Seluruh
daerah yang dikuasai oleh negara Islam dibagi ke dalam beberapa wilayah
dipimpin seorang wali
BAB
KEWALIAN
PASAL
86
Seluruh
daerah yang dikuasai oleh negara Islam dibagi ke dalam beberapa bagian. Setiap
bagian dinamakan wilayah (propinsi). Setiap wilayah terbagi menjadi beberapa
bagian pula; masing-masing dinamakan ’Imalat’ (daerah). Yang memerintah wilayah
dinamakan wali atau amir dan yang memerintah imalat dinamakan amil atau
penguasa daerah.
KETERANGAN
Asal
adanya jabatan kewalian atau imarah (kepemimpinan) itu adalah karena
adanya af'al Rasulullah SAW. Di mana Rasulullah SAW pernah mengangkat
para wali untuk memimpin beberapa wilayah (daerah). Dan mereka diberi hak untuk
memimpin daerah-daerah tersebut. Beliau pernah mengangkat Mu’adz Bin Jabal
menjadi wali di Janad, sedangkan Ziyad Bin Labid menjadi wali di Hadramaut,
sementara Abu Musa Al Asy'ari di Zabid dan 'Adn.
Seorang
wali adalah wakil khalifah, sehingga dia senantiasa melakukan tugas-tugas yang
diwakilkan oleh khalifah berdasarkan akad niyabah, untuk mewakilinya.
Dalam pandangan syara', jabatan wali tidak memiliki batasan yang tegas. Oleh
karena itu, siapa saja yang menjadi wakil khalifah dalam melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan, bisa saja disebut wali dalam tugas itu; sesuai
dengan lafadz yang telah ditentukan oleh khalifah dalam pengangkatannya. Hanya
saja, daerah teritorialnya ditentukan sebab Rasulullah SAW telah melakukan
pembatasan daerah teritorial yang akan dipimpin oleh seorang wali, atau daerah
yang akan diserahkan kepemimpinannya kepada amir daerah tersebut.
Jabatan
wali tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu wali dengan wewenang secara
umum, dan khusus. Jabatan wali dengan wewenang secara umum meliputi semua
urusan pemerintahan, di mana penyerahannya bisa dilakukan oleh khalifah dengan
cara menyerahkan kepemimpinan satu negeri, atau satu propinsi agar dia memimpin
semua penduduknya serta mengontrol tugas-tugas yang telah disepakatinya,
sehingga wewenangnya umum, meliputi semua urusan. Sedangkan jabatan wali dengan
wewenang secara khusus tersebut adalah menjadikan urusan seorang wali terbatas
dalam masalah mengurusi pasukan, atau mengurus rakyat, atau melindungi benteng,
atau menjaga daerah dan negeri tersebut dari hal-hal yang dilarang. Di mana dia
tidak diberi hak untuk memberikan keputusan hukum, maupun hak untuk menarik kharaj
dan zakat.
Nabi
pernah mengangkat seorang wali dengan wewenang secara umum, di mana beliau
pernah mengangkat 'Amru Bin Hazm untuk menjadi wali di Yaman dengan wewenang
secara umum. Beliau juga pernah mengangkat Ali Bin Abi Thalib untuk menjadi qadhi
di Yaman. Para khalifah sepeninggal beliau, banyak melakukan hal tersebut.
Mereka pernah mengangkat seorang wali dengan wewenang secara umum. Umar Bin
Khattab, misalnya, pernah mengangkat Mu'awiyah Bin Abi Sufyan untuk menjadi
wali dengan wewenang secara umum. Dan mereka juga pernah mengangkat seorang
wali dengan wewenang secara khusus. Ali Bin Abi Thalib, misalnya, pernah
mengangkat Abdullah Bin Abbas untuk menjadi wali di Basrah selain masalah harta
benda (mal), sedangkan beliau mengangkat Ziyad untuk menjadi wali yang
mengurusi masalah harta benda.
PASAL
87
Wali
dipilih dan diangkat oleh khalifah, sedangkan amil dipilih dan diangkat oleh
khalifah atau wali – apabila khalifah memberikan mandat kepada wali.
Persyaratan bagi wali dan amil, sama dengan persyaratan bagi Mu’awin yaitu
laki-laki, merdeka, Islam, baligh, berakal, adil, memiliki kemampuan yang
sesuai dengan pekerjaan yang diberikan, dan dipilih dari kalangan orang yang
bertaqwa serta berkepribadian kuat.
KETERANGAN
Para
wali itu diangkat oleh khalifah. Begitu pula amil, juga diangkat oleh khalifah
dan – bisa saja amil itu diangkat – oleh wali, apabila wali itu diberi wewenang
untuk melakukan pengangkatan tersebut. Untuk menjadi wali dan amil itu,
diharuskan memenuhi syarat-syarat layaknya seorang Mu’awin. Karena itu, mereka
harus laki-laki, merdeka, muslim, baligh, berakal, dan adil. Di samping itu,
mereka juga harus merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk
menjalankan tugas-tugas yang diwakilkan kepada mereka. Dan mereka harus dipilih
dari kalangan ahli taqwa serta orang kuat (memiliki kepribadian Islam yang
tinggi).
Rasulullah
SAW secara langsung mengurusi penyerahan jabatan wali atau para pemimpin
wilayah suatu negeri. Beliaulah yang menyerahkan pemerintahan itu secara
keseluruhan kepada mereka, sebagaimana yang dilakukan ketika pengangkatan Amru
Bin Hazm. Di mana, beliau pernah mengangkatnya sebagai wali di Yaman (yang
mengurusi seluruh wilayahnya). Begitu pula, sekali waktu beliau pernah
mengangkat masing-masing orang – menuju ke arah yang berbeda – untuk menjadi
pimpinan di masing-masing daerah di mana dia ditugaskan, sebagaimana yang
pernah beliau lakukan terhadap Mu’adz Bin Jabal dan Abi Musa Al Asy'ari. Mereka
masing-masing diutus ke Yaman dengan tujuan yang berbeda dan terpisah antara
satu dengan yang lain (yaitu Yaman Utara dan Selatan). Rasulullah SAW pernah
bersabda kepada mereka berdua: "Kalian berdua harus menyampaikan berita
suka dan bukannya kabar duka. Kalian juga harus menyampaikan kabar gembira dan
bukannya kalian menjadikan (mereka) jera. Dan (sampaikanlah) agar mereka bisa
suka rela (mengikutimu)."
Adapun
kebolehan bagi seorang wali untuk mengangkat amil di daerahnya adalah diambil
dari fakta diperbolehkannya seorang khalifah untuk menyerahkan hak pengangkatan
amil tersebut kepada walinya, sehingga dia bisa mengangkat seorang amil.
Seluruh daerah yang dikuasai oleh negara Islam
dibagi ke dalam beberapa wilayah dipimpin seorang wali
Hizbut Tahrir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar