Jenis Makanan Haram
Hewani Segar
2) Produk Hewani
Seperti pernah dijelaskan sebelumnya, keharaman produk hewani
dapat disebabkan oleh jenis hewannya (babi, binatang buas), asal produk
(bangkai), cara penyembelihan (tidak disembelih menurut syariat Islam), darah
dan produk olahan serta produk samping atau produk turunan dari keempat
kelompok tersebut. Dalam kesempatan ini penulis akan mencoba untuk membahas
bagaimana kemungkinan bahan-bahan yang diharamkan tersebut ditemui sebagai atau
berada dalam bahan pangan hewani segar dan olahan yang mungkin kita temui dalam
kehidupan sehari-hari.
2.1) Bahan Pangan
Hewani Segar
Berdasarkan keharamannya ada tiga kelompok bahan pangan
hewani segar yang haram yaitu bagian yang dapat dimakan (khususnya daging dan
lemak) dari babi, bangkai, dan hewan yang tidak disembelih menurut syariat
Islam (catatan: ikan, telur dan susu adalah bahan pangan hewani yang tidak
termasuk ke dalam bahan pangan haram). Ketiga kelompok ini, khususnya bangkai
dan hewan yang tidak disembelih menurut syariat Islam apabila terdapat di
pasaran akan sulit sekali bagi awam mengenalinya, apalagi jika bercampur dengan
daging yang halal. Terlebih lagi apabila hewan yang disembelih secara
tradisional, tetapi tidak memenuhi kaidah syariat Islam seperti tidak dibacakan
basmallah, maka bisa dikatakan tidak mungkin dapat membedakannya dengan daging
yang halal. Oleh karena itu, perlu pengaturan dan pengawasan yang seksama
terhadap daging-daging dan lemak yang beredar di pasaran seperti nanti akan
diuraikan pada tulisan seri ketiga (mengenai sertifikasi). Walaupun demikian,
masih ada kemungkinan untuk mengenali beberapa daging hewan yang diharamkan
walaupun sifatnya tidak dapat memastikan.
Ada dua istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan bahwa
bahan tersebut adalah daging babi yaitu ham
dan bacon. Ham yaitu daging babi bagian belakang, sedangkan bacon adalah iga babi asap. Secara umum
daging babi memiliki lapisan lemak yang tebal dengan serat yang cukup halus.
Akan tetapi, tidak mudah membedakan antara daging babi dengan daging sapi muda,
keduanya sangat mirip, apalagi jika keduanya bercampur.
Di negara Barat dikenal juga apa yang disebut dengan ham sapi, ini berarti bagian paha
belakang daging sapi, juga ada beef bacon
(iga asap daging sapi). Istilah ini kemudian ada juga yang menirunya di
Indonesia, padahal seperti telah dibahas sebelumnya, masalah nama ini sangat
penting karena kalau kita biarkan nama-nama barang yang haram bercampur dengan
nama-nama barang yang halal, dikhawatirkan akan menjadi rancu dan tidak jelas
lagi mana yang halal dan mana yang haram, di samping itu jika kita
memperkenalkan nama barang haram pada barang yang halal, maka hal ini dapat
mendekatkan kita kepada mencintai barang yang haram tersebut. Oleh karena itu
penggunaan istilah-istilah ham dan bacon untuk daging yang halal seharusnya
tidak diperkenankan.
Lemak babi dikenal dengan istilah lard, sedangkan lemak sapi atau kambing disebut dengan tallow. Akan tetapi, di perdagangan
seringkali tallow berarti lemak
hewani (termasuk lemak babi). Bentuk fisik lard
dan tallow yaitu padat. Di negara
Barat, lard dan tallow kadang digunakan sebagai minyak penggoreng atau dicampurkan
dalam minyak goreng nabati dengan tujuan untuk mendapatkan flavor (rasa dan
aroma) yang baik dari bahan yang digoreng.
Bangkai, seperti ayam-ayam yang mati selama perjalanan
seringkali tetap dijual ke konsumen, padahal jelas
haramnya. Daging bangkai dapat dikenali dari adanya bercak-bercak darah
beku yang terkumpul di beberapa bagian, hal ini terjadi karena tidak mati melalui
penyembelihan maka darah ayam tidak keluar, sehingga akan terkumpul pada
beberapa bagian daging. Hal yang sama bagi hewan yang matinya tidak melalui
penyembelihan normal tetapi melalui penusukan jantung misalnya.
Berkaitan dengan masalah penyembelihan maka ada berbagai cara
penyembelihan. Secara umum dikenal dua jenis cara penyembelihan yaitu
tradisonal dan modern. Penyembelihan tradisional yaitu seperti yang kita kenal
di mana hewan dipegangi lalu dipotong urat lehernya, sedangkan penyembelihan
modern pada tahap akhir sama dengan yang tradisional tetapi diawali dengan
membuat pingsan lebih dulu hewan yang akan dipotong yaitu dengan cara pembiusan
dengan bahan kimia, pemingsanan dengan aliran listrik, dan pemingsanan dengan
penembakan. Cara pemingsanan yang terakhir ini perlu perhatian yang seksama
karena jika tidak cepat penyembelihannya maka hewannya keburu mati sebelum
disembelih. Cara-cara penyembelihan seperti dikemukakan di atas masih
dibenarkan oleh syariat Islam (kecuali penyembelihan melalui penusukan
jantung), asalkan pada waktu menyembelih dibacakan basmallah. Masalahnya,
secara fisik daging yang disembelih dengan cara yang sama tetapi dengan tidak
dibacakan basmallah akan sama saja dengan yang dibacakan basmallah, tidak dapat
dibedakan sama sekali. Oleh karena itu, untuk itu diperlukan proses sertifikasi
dan pengawasan yang ketat terhadap rumah-rumah potong hewan, khususnya rumah
potong ayam yang banyak tersebar dengan skala dari mulai kecil sampai besar,
sedangkan rumah potong hewan besar relatif lebih terkontrol karena biasanya
dilakukan di pejagalan dengan pengawasan yang cukup ketat.
Apabila terjadi pencampuran daging, misal untuk kasus daging
impor sapi yang dicampur dengan daging babi, maka seperti telah disebutkan di
atas, akan sulit bagi awam untuk mengenalinya. Akan tetapi, adanya pencampuran
daging sapi dengan babi atau lemak sapi dengan lemak babi masih dapat dikenali
melalui pemeriksaan yang teliti di laboratorium, walaupun tidak mudah (mengenai
detail cara pemeriksaan laboratorium akan dibicarakan pada kesempatan lain). Di
samping itu, setiap jenis analisis laboratorium selalu mempunyai keterbatasan
yang disebut dengan limit deteksi, yaitu suatu batas di mana di bawah nilai
limit deteksi kita tidak dapat memastikan apakah terjadi pencampuran atau
tidak. Oleh karena itu, secara umum cara pemeriksaan laboratorium merupakan
langkah akhir yang ditempuh dalam suatu pemeriksaan kehalalan karena masalah
halalnya suatu bahan tidak dapat disebut 10% halal, 50% halal, dst, tetapi
hanya ada dua kategori yaitu halal dan haram. Selain itu, tercampur sedikit
saja dengan daging babi, maka daging sapi yang tercampur tersebut menjadi
haram, jadi dalam hal ini analisis yang dilakukan harus mempunyai limit deteksi
0%, secara teoritis hal ini tidak mungkin. Dengan demikian, analisis
laboratorium hanya dapat menyarankan, tidak dapat memastikan.
Permasalahan akan lebih kompleks apabila yang dianalisa
produk olahan di mana sifat-sifat daging atau lemak segar sudah berubah dan
tercampur dengan bahan-bahan lain yang banyak sekali jumlahnya, jelas hal ini
akan sangat menyulitkan deteksi adanya pencampuran, bahkan dapat dikatakan
tidak mungkin untuk mendeteksinya pada kebanyakan kasus. Hal yang lebih
kompleks lagi terjadi pada kasus bahan tambahan makanan seperti akan diuraikan
kemudian karena asal bahan tidak mudah ditelusuri melalui analisis
laboratorium. Oleh karena itu, perlu diketahui oleh umum bahwa analisis
laboratorium untuk mendeteksi adanya daging atau lemak babi pada bahan pangan
olahan sangat kecil kemungkinan keberhasilannya, yang masih memungkinkan adalah
untuk bahan pangan hewani segar, itu pun tidak mudah, memerlukan keahlian
khusus dan peralatan khusus. Oleh karena itu, penulis menyangsikan jika ada
lembaga sertifikasi swasta yang mengaku dapat melakukan sertifikasi halal
melalui proses analisis laboratorium sebagai andalan dengan alasan-alasan yang
telah dikemukakan di atas. …
Jenis Makanan Haram Hewani Segar
Dari: Masalah Halal: Kaitan Antara Syar’i, Teknologi dan Sertifikasi
Dari: Masalah Halal: Kaitan Antara Syar’i, Teknologi dan Sertifikasi
Dr. Ir. H. Anton Apriyantono
Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pangan
dan Gizi
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar