Kebijakan
Privatisasi Mendzalimi Umat
PRIVATISASI: MAKIN MENESTAPAKAN RAKYAT
Sungguh, dalam masa-masa mendatang, umat negeri ini dalam menjalani kehidupannya nanti, akan semakin
mengalami beban hidup yang berat dan sulit. Tarif listrik, BBM, gas cair,
telepon, dan air bersih terus-menerus mengalami kenaikan. Pada saat yang sama,
privatisasi aset-aset milik publik terus-menerus dijalankan.
Dampak Penjualan Aset Rakyat kepada Swasta
1.
Bidang Politik.
Dengan adanya privatisasi, sektor-sektor
publik akan dikuasai oleh swasta, baik swasta dalam negeri maupun swasta asing.
Pihak swasta akhirnya mempunyai peran dalam menentukan kebijakan yang dapat
berpengaruh pada maju-mundurnya perekonomian. Kebijakan ekonomi dalam sistem kufur demokrasi, mau tidak mau, pasti dipengaruhi oleh
kebijakan pihak swasta tersebut. Dapat dibayangkan, apabila
perusahaan yang menguasai aset-aset
milik rakyat berasal dari negara-negara yang senantiasa memojokkan dan menjajah umat Islam seperti AS, maka negeri ini pada hakikatnya
telah berada dalam kungkungan rezim kaki tangan AS sesuai dengan
kepentingan AS sendiri. Dengan bahasa yang lebih sederhana, negeri ini telah
menjadi 'boneka asing' akibat dari privatisasi tersebut. Bagaimana
tidak?
AS dan Barat melalui negara-negara kaki
tangannya — dengan politik Imperialisnya — sangat berkepentingan dalam kondisi seperti ini. Hal ini
bisa dilihat dari kemunculan perusahaan besar yang bercokol sejak beberapa
tahun yang lalu yang sebagian besar sahamnya dikuasai oleh AS dan Barat. Exxon
Mobil Oil, Caltex, Newmount, dan Cemex yang masuk ke Semen Gresik serta Freeport adalah contoh kecil dari dominasi AS dan Barat dalam menguasai sektor
perekonomian kita.
Selain itu, utang luar negeri sering
mengundang berbagai tekanan negara-negara donor (pemberi utang) yang kerap
berpengaruh terhadap politik dan ekonomi. Tekanan yang ada dapat melalui dua
bentuk. Pertama, secara mikro,
paradigma pembangunan ekonomi yang berujung pada aspek pelayanan yang bersandar
pada aspek pencapaian kesejahteraan masyarakat melalui standar pelayanan yang
prima dan murah akan jauh dari bayangan. Paradigma pembangunan akan tergeser
menjadi capital needs. Faktor inilah
yang semakin menyengsarakan rakyat.
Kedua, secara makro, negara-negara donor akan dengan mudah
menekan rakyat. Alasan klise yang
sering digunakan untuk menekan adalah kepentingan untuk menjaga keberlangsungan
investasi. Kita bisa melihat bagaimana IMF mampu menekan dan menyetir kebijakan.
IMF mampu mengintervensi tentang perpanjangan PKPS; pengurangan subsidi sektor
publik seperti BBM, listrik, dan telepon; serta swastanisasi bidang pendidikan.
Itu adalah contoh real bagaimana AS dan Barat mampu menyetir urusan umat melalui IMF. Akibatnya, pihak asing akan menjadi penentu
sebagian besar kebijakan strategis atau, dengan kata lain, perkara umat akan senantiasa berkhidmat dengan kehendak negara
pengutang.
2. Bidang Ekonomi.
Pihak swasta, ketika menjalankan
aktivitasnya, akan berpatokan pada prinsip ekonomi yang memang berjalan sesuai
dengan kaidah berdagang, yaitu menggunakan modal sekecil-kecilnya untuk
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Artinya, konsekuensi logis yang harus
siap diterima adalah swasta akan berusaha menekan sekecil mungkin biaya
produksi dan seluruh komponen produksi lainnya yang bertujuan untuk
meminimalisasi cost yang dikeluarkan.
Akan tetapi, dengan modal sedikit ini diharapkan dapat diraup keuntungan
sebesar-besarnya tanpa mempedulikan lagi dampak sosial yang menimpa masyarakat.
Kalaupun terjadi pengambilan keuntungan dari hasil jual dari suatu produk yang
besar yang pada akhirnya membebani masyarakat —dengan kondisi barang tersebut merupakan barang dasar yang mau tidak mau
rakyat harus membelinya— maka bisa dibayangkan rakyat akan
terpaksa membeli karena memang tidak ada pilihan lain selain untuk membeli.
Hal ini bertentangan dengan syariat Islam tentang fungsi negara yaitu harus berusaha mengelola aset-aset rakyat
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Artinya, hasil olahan aset milik publik oleh pemerintah
yang sah yaitu Khalifah tidak akan dikenai biaya (gratis) ketika rakyat akan memanfaatkannya. Kalaupun
dikenakan biaya, itu dengan harga yang minimal; sebatas biaya produksi saja; tidak ada niat sama sekali untuk mengambil
keuntungan.
Sebagai contoh, dan ini menjadi
kenyataan, ketika fungsi negara diambil-alih oleh swasta dalam pengelolaan
aset ekonomi milik umat, harga-harga barang dan jasa semakin melambung akibat
kenaikan perkwartal TDL, telepon, dan BBM. Selain itu, fasilitas-fasilitas yang
diberikan kepada swasta asing (misalnya melalui PMA) telah memberikan peluang
bagi praktik eksploitasi dan pengurasan aset publik, yang kemudian diangkut ke
luar negeri. Contohnya adalah adanya kebolehan menggunakan tenaga pemimpin dan
ahli asing; pembebasan pajak; pemberian laba kepada pemegang saham di bawah
lima tahun; biaya masuk perlengkapan tetap; izin usaha selama 30 tahun yang
dapat diperpanjang; boleh transfer keluar negeri modal yang sudah dikurangi
pajak dan kewajiban (UU No. 1/1967
tentang Penanaman Modal Asing). Akhirnya, kesengsaraan rakyatlah yang
terjadi.
2.
Bidang Sosial.
Kenaikan harga kebutuhan pokok yang
tidak didukung dengan naiknya daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa
jelas akan semakin menyuburkan penyakit masyarakat. Kita bisa melihat pada saat
ini orang dengan mudahnya membunuh
orang lain gara-gara masalah yang sepele. Orang juga dengan mudahnya melacurkan
diri karena terhimpit oleh kebutuhan ekonomi. Belum lagi berbagai tindak
kriminal lain yang semakin meningkat.
Imperialisme Ekonomi
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa
privatisasi, termasuk penanaman modal asing (PMA), merupakan alat penjajahan
suatu negeri atas negeri yang lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa imperialisme
ekonomi merupakan salah satu alat yang dipakai oleh AS dan Barat melalui kaki
tangannya untuk lebih menancapkan hegemoninya dalam upayanya melanggengkan
sistem kufur kapitalis-sekular.
Sebuah negara akan dengan mudah disetir
dan bertekuk lutut pada negara lain ketika adanya kekuatan untuk mempengaruhi
negara tersebut akibat adanya ketergantungan. Investasi asing merupakan salah
upaya untuk menciptakan adanya sikap ketergantungan tersebut. Sayangnya,
kondisi semacam ini terjadi di negeri kita. Karena itu, tidaklah aneh jika umat kita menjadi tunduk dan patuh pada negara AS dan
sekutunya melalui pemerintahan thaghut
(pemerintahan kufur) di negeri ini.
Pandangan Islam tentang Penjualan Aset Negara ke Swasta
Syariat Islam
telah menjelaskan bahwa seluruh
benda-benda yang oleh Allah dan Rasul-Nya dinyatakan untuk masyarakat banyak,
yang masing-masing saling membutuhkan, terkategori sebagai barang milik umum.
Benda-benda tersebut tampak dalam tiga hal: (1) Yang merupakan fasilitas umum,
yang kalau tidak ada di dalam suatu negeri atau suatu masyarakat akan
menyebabkan sengketa dalam mencarinya; (2) Barang tambang yang tidak terbatas;
(3) Sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh
individu secara perorangan (Lihat: An-Nizhâm
al-Iqtishâdî fî al-Islâm). Islam melarang tiap-tiap individu maupun kelompok
orang untuk menguasainya.
Nabi saw. bersabda, sebagaimana
dituturkan oleh Ibn 'Abbas:
Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu: air, padang
rumput, dan api (barang tambang). (HR Ahmad).
Untuk menjaga terjaminnya kesejahteraan
rakyat, maka hak pengelolaan benda-benda milik umum itu dibebankan kepada
negara Khilafah. Khilafah berkewajiban untuk mengatur
pengelolaannya —sehingga potensi alam tersebut dapat
dengan optimal digunakan untuk kesejahteraan rakyat— dan bukan justru menjualnya kepada swasta.
Dalam memelihara kepentingan dan
kemaslahatan rakyat ini, negara Khilafah
harus membentuk berbagai badan yang
secara spesifik menangani satu kemaslahatan tertentu. Badan-badan negara Khilafah ini harus sepenuhnya diorientasikan untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat; tidak boleh diorientasikan untuk mendatangkan
pemasukan bagi negara Khilafah dari aktivitas pemberian pelayanan
kepada masyarakat itu semisal badan yang menangani kesehatan, jalan umum,
pendidikan, pasar dan sebagainya.
Khatimah
Kenestapaan hidup yang kita alami
sesungguhnya merupakan akibat ideologi dan sistem
kufur kapitalisme dan demokrasi yang diterapkan di tengah-tengah kita; juga akibat
ditinggalkannya ideologi dan sistem aturan yang diberikan oleh Allah, Zat Yang Mahaadil dan Mahabijaksana. padahal, kita semua adalah
orang-orang yang beriman kepada Allah; kita semua juga beriman kepada kerasulan
Muhammad saw. Penerapan ideologi dan sistem kapitalisme itu sungguh
bertentangan dengan keyakinan dan keimanan kita semua; menyakiti hati nurani
kita. Karena itu, sudah saatnya kita membuang dan mencampakkan ideologi dan
sistem kapitalisme itu dari tengah-tengah kehidupan kita. Sebaliknya, marilah
kita terapkan ideologi dan sistem Islam yang datang dari Allah, Zat Yang
Mahaadil dan Mahabijaksana. Hanya dengan itulah kehidupan kita akan menjadi sejahtera.
Allah SWT berfirman:
Apakah hukum Jahiliah yang kalian kehendaki? Siapakah yang
lebih baik hukumnya, dibandingkan dengan hukum Allah, bagi orang-orang yang
yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).
Kebijakan Privatisasi Mendzalimi Umat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar