Cara Membasmi Korupsi
Metode Mengatasi Korupsi
{{LANJUTAN DARI ARTIKEL SEBELUMNYA}}
III. SOLUSI ISLAM DALAM MENGATASI
KEBOBROKAN BIROKASI
Pemerintahan
yang bersih dan baik, dengan kata lain, birokrasi yang bersih dan baik,
haruslah dibangun secara sistematis dan terus menerus. Pola pikir yang
dikotomis, apakah upaya membangun pribadi yang baik atau upaya membangun sistem
yang baik, ibarat memilih telur atau ayam yang harus didahulukan. Pola pikir
yang demikian ini tidaklah tepat, karena memang tidak bisa memisahkan antara
kedua sisi ini. Individu yang baik tidak mungkin terproduksi massal dari sebuah
sistem yang buruk, demikian pula sistem yang baik, tidak akan berarti banyak
bila dijalankan oleh orang-orang yang korup.
Yang harus dilakukan adalah membina
masyarakat secara terus menerus agar menjadi individu yang baik, yang menyadari
bahwa pemerintahan yang baik hanya dapat dibangun oleh orang yang baik dan
sistem yang baik. Masyarakat juga terus menerus disadarkan, bahwa hanya sistem terbaiklah, yang bisa
memberi harapan bagi mereka, menjamin keadilan, melayani dengan keikhlasan dan
melindungi rakyatnya. Rakyat juga harus disadarkan, bahwa para pemimpin
haruslah orang yang baik, jujur, amanah, cerdas, profesional serta pembela
kebenaran dan keadilan Islam. Masyarakat juga perlu disadarkan bahwa sistem
yang baik dan pemimpin yang baik tidak bisa dibiarkan menjalankan pemerintahan
sendiri, mereka harus terus dijaga, dinasehati, diingatkan dengan cara yang
baik.
1.
Kesempurnaan Sistem
Kesempurnaan
sistem Islam terlihat dari aturan yang jelas tentang penggajian, larangan suap
menyuap, kewajiban menghitung dan melaporkan kekayaan, kewajiban pemimpin untuk
menjadi teladan, sistem hukum yang sempurna. Sistem penggajian yang layak adalah
keharusan. Para pejabat adalah pengemban amanah yang berkewajiban melaksanakan
amanah yang diberikan kepadanya.
Untuk menjamin
profesionalitas aparat negara Khilafah, maka mereka sesudah diberi penghasilan
yang cukup, sekaligus dilarang untuk mengambil kekayaan negara yang lain. Guna
mencegah terjadinya abuse of power, Khalifah Umar bin Khattab misalnya,
melarang para pejabat berdagang. Umar memerintahkan kepada semua pejabat agar berkonsentrasi
penuh pada pekerjaannya, dan sekaligus menjamin seluruh kebutuhan hidup aparat
negara dan keluarganya. Seorang guru anak-anak, diberi gaji 15 dinar (63,75
gram emas) tiap bulannya oleh Umar. Artinya, misal harga emas Rp75.000/gram,
sang guru bisa mendapat gaji Rp. 4.781.250 perbulan pada masa sekarang ini.
Padahal gaji guru anak-anak (TK-SD) di negeri kita saat ini berkisar antara
tiga ratus ribu sampai satu juta. Dan ini terjadi lebih dari 14 abad yang lalu.
Sistem
Islam juga melarang aparat negara menerima suap dan hadiah/hibah. Suap
adalah harta yang diberikan kepada seorang penguasa, hakim, atau aparat
pemerintah lainnya dengan maksud untuk memperoleh keputusan mengenai suatu
kepentingan yang semestinya wajib diputuskan olehnya tanpa pembayaran dalam
bentuk apapun. Setiap bentuk suap, berapapun nilainya dan dengan jalan apapun
diberikannya atau menerimanya, haram hukumnya. Allah SWT SWT berfirman:
﴿وَلاَ
تَأْكُلُوْا
أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ
وَتُدْلُوْا
بِهَا إِلَى
الْحُكَّامِ
لِتَأْكُلُوْا
فَرِيقًا مِنْ
أَمْوَالِ
النَّاسِ
بِالْإِثْمِ
وَأَنْتُمْ
تَعْلَمُوْنَ﴾
“Dan janganlah ada sebagian kalian
makan harta benda sebagian yang lain dengan jalan batil, dan janganlah
menggunakannya sebagai umpan (untuk menyuap) para hakim dengan maksud agar
kalian dapat makan harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kalian
mengetahui (hal itu).” (QS. Al
Baqarah [2]; 188)
Rasulullah SAW
juga melarang praktek suap ini.
»لَعَنَ
رَسُوْلُ
اللهُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
الرَّاشِيَ
وَالْمُرْتَشِيَ
وَالرَّائِشِ
بَيْنَهُمَا«
“Rasulullah SAW melaknat penyuap,
penerima suap dan orang yang menyaksikan penyuapan.” (HR. Ahmad, Thabrani,
Al-Bazar dan Al-Hakim)
Adakalanya
suap diberikan dengan maksud agar pejabat yang bersangkutan tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana mestinya. Suap jenis inipun amat dihindari oleh para
Sahabat Nabi SAW. Rasulullah SAW pernah mengutus Abdullah bin Rawahah ke daerah
Khaibar (daerah Yahudi yang baru ditaklukkan kaum muslimin) untuk menaksir
hasil panen kebun kurma daerah itu. Sesuai dengan perjanjian, hasil panen akan
dibagi dua dengan orang-orang Yahudi Khaibar. Tatkala Abdullah bin Rawahah tengah
bertugas, datang orang-orang Yahudi kepadanya dengan membawa perhiasan yang
mereka kumpulkan dari istri-istri mereka, seraya berkata; “perhiasan itu untuk
anda, tetapi ringankanlah kami dan berikan kepada kami bagian lebih dari
separuh”. Abdullah bin Rawahah menjawab ; “Hai kaum Yahudi, demi Allah SWT,
kalian memang manusia-manusia hamba Allah SWT yang paling kubenci. Apa yang
kalian lakukan ini justru mendorong diriku lebih merendahkan kalian. Suap yang
kalian tawarkan itu adalah barang haram dan kaum muslimin tidak memakannya!”
Mendengar jawaban itu mereka serentak menyahut ; “karena itulah langit dan bumi
tetap tegak”
Hadiah
atau hibah adalah harta yang diberikan kepada penguasa atau aparatnya sebagi
pemberian. Perbedaannya dengan suap, bahwa hadiah itu diberikan bukan sebagai
imbalan atas suatu kepentingan, karena si pemberi hadiah telah terpenuhi
keinginannya, baik secara langsung maupun melalui perantara. Hadiah atau hibah
yang diberikan atas dasar pamrih tertentu, agar pada suatu ketika ia dapat memperoleh
kepentingannya dari penerima hadiah/hibah, hadiah semacam ini diharamkan dalam
sistem Islam. Rasulullah SAW bersabda:
«هَدَايَا
الْحُكَّامِ
سُحْتٌ
وَهَدَايَا الْقُضَّاةِ
كُفْرٌ»
“Hadiah yang diberikan kepada para penguasa
adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.” (HR. Imam
Ahmad)
Imam Bukhari
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda
“Amma ba’du,
aku telah mempekerjakan beberapa orang di antara kalian untuk melaksanakan
tugas yang dipercayakan Allah SWT kepadaku. Kemudian salah seorang dari mereka
itu datang dan berkata; “ini kuserahkan kepada Anda, sedangkan ini adalah
hadiah yang diberikan orang kepadaku.” Jika apa yang dikatakannya itu benar,
apakah tidak lebih baik kalau ia duduk saja di rumah ayah atau ibunya sampai
hadiah itu datang kepadanya? Demi Allah SWT, siapapun di antara kalian yang
mengambil sesuatu dari zakat itu tanpa haq, maka pada hari kiamat kelak akan
menghadap Allah SWT sambil membawa apa yang diambilnya itu.”
Hadits di atas
menunjukan, bahwa hadiah pada umumnya diberikan orang kepada pejabat tertentu
karena jabatannya. Seandainya ia tidak menduduki jabatan itu, tentulah hadiah
itu tidak akan datang kepadanya.
Penghitungan
Kekayaan. Untuk menjaga dari perbuatan curang, Khalifah Umar menghitung
kekayaan seseorang di awal jabatannya
sebagai pejabat negara, kemudian menghitung ulang di akhir jabatan. Bila
terdapat kenaikan yang tidak wajar, Umar memerintahkan agar menyerahkan
kelebihan itu kepada Baitul mal, atau membagi dua kekayaan tersebut, separo
untuk Baitul mal dan sisa separonya diserahkan kepada yang bersangkutan.
Muhammad bin Maslamah ditugasi Khalifah Umar membagi dua kekayaan penguasa (gubernur)
Bahrain, Abu Hurairah; penguasa Mesir, Amr bin Ash; penguasa Kufah, saad bin
Abi Waqqash. Jadi, Umar telah berhasil mengatasi secara mendasar sebab-sebab
yang menimbulkan kerusakan mental para birokrat. Upaya penghitungan kekayaan
tidaklah sulit dilakukan bila semua sistem mendukung, apalagi bila masyarakat
turut berperan mengawasi perilaku birokrat.
Keteladanan
pemimpin adalah langkah selanjutnya yang diharuskan sistem Islam. Dalam sistem Islam, seorang calon pemimpin
mengikuti proses seleksi yang sangat ketat dan panjang. Seseorang, tidak
mungkin menjadi pemimpin di sebuah propinsi, tanpa melalui proses seleksi
alamiah di tingkat bawahnya. Pola dasar yang memunculkan seorang pemimpin
mengikuti pola penentuan seorang imam shalat. Seorang imam shalat adalah orang
yang paling berilmu, shaleh, paling baik bacaan shalatnya, paling bijaksana.
Seorang imam shalat adalah orang terbaik di lingkungan jamaahnya. Dari sinilah
sumber kepemimpinan itu berasal. Pola ini secara alamiah, sadar atau tidak
sadar, akan diikuti dalam penentuan kepemimpinan tingkat atasnya. Seorang
khalifah (kepala negara) tentulah bersumber dari imam-imam terbaik yang ada di
negara tersebut. Oleh karena setiap pemimpin merupakan orang terbaik di
lingkungannya, maka dapat dipastikan mereka adalah orang yang kuat keimanannya,
tinggi kapabilitas dan sekaligus akseptabilitasnya. Pemimpin seperti inilah
yang akan menjadi teladan, baik bagi para birokrat bawahannya, maupun bagi
rakyatnya.
Penegakan
hukum Islam merupakan aspek penting lainnya yang harus dijalankan dalam
sistem Islam. Hukuman dalam Islam mempunyai fungsi sebagai pencegah. Para
koruptor akan mendapat hukuman yang setimpal dengan tindak kejahatannya. Para
koruptor kelas kakap, yang dengan tindakannya itu bisa mengganggu perekonomian
negara, apalagi bisa memperbesar angka kemiskinan, dapat diancam dengan hukuman
mati, di samping hukuman kurungan. Dengan begitu, para koruptor atau calon
koruptor akan berpikir berulang kali untuk melakukan aksinya. Apalagi, dalam
Islam, seorang koruptor dapat dihukum tasyir, yaitu berupa pewartaan
atas diri koruptor. Pada zaman dahulu mereka diarak keliling kota, tapi pada
masa kini bisa menggunakan media massa.
2.
Kualitas Sumber Daya Manusia
Sistem Islam
menanamkan iman kepada seluruh warga negara Khilafah, terutama para pejabat
negara Islam. Dengan iman, setiap pegawai Khilafah merasa wajib untuk taat
kepada aturan Allah SWT. Orang beriman sadar akan konsekuensi dari ketaatan
atau pelanggaran yang dilakukannya, karena tidak ada satupun perbuatan manusia
yang tidak akan dihisab. Segenap anggota atau bagian tubuh akan bersaksi atas segala
perbuatan kita. Allah SWT berfirman:
﴿حَتَّى
إِذَا مَا
جَاءُوْهَا
شَهِدَ عَلَيْهِمْ
سَمْعُهُمْ
وَأَبْصَارُهُمْ
وَجُلُوْدُهُمْ
بِمَا
كَانُوْا
يَعْمَلُوْنَ﴾
“Sehingga apabila mereka sampai ke
neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka
tentang apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Fushshilat [41]; 20)
Manusia
memang menyangka bahwa Allah SWT tidak tahu apa yang mereka lakukan, termasuk
tindakan korupsi yang disembunyikan. Hanya orang yang beriman saja yang yakin
bahwa perbuatan seperti itu diketahui Allah SWT dan disaksikan oleh
anggota/bagian tubuh kita yang akan melaporkannya kepada Allah SWT. Inilah
pengawasan melekat yang sungguh-sungguh melekat.
﴿وَمَا
كُنْتُمْ
تَسْتَتِرُوْنَ
أَنْ يَشْهَدَ
عَلَيْكُمْ
سَمْعُكُمْ
وَلاَ أَبْصَارُكُمْ
وَلاَ
جُلُوْدُكُمْ
وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ
أَنَّ اللهَ
لاَ يَعْلَمُ
كَثِيْرًا
مِمَّا
تَعْمَلُوْنَ
(22) وَذَلِكُمْ
ظَنُّكُمُ
الَّذِيْ
ظَنَنْتُمْ
بِرَبِّكُمْ
أَرْدَاكُمْ
فَأَصْبَحْتُمْ
مِنَ
الْخَاسِرِيْنَ﴾
“kamu sekali-kali tidak dapat
bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu.
Bahkan kamu mengira bahwa Allah SWT tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang
kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka
terhadap Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk
orang-orang yang merugi” (QS
Fushshilat [41]; 22-23)
Dengan
iman akan tercipta mekanisme pengendalian diri yang handal. Dengan iman pula
para birokrat Khilafah, juga semua rakyat Negara Islam, akan berusaha keras
mencari rizki secara halal dan memanfaatkannya hanya di jalan yang diridhai
Allah SWT. Rasulullah SAW menegaskan, bahwa manusia akan ditanya tentang
umurnya untuk apa ia manfaatkan, tentang masa mudanya ke mana ia lewatkan,
tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa, serta tentang ilmunya
untuk apa ia gunakan. Bagi birokrat sejati, lebih baik memakan tanah daripada
menikmati rizki haram.
Motivasi
positif ini kemudian akan mendorong mereka untuk secara sungguh-sungguh
meningkatkan kualitas, kapasitas dan profesionalismenya. Karena hanya dengan
kemampuan yang semakin tinggilah mereka bisa semakin mengoptimalkan pelaksanaan
tugas mulianya sebagai aparat pemerintah Khilafah Islamiyah. Mereka menyadari
bahwa tugas utama mereka adalah melayani rakyat Daulah Khilafah. Wajib atas
mereka melaksanakan amanah itu dengan jujur, adil, ikhlas dan taat kepada
aturan negara Islam, yang tidak lain adalah syariat Islam.
3.
Sistem Kontrol yang Kuat
Kontrol merupakan satu instrumen
penting yang harus ada dalam membangun pemerintahan Islam yang bersih dan baik.
Kontrol bukan saja dilakukan secara internal, oleh pemimpin Khilafah kepada
bawahannya, melainkan juga oleh rakyat Khilafah kepada aparat negara Khilafah.
Kesadaran dan pemahaman akan pentingnya kontrol ini, haruslah dimiliki oleh
segenap pemimpin pemerintahan Islam, para aparat di bawahnya dan oleh segenap rakyat
Daulah Islamiyah.
Semua orang harus menyadari bahwa
keinginan untuk membangun pemerintahan Khilafah yang baik hanya dapat dicapai
dengan bersama-sama melakukan fungsi kontrolnya. Dalam sejarah kepemimpinan
pemerintahan Islam, tercatat, bagaimana Khalifah Umar bin Kattab telah
mengambil inisiatif dan sekaligus mendorong rakyatnya untuk melakukan kewajibannya
mengontrol pemerintah. Khalifah Umar di awal kepemimpinannya berkata: “apabila
kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskanlah aku walaupun
dengan pedang” Lalu seorang laki-laki menyambut dengan lantang “kalau begitu, demi Allah SWT, aku akan
meluruskanmu dengan pedang ini.” Melihat itu Umar bergembira, bukan
menangkap atau menuduhnya menghina kepala negara Khilafah.
Pengawasan oleh masyarakat akan tumbuh
apabila masyarakat hidup dalam sebuah sistem yang menempatkan aktifitas
pengawasan (baik kepada penguasa maupun sesama warga) adalah sebuah aktifitas
wajib lagi mulia. Melakukan pengawasan dan koreksi terhadap penguasa hukumnya
adalah wajib. Ketaatan kepada penguasa tidak berarti harus mendiamkan mereka. “Allah
SWT telah mewajibkan kepada kaum muslimin untuk melakukan koreksi kepada
penguasa mereka. Dan sifat perintah kepada mereka agar merubah para penguasa
tersebut bersifat tegas; apabila mereka merampas hak-hak rakyat, mengabaikan
kewajiban-kewajiban rakyat, melalaikan salah satu urusan rakyat, menyimpang
dari hukum-hukum Islam, atau memerintah dengan selain hukum yang diturunkan
oleh Allah SWT”. (Taqiyuddin
An-Nabhani; Sistem Pemerintahan Islam, Al-Izzah, terbitan 1996)
Allah SWT berfirman;
﴿وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ
أُمَّةٌ
يَدْعُوْنَ إِلَى
الْخَيْرِ
وَيَأْمُرُوْنَ
بِالْمَعْرُوْفِ
وَيَنْهَوْنَ
عَنِ
الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ
هُمُ
الْمُفْلِحُوْنَ﴾
“Hendaknya ada di antara kalian,
sekelompok umat yang mengajak kepada kebaikan serta menyeru pada kema’rufan dan
mencegah dari kemunkaran” (QS Ali
Imran [3]; 104).
Dari Abi Sa’id Al
Khudri yang menyatakan Rasulullah SAW bersabda:
»مَنْ
رَأَى
مِنْكُمْ
مُنْكَراً
فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ
فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِلِساَنِهِ،
فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ
وَذَلِكَ
اَضْعَفُ
اْلإِيْماَنِ«
“Siapa saja di antara kalian yang
melihat kemunkaran, maka hendaknya dia merubahnya dengan tangannya. Apabila
tidak mampu, maka dengan lisannya. Apabila tidak mampu, maka dengan hatinya.
Dan itulah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim)
Dari Ummu ‘Atiyah
dari Abi Sa’id yang menyatakan Rasululah SAW bersabda:
»أَفْضَلُ
الْجِهَادِ
كَلِمَةُ
حَقٍّ اِلَى حَاكِمٍ
ظاَلِمٍ«
“Sebaik-baik jihad adalah
(menyatakan) kata-kata yang haq di depan penguasa yang dlalim” (HR. Ahmad)
»سَيِّدُ
الشُّهَداَءِ
حَمْزَةٌ
وَرَجُلٌ قاَمَ
اِلَى
حَاكِمٍ
ظاَلِمٍ
يُنَصِّحَهُ َقَتَلَهُ«
“Penghulu para syuhada adalah
Hamzah, serta orang yang berdiri di hadapan seorang penguasa yang dzalim, lalu
memerintahkannya (berbuat makruf) dan mencegahnya (berbuat munkar), lalu
penguasa itu membunuhnya” (HR. Hakim dari Jabir)
Hadits ini merupakan bentuk
pengungkapan yang paling tegas, yang mendorong agar berani menanggung semua
resiko, sekalipun resiko mati, dalam rangka melakukan koreksi terhadap para
penguasa, serta menentang mereka yang dzalim itu.
IV. PENUTUP
Membangun
pemerintahan yang bersih dan baik bukanlah pekerjaan yang mudah. Dia akan
menggerakkan segenap aspek kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan. Dia juga
membutuhkan dukungan dari segenap aparat pemerintahan, masyarakat dan sistem
yang baik, yaitu sistem Islam. Hanya dengan pemilihan akan sistem yang
terbaiklah, maka upaya membangun pemerintahan yang baik itu akan menemukan
jalan yang jelas.
Membangun
pemerintahan yang baik (pemerintahan Khilafah Islam) bukanlah pekerjaan yang
mudah. Dia merupakan pekerjaan besar yang harus diawali dari pemahaman dasar
atas visi dan misi pemerintahan Islam. Oleh karena itu, pilihan utama atas
ideologi apa yang akan dijadikan landasan pembangunan pemerintahan, akan
menentukan terbuka atau tidaknya harapan, bagi upaya penciptaan pemerintahan
yang baik itu. Pemerintahan yang baik (Islami) hanya bisa dicapai, bila ideologi
yang menjadi pilihan adalah ideologi yang paling benar, yaitu ideologi Islam.
Di atas ideologi yang paling benar itulah, akan dibangun sistem yang baik dan
individu-individu yang tangguh.
Sistem
Islam (syariat Islam) telah menunjukkan kemampuannya yang luar biasa.
Kemampuannya bertahan hidup dalam rentang waktu yang demikian panjang (lebih 12
abad), meski dengan berbagai macam penyimpangan dan pengkhianatan oleh para
penyelenggaranya, telah menegaskan kapabilitas sistem yang belum ada
tandingannya sampai saat ini, dan hingga akhir jaman. Dengan begitu jawaban
atas kebutuhan akan hadirnya pemerintahan yang baik itu adalah dengan
menjadikan Islam sebagai Ideologi dan syariat Islam sebagai aturan kehidupan
pemerintahan dan kemasyarakatan. Dengan syariat Islam itulah kita
membangun pemerintahan yang bersih dan baik, sekaligus mencetak aparat pemerintahan Khilafah yang handal.
Wallahu’alam.
Diolah dari
artikelnya Drs. Sepriyanto: SYARIAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN “CLEAN GOVERNANCE
AND GOOD GOVERNMENT”
Cara Membasmi Korupsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar