Masa jabatan seorang wali di wilayahnya tidak boleh diperpanjang
BAB
KEWALIAN
PASAL
91
Masa jabatan seorang wali di wilayahnya tidak boleh diperpanjang. Seorang wali boleh diberhentikan dari
jabatannya, apabila ia memiliki pengaruh yang kuat di wilayahnya atau
masyarakat sudah begitu mengkultuskannya.
KETERANGAN
Sebaiknya masa tugas seorang wali dalam suatu wilayah
tidak lama, bahkan dia harus segera dipurnatugaskan, apabila orang tersebut
telah nampak memiliki kekuatan di daerahnya, atau terjadinya fitnah yang
melanda orang-orang dengan kedudukannya tersebut.
Hal
itu adalah karena Rasulullah SAW biasanya mengangkat wali dengan masa tugas
tertentu, kemudian beliau memberhentikannya. Di mana tidak ada seorang wali
pun yang tetap menjadi wali di daerahnya sepanjang hayat Rasulullah SAW.
Semuanya itu menunjukkan, bahwa wali tidak boleh menjadi wali dengan kekuasaan
yang terus-menerus (langgeng), tetapi harus diangkat dengan masa tugas tertentu
lalu diberhentikan. Hanya saja, kalau masa tugas kewalian tersebut lama atau
sebentar, tidak pernah ditetapkan oleh satu perbuatan Nabi pun. Semuanya ini
hanya dibuktikan, bahwa pada masa Rasulullah tidak pernah beliau mengangkat
wali dalam satu negeri dengan tetap menjadi wali terus-menerus selama masa
kepemimpinan beliau, tetapi yang pasti adalah beliau mengangkat seorang wali
lalu beliau memberhentikannya. Di samping itu dengan adanya masa tugas yang
lama pada masa kewalian Mu'awiyah di Syam di masa Umar dan masa Utsman telah
nampak, bahwa hal itu telah membawa akibat munculnya fitnah yang telah
menggoncang kekuatan kaum muslimin. Dari kasus Mu'awiyah tersebut bisa
difahami, bahwa dengan adanya masa tugas yang lama bagi seorang wali dalam
wilayahnya, bisa melahirkan ancaman (bahaya) bagi kaum muslimin serta negara
Islam. Karena itulah, maka muncul pemikiran agar masa tugas wali tidak
diperlama.
PASAL
92
Tidak boleh memutasikan seorang wali dari satu wilayah ke
wilayah yang lain, karena kedudukannya bersifat umum untuk setiap masalah,
walaupun terbatas pada wilayah tertentu. Seorang wali boleh diberhentikan
kemudian diangkat lagi di tempat lain.
KETERANGAN
Seorang wali tidak boleh dipindah-pindahkan begitu saja
dari suatu daerah ke daerah lain, sebab wewenang kewaliannya umum yang meliputi
semua wewenang, dengan tempat tugas tertentu. Namun,
dia bisa dipurnatugaskan kemudian diangkat untuk yang kedua kalinya.
Sebagaimana
yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, di mana beliau senantiasa
memberhentikan para wali. Dan belum pernah ada satu riwayat pun yang
menyebutkan bahwa beliau memindahkan wali dari suatu tempat ke tempat lain. Di
samping itu, kewalian tersebut merupakan salah satu akad, yang bisa sempurna
dengan adanya pernyataan yang jelas. Dalam pengangkatan seseorang untuk menjadi
wali di suatu daerah atau negeri, seharusnya tempat yang akan dia pimpin harus
ditetapkan. Di mana dia akan tetap memimpin di situ, selama tidak diberhentikan
oleh khalifah. Apabila dia tidak diberhentikan, maka dia tetap menjadi wali di
situ. Apabila dia dipindahkan begitu saja ke tempat lain, maka dengan
pemindahan ini dia belum bisa dianggap diberhentikan dari tempatnya semula. Di
mana dia juga belum bisa dianggap menjadi wali di daerahnya yang baru saja dia
dipindahkan. Karena pencabutannya dari suatu tempat semula, membutuhkan
pernyataan yang tegas bahwa dia telah diberhentikan dari daerah tersebut. Dan
pengangkatannya di tempat lain, tempat di mana dia dipindahkan tadi, juga
membutuhkan akad pengangkatan yang baru, khusus di tempat tersebut.
Oleh
karena itu, seorang wali tidak boleh dipindahkan begitu saja dari suatu tempat
ke tempat lain, melainkan dia diberhentikan dahulu dari suatu tempat, kemudian
baru diangkat ke daerah lain yang baru, yang menjadi tempat barunya.
PASAL
93
Wali diberhentikan, apabila khalifah melihatnya layak
untuk diberhentikan; atau apabila Majelis Umat menyatakan ketidakpuasan
kepadanya, baik disertai alasan atau tidak; atau apabila seluruh penduduk
wilayah itu menampakkan rasa benci terhadapnya. Pemberhentiannya hanya
dilakukan oleh Khalifah.
KETERANGAN
Dalilnya adalah kenyataan bahwa Rasulullah pernah
mengangkat Mu’adz sebagai wali dan kemudian memberhentikannya tanpa diketahui
sebabnya. Rasul juga pernah memberhentikan Ala ibn
al-Hadhrami sebagai amil di Bahrain karena ada pengaduan dari Abd Qays.
Demikian pula Umar; beliau pernah memberhentikan para wali, baik karena ada
alasan tertentu ataupun tidak. Beliau misalnya pernah memberhentikan Ziyad ibn
Abi Sufyan tanpa memberikan alasannya, dan memberhentikan Sa’ad ibn Abi Waqas
karena ada pengaduan dari rakyatnya.
PASAL
94
Khalifah wajib meneliti dan mengawasi pekerjaan dan
tindak-tanduk setiap wali dengan sungguh-sungguh. Khalifah dapat menunjuk
wakil-wakilnya untuk mengungkapkan keadaan para wali, mengadakan pemeriksaan
terhadap mereka, mengumpulkan mereka satu persatu atau sebagian dari mereka
sewaktu-waktu, dan mendengar pengaduan-pengaduan rakyat terhadapnya.
KETERANGAN
Sebagaimana
Nabi SAW pernah menanyai – untuk mengetahui apa dan bagaimana yang akan mereka
lakukan – para wali beliau ketika beliau mengangkat mereka. Seperti yang pernah
beliau lakukan terhadap Mu’adz Bin Jabal dan Abu Musa Al Asy'ari. Lalu beliau
menjelaskan kepada mereka bagaimana seharusnya mereka mengambil tindakan.
Seperti halnya yang juga beliau lakukan terhadap Amru Bin Hazm, lalu beliau
mengingatkan mereka terhadap beberapa masalah penting. Juga seperti yang beliau
lakukan terhadap Aban Bin Sa'id ketika beliau mengangkatnya untuk menjadi wali
di Bahrain. Beliau bersabda kepadanya: "Mintalah nasihat kebaikan,
kepada Abdi Qais dan hormatilah tokoh-tokoh (pemuka-pemuka) mereka."
Hal
itu juga nampak, ketika beliau mengoreksi tindakan para wali, serta menyelidiki
keadaan mereka serta mendengarkan informasi-informasi tentang mereka yang
disampaikan kepada beliau. Beliau juga mengoreksi tindakan para wali yang
ditugasi mengambil kharaj dan harta kekayaan yang lain. Diriwayatkan dari Abi
Sa'id As Sa'idi yang mengatakan: "Bahwasanya
Rasulullah SAW mempekerjakan Ibnu Utaibiyah sebagai pengumpul zakat dari
orang-orang Bani Sulaim. Seusai melaksanakan tugasnya, Ibnu Utaibiyah menghadap
Rasulullah SAW kemudian berkata: "Ini kuserahkan kepada Anda, sedangkan
ini adalah hadiah yang telah diberikan orang kepadaku." Seketika itu pula
beliau berdiri lalu berbicara kepada orang banyak. Setelah mengucapkan puji
syukur ke hadirat Allah SWT. beliau antara lain bersabda: "Bagaimana sampai ada seorang amil yang
aku utus kemudian datang menghadap (kepadaku) lalu berkata: "Ini untuk
Anda, dan ini (yang dihadiahkan orang) untukku." Apakah tidak lebih baik
dia duduk saja di rumah ayah atau ibunya sampai dia melihat hadiah itu datang
dengan sendirinya. Demi Dzat Yang jiwaku dalam genggaman-Nya, dia tidak akan
memperolah sesuatu (dari harta yang bukan haknya) selain dia akan menghadap
kepada Allah pada Hari Kiamat kelak dengan memikul di atas pundaknya. Apabila
berupa unta, atau sapi yang mempunyai suara, atau kambing yang sudah mengembek,
maka dia akan mengangkat (semuanya tadi dengan) tangannya hingga kami bisa
melihat kedua penutup – bulu – ketiaknya."
Umar
Bin Khattab bahkan terus-menerus mengawasi para wali beliau. Beliau pernah
mengangkat Muhammad Bin Maslamah untuk menyelidiki dan memeriksa keadaan
mereka. Beliau biasanya mengumpulkan para wali beliau pada musim haji, untuk
mengetahui – lebih dekat – terhadap apa yang telah mereka lakukan, serta untuk
mendengarkan keluhan-keluhan rakyat tentang mereka. Termasuk untuk menelaah
urusan-urusan rakyat bersama-sama mereka, di samping ingin mengetahui keadaan
mereka secara langsung. Diriwayatkan dari Umar, bahwa suatu ketika beliau
pernah bertanya kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya: "Bagaimana
menurut pendapat Anda, kalau aku mempekerjakan orang untuk (memimpin) kalian,
yang sepengetahuanku dia baik, lalu aku memerintahkannya berbuat adil. Apakah
aku harus menetapkan (membiarkan) orang yang menurutku (baik) tadi?"
Mereka menjawab: "Benar." Lalu beliau berkata: "Tidak,
sampai aku mengetahui pekerjaannya. Apakah dia melakukan seperti yang aku
perintahkan atau tidak"
Karena
saking ketatnya kontrol Umar terhadap para wali dan amilnya, dan saking
ketatnya dalam mengoreksi mereka, maka kadang beliau memberhentikan salah
seorang di antara mereka hanya karena bukti-bukti yang masih samar, belum
benar-benar pasti. Kadang beliau memberhentikan bahkan hanya karena ragu
terhadap mereka, bukan karena ada bukti-bukti yang samar. Suatu ketika beliau
pernah ditanya, lalu beliau menjawab: "Ada sesuatu yang jelek, di mana
lebih baik bagi suatu kaum, kalau aku ganti pimpinannya untuk menggantikan yang
lain." Sekalipun sedemikian ketatnya dalam mengawasi mereka, di mana
beliau membiasakan mereka agar mau menerima (kritik maupun saran), serta
mempertahankan kehormatan mereka ketika memimpin pemerintahan, namun beliau
juga masih mau mendengarkan alasan-alasan dari mereka. Apabila alasan tersebut
bisa memuaskan beliau, beliau juga tidak akan menutup-nutupi kepuasannya
terhadap alasan tersebut, bahkan setelah itu beliau memuji amilnya.
Suatu
ketika beliau mendengar amilnya, yang ditugaskan di Hamash, yaitu Umair Bin
Sa'ad sedang berbicara di atas mimbar rakyat Hamash: "Islam senantiasa
akan kuat, selama para penguasanya tegas. Bukanlah ketegasan penguasa itu
diwujudkan dengan membunuh (yang membangkang) dengan pedang, atau memukul
dengan cambuk, melainkan (penguasa yang tegas adalah) yang memutuskan dengan
cara yang haq serta mengambil dengan cara yang adil." Lalu Umar
berkata: "Aku sangat gembira. Kalau seandainya aku mempunyai
orang-orang (yang menjadi pejabatku) seperti Umair Bin Sa'ad niscaya aku akan
memintanya agar membantu menyelesaikan tugas-tugas yang diemban terhadap kaum
muslimin."
Masa jabatan seorang wali di wilayahnya tidak boleh diperpanjang
Hizbut Tahrir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar