 persen, seperti yang pernah terjadi di Filipina.
Di kemudian, tarif terus naik setiap tahun dan sebagian warga di pelosok pun belum juga mengakses air. Menurut studi Freedom From Debt (FDC) Filipina, sejak privatisasi, mutu pelayanan jalan di tempat. Tahun 1997-2001, tingkat kehilangan air terus meningkat dari 45,2 persen menjadi 48,3 persen.
Privatisasi air di Filipina hanya satu contoh risiko yang bisa muncul. Lazimnya korporasi, pertanggungjawaban tertuju pada pemilik modal, bukan publik. Faktanya langkah paling mudah terpikir adalah menaikkan tarif. Bahkan, bisa jadi hingga 500 persen, seperti yang pernah terjadi di Filipina.
Air
Bagian Dari Kepemilikan Umum
Menurut An Nabhany dalam kitab An-Nidzam Al-Iqtishadiy Fiil Islam, kepemilikan umum adalah izin as Syari’ (Allah SWT) kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan benda. Sedangkan benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang dinyatakan oleh as Syari’ bahwa benda-benda tersebut adalah untuk suatu komunitas, di mana mereka masing-masing saling membutuhkan dan melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang atau sekelompok kecil orang. Pengertian ini didasarkan dari hadits nabi SAW : “Manusia itu berserikat dalam tiga perkara, yaitu: air, padang rumput dan api (BBM, gas, listrik, dsb)” [HR. Abu Dawud]
Dari pengertian di atas, jelas bahwa Allah SWT telah menjadikan air untuk manusia (milik umum). Semua air yang ada di sungai, danau, laut ataupun air tanah yang berasal dari hujan bukanlah ciptaan manusia, melainkan ciptaan Allah. Air tersebut dapat langsung dipergunakan oleh manusia. Tugas manusia hanyalah membersihkan air, meningkatkan kualitasnya, melestarikan keberadaannya dan mendistribusikannya. Karena itu, air merupakan bahan baku yang diperuntukkan bagi manusia semuanya.
Karena air merupakan milik umum, sejatinya masyarakat memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan air yang memang merupakan bagian dari miliknya secara kolektif. Atas dasar paradigma inilah Islam menetapkan negara Islam/ Khalifah –yang mewakili rakyat– mengatur produksi dan distribusi air tersebut untuk rakyat. Negara Islam tidak boleh memungut harga dari rakyat, karena air itu merupakan milik umum. Negara Islam (negara yang sah menurut hukum Allah Swt.) hanya boleh memungut tarif sebagai kompensasi produksi dan distribusi barang-barang tersebut, bukan untuk mengeruk keuntungan dari rakyat.
Penutup
Air, termasuk juga listrik, minyak bumi dan barang tambang lainnya adalah kekayaan yang diciptakan Allah SWT untuk menjadi milik umat yang tidak boleh dirampas oleh siapapun. Jika negara Khilafah Islam menguasainya, maka itu untuk mencegah agar tidak dikuasai swasta. Yang lebih penting dari itu, agar negara Khilafah dapat mengatur pemanfaatan untuk kepentingan seluruh rakyat karena merekalah pemilik yang sesungguhnya.
Syariat Islam
Tentang Sumber Daya Air
Tidak ada komentar:
Posting Komentar