Contoh Istiqomah
Cara Istiqomah
Tetap Istiqomah
Istiqomah adalah sikap hidup seorang muslim di dalam
menjalani kehidupan ini. Ia berjalan lurus ke depan menuju keridhoan Allah. Sufyan
bin Abdullah Ats Tsaqafy r.a. pernah meminta mutiara nasihat kepada Rasulullah
saw. untuk memandu jalan hidupnya. Ia mengatakan: “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepada saya
suatu kalimat yang menyimpulkan pengertian Islam, sehingga saya tidak perlu
bertanya kepada yang lain”. Nabi Muhammad saw. menjawab: “Katakanlah aku percaya kepada Allah, kemudian tetaplah lurus (tetap
konsekuen) dengan pengakuan itu” (HR. Muslim).
Imam Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin menerangkan maksud
kalimat Rasulullah saw. itu adalah : Perbaharuilah imanmu dengan penuh
kesadaran, dengan bentuk ucapan yang disertai pengertian dan tanggung jawab
atas pengakuan ucapan tersebut. Sikap istiqomah itu itu merupakan perintah Allah kepada
Rasul-Nya. Dia SWT berfirman:
“Maka tetaplah kamu
pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang
telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Huud 112)
Menurut Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya: istiqomah adalah
terus-menerus di suatu arah tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri; maka tetap
istiqomahlah dalam mentaati perintah Allah.
Ad Darimi dalam Musnadnya meriwayatkan dari Utsman bin Hadhir
Al Azadi yang mengatakan: “Aku masuk ke
ruangan Ibnu Abbas sambil berkata: Nasihatilah aku!” Dia menjawab: “Ya,
hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah dan istiqomahlah. Ikuti Sunnah
Rasulullah dan janganlah membuat bid’ah”.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menejelaskan bahwa Allah SWT
memerintah para hamba-Nya yang mukmin agar menetapi dan mendawamkan sikap
istiqomah. Sikap istiqomah itulah yang sangat membantu kaum muslimin
mendapatkan pertolongan dan kemenangan atas musuh-musuhnya.
Bentuk-bentuk
istiqomah?
Istiqomah memegang Islam tentu pada seluruh persoalan
kehidupan. Sebab Islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Islam
mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, Sang Pencipta dan Pemeliharan alam
semesta. Dalam hal ini Islam memiliki perangkat peraturan tentang aqidah dan
ibadah. Islam mewajibkan seorang muslim memegang keimanannya kepada Islam
sampai akhir hayatnya dan mengharamkan murtad. Islam juga mewajibkan agar
seorang muslim hanya beribadah kepada Allah semata. Allah SWT berfirman:
“Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(QS.
Al Kahfi 110).
Islam memiliki seperangkat peraturan tentang makanan,
pakaian, dan akhlaq untuk mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Seorang
muslim dituntut konsisten dengan aturan-aturan itu sehingga ia tetap lurus di
jalan taqwa. Sekalipun untuk itu mungkin ia mengalami kerugian materi. Misalnya
saja, seorang yang telah berjanji untuk datang tepat waktu harus menyewa taksi
agar bisa memenuhi janji itu. Ketika seorang muslim dituntut adil, ia berlaku
adil kepada semua orang, termasuk kepada diri sendiri. Ia menjauhkan diri dari
sikap culas, yakni menuntut adil buat dirinya, tetapi melalaikan keadilan itu
terhadap orang lain, lebih-lebih kepada orang yang dianggap musuh. Seorang yang
tetap istiqomah, tetap pula keadilannya kepada orang lain, sekalipun kepada
musuhnya. Ia hanya ingin memenuhi seruan Allah:
“Hai orang-orang yang
beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al
Maidah 8).
Dengan kesadaran bahwa Allah Maha Mengetahui segala
perbuatannya, seorang muslim akan tetap istiqomah untuk segala persoalan hidup,
baik ketika ia melihat dirinya, ia berhubungan dengan Rabb-nya, maupun ketika
berubungan dengan manusia lainnya. Dalam
masalah muamalah misalnya, seorang muslim akan tetap memegang aturan Islam
dalam masalah muamalah. Ia akan berjual beli menurut hukum syariah Islam. Ia
akan meninggalkan riba, sekalipun dalam riba itu ada keuntungan materi. Jika
ada perselisihan di antara dia dengan orang lain ia akan tunduk dengan petunjuk
hukum Allah dan Rasul-Nya, sekalipun dengan hukum Allah itu mungkin dia akan
kalah dalam perkara.
Barakah dari sikap
istiqomah
Dan orang yang tetap istiqomah akan mendapatkan barakah dari
Allah SWT dengan diberi rizki oleh nya. Dia berfirman : “Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu
(agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar
(rezki yang banyak).” (QS. Al Jin 16).
Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Nabi yang termasuk
asabiqunal awwalun yang tetap istiqomah dalam perjuangan menegakkan agama Islam
baik di Makkah maupun di Madinah ternyata tidak pernah kekurangan rizki sampai
akhir hayatnya.
Demikian juga Utsman bin Affan dan sahabat-sahabat lainnya
yang ahli dalam perdagangan. Allah memastikan bahwa orang yang istiqomah adalah
tidak akan dirundung rasa takut dan sedih. Dia SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
"Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.”
(QS. Al Ahqaf 13).
Dalam ayat lain Allah SWT menyebutkan bahwa orang-orang yang
tak punya rasa takut dan sedih hati itu adalah para wali Allah. Allah SWT
berfirman: “Ingatlah, sesungguhnya
wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.” (QS. Yunus 62).
Ya, para wali Allah itu adalah orang-orang yang beriman dan
bertaqwa kepada-Nya. Mereka adalah orang-orang yang tenang dan tegar menghadapi
segala persoalan hidup, serta tenang dan tegar pula menghadapi kematian.
Ketika kaum muslimin masih terdiri dari kelompok dakwah di
Makkah, dan Quraisy pun menghadapi mereka dengan berbagai cara, termasuk dengan
cara fisik, khususnya terhadap mereka yang lemah (mustadh’afin), di antaranya
yang dilakukan Quraisy terhadap Yasir dan keluarganya. Melihat kondisi yang
menyedihkan itu, lebih-lebih Rasulullah saw. tidak punya otoritas untuk membebaskan
mereka, beliau menguatkan iman mereka dengan menyuruh bersabar. Beliau saw.
bersabda: “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesuangguhnya janji Allah untuk
kalian adalah sorga”. Sumayyah dengan tegar menghadapi kematian dengan menjawab
ucapan Rasulullah saw. itu: “Kami telah melihatnya dengan jelas wahai
Rasulullah”.
Sikap istiqomah itupun masih tetap dimiliki oleh kaum
muslimin tatakala mereka sudah memiliki negara di Madinah. Setelah perang Uhud
pernah terjadi tragedi yang menimpa enam orang pasukan intelejen kaum muslimin
di daerah Raji’. Yakni mereka dikepung Bani Hudzail. Tiga orang gugur sebagai
syahid. Tiga orang sisanya ditawan, yakni Abdullah bin Thariq, Zaid bin
Datsanah, dan Khubaib bin Adi. Abdullah bin Thariq yang berhasil melepaskan ikatan di
tangannya akhirnya mereka bunuh, sedangkan kedua sahabatnya dibawa ke Makkah
dan dijual kepada para pembesar Quraisy. Kedua sahabat rasulullah saw. dihukum
mati. Tapi keduanya yang lurus dalam iman dan amal ini dengan tenang menghadapi
kematian itu tanpa keraguanpun demi membela agama Allah. Zaid bin Datsanah
tatkala hendak dieksekusi ditanya oleh Abu Sufyan: “Hai Zaid, aku minta engkau
bersumpah demi Allah, apakah engkau senang seandainya Muhammad saat ini berada
di sisi kami untuk menggantikanmu, lalu kami penggal lehernya sedangkan engkau
dipulangkan kepada keluargamu?”. Dengan tegas Zaid menjawab: “Demi Allah,
seandainya Muhammad saat ini disakiti oleh sebuah duri di rumahnya, aku tidak
akan rela berdiam diri di tengah-tengah keluargaku”. Mendengar ucapan yang
tegas dan mengagumkan itu Abu Sufyan berkata kepada orang-orang yang hadir di
tempat pembantaian itu : “Aku tidak pernah melihat seorang manusia yang mencintai
seseorang seperti cintanya para sahabat Muhammad mencintai Muhammad”. Khubaib
bin Adi yang dieksekusi di tempat yang sama diberi izin untuk melaksanakan
sholat sepuas-puasnya sebelum eksekusi dilaksanakan. Setelah selesai sholat
Khubaib berkata kepada mereka: “Demi Allah, seandainya kalian tidak menganggap
aku mengulur-ngulur waktu dari pelaksanaan eksekusi ini dengan sholat, niscaya aku
akan memperbanyak sholat”. Khubaib pun disalib dan dibunuh.
Istiqomah ini pulalah yang disebut Nabi saw. tatkala menerangkan
bagaimana pejuang agama di masa lalu. Beliau mengatakan: “Sungguh telah berlalu
orang-orang sebelum kalian. Mereka itu digergaji dengan gergaji dan disalib di
pokok-pokok kayu dan disisir dengan sisir besi sehingga daging mereka robek. Namun
itu semua tidak memalingkan mereka dari agamanya”.
Sikap istiqomah itu pulalah yang menyebabkan para mantan
tukang sihir Fir’aun bersikap tegar dan tenang menghadapi ancaman hukuman dari
Firaun lantaran keimanan mereka. Dengan tegar mereka berkata kepada Firaun:
“Mereka berkata:
"Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang
nyata (mu`jizat), yang telah datang kepada kami dan dari Tuhan yang telah
menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya
kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Sesungguhnya
kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan
kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah
lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya)" (QS. Thaha 72-73).
Al Ustadz Muhamamd Ali As Shabuni mengutip keterangan Ikrimah
dalam tafsir Al Qurthubi tentang para mantan tukang sihir Firaun yang beriman
kepada apa yang dibawa Musa itu. Kata Ikrimah: Tatkala mereka bersujud Allah
menampakkan kepada mereka di dalam sujud mereka tempat-tempat mereka di surga. Lantaran
itulah mereka bisa berkata demikian” (lihat As Shabuni, Shafwatut Tafaasiir,
Juz II/220).
Khatimah
Itulah teladan orang-orang mukmin di masa lalu yang tetap
istiqomah sekalipun menghadapi resiko dibunuh. Maka bagaimana pula kita bisa
tidak istiqomah dalam mengemban Islam dan mundur dari perjuangan
menegakkan syariat Allah ini kalau hanya menghadapi resiko-resiko duniawi,
seperti susah mendapatkan pekerjaan, jabatan, harta dan lain-lain yang masih di
bawah resiko kematian?
Contoh Istiqomah Cara Istiqomah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar