Wali mempunyai wewenang
memerintah dan mengawasi seluruh pekerjaan di daerah kekuasaannya sebagai wakil khalifah
BAB
KEWALIAN
PASAL
88
Wali mempunyai wewenang memerintah dan mengawasi seluruh
pekerjaan di segenap daerah kekuasaannya, sebagai wakil dari khalifah. Wali
memiliki wewenang di daerah kekuasaannya sebagaimana yang dimiliki Mu’awin
Tafwidh, dan memiliki kekuasaan terhadap penduduk wilayahnya, serta
mempertimbangkan semua yang berkaitan dengan urusan wilayahnya kecuali urusan
keuangan, peradilan dan militer. Dari segi operasionalnya polisi ditempatkan di
bawah kekuasaannya, bukan dari segi administrasinya
KETERANGAN
Rasulullah
SAW pernah mengangkat para wali untuk menduduki jabatan sebagai wali dengan
wewenang secara mutlak dalam pemerintahan. Sementara di antara mereka ada yang
diangkat dengan wilayah (wewenang) secara umum, serta sebagian yang lain dengan
wilayah (wewenang) tertentu atau khusus.
Beliau
pernah mengangkat Mu’adz menjadi wali di Yaman, lalu beliau mengajarkan
bagaimana yang seharusnya dia lakukan. Maka, beliau bertanya kepadanya: "Dengan
apa engkau akan menghukumi?" Dia menjawab: "Dengan Kitabullah." Beliau
bertanya: "Kalau kamu tidak menemukan (di sana)?" Dia menjawab:
"Dengan Sunnah Rasulullah." Beliau bertanya kembali: "Kalau kamu
tidak menemukan (di sana)?" Dia menjawab: "Saya akan berijtihad
dengan pendapatku." Lalu beliau bersabda: "Alhamdulillah, Dialah yang
telah memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya, dengan sesuatu yang
dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya."
Beliau
pernah mengutus Ali Bin Abi Thalib ke Yaman, dan beliau tidak mengajarkan
sesuatu pun kepadanya, karena beliau tahu persis ilmu, pengetahuan dan
kapasitasnya. Ketika beliau mengangkat Mu’adz ke Yaman, beliau memberikan
wewenang kepadanya untuk mengurusi "shalat" dan "shadaqat.” Dan
ketika beliau mengangkat Farwah Bin Sahal menjadi wali – dengan wewenang
khusus, untuk mengurusi pemerintahan – di Murad, Mudzhij dan Zabid, di samping
itu beliau juga mengangkat Khalid Bin Sa'id di daerah yang sama untuk mengurusi
"shadaqat.”
PASAL
89
Wali tidak harus memberikan laporan kepada khalifah
tentang apa yang dilakukan di wilayah kekuasaannya, kecuali aktivitas yang
berdasarkan kehendaknya sendiri. Apabila terdapat rencana baru yang tidak
ditetapkan sebelumnya, ia harus memberikan laporan kepada khalifah, kemudian
baru dilaksanakan berdasarkan perintah khalifah. Apabila dengan menunggu
persetujuan dari khalifah suatu urusan dikhawatirkan terbengkalai, maka ia boleh melakukannya serta wajib melaporkannya kepada khalifah
dan menjelaskan tentang sebab-sebab tidak ada laporan sebelum pelaksanaan.
KETERANGAN
Kenyataannya,
bahwa Nabi SAW telah menyerahkan jabatan wali kepada para wali beliau, dan
beliau tidak tidak pernah meminta laporan mereka dalam hal-hal yang mereka
lakukan. Mereka juga begitu, tidak pernah melaporkan sesuatu pun kepada beliau.
Tetapi, mereka justru melakukan tugas-tugasnya dengan mandiri penuh, di mana
masing-masing memimpin pemerintahannya mengikuti kebijakannya sendiri-sendiri.
Begitulah yang telah dilakukan Mu’adz, Utab Bin Usaid, Ila' Al Hadhrami dan
semua wali beliau. Semuanya tadi menunjukkan bahwa seorang wali tidak harus
melaporkan kegiatan-kegiatannya, sama sekali. Dalam kedaan seperti ini, dia
amat berbeda dengan mu'awin. Karena mu'awin wajib melaporkan semua kegiatan
yang dia laksanakan kepada khalifah, sedangkan wali tidak. Khalifah wajib
untuk senantiasa mengontrol semua kegiatan yang dilakukan mu'awin, sedangkan
kegiatan yang dilakukan wali tidak. Sekalipun khalifah tetap harus mencari tahu
kondisi para walinya, serta mengecek berita-berita tentang mereka. Oleh karena
itu, secara mutlak wali bisa melakukan tindakan apapun di daerahnya. Karena
itulah, maka Mu’adz berkata kepada Rasulullah SAW ketika beliau mengutusnya ke
Yaman: "Saya akan berijtihad dengan pendapatku."
Semuanya
ini membuktikan, bahwa wali tersebut memiliki semua wewenang dalam pemerintahan,
sebagaimana yang nampak dalam kasus pengajaran Rasulullah SAW terhadap Mu’adz
dan kasus tidak diajarinya Ali di atas. Hal ini juga menunjukkan bahwa
Rasulullah SAW telah mengangkat para wali dengan wewenang secara umum, yang
meliputi "shalat" (pemerintahan) dan "shadaqat" (harta
kekayaan), serta wewenang secara khusus yang hanya "shalat"
(pemerintahan) atau "shadaqat" (harta kekayaan) saja.
PASAL
90
Di setiap wilayah harus terdapat satu majelis yang
keanggotaannya dipilih oleh penduduk setempat dan dipimpin oleh wali. Majelis
ini memiliki wewenang turut serta menyampaikan saran dan pendapat mengenai
urusan-urusan administrasi, bukan dalam urusan kekuasaan (pemerintahan).
Pendapat maupun saran majelis, tidak memaksa wali untuk melaksanakannya.
KETERANGAN
Majelis
ini sebetulnya tidak pernah ada pada masa Rasulullah maupun Khulafa
ar-rasyidun. Ini menunjukkan bahwa majelis ini tidak termasuk ke dalam struktur
pemerintahan. Akan tetapi, majelis ini merupakan cabang dari aktivitas
kewalian, sedangkan wali menjalankan urusan pemerintahan dan administrasi.
Hanya saja, majelis ini tidak berfungsi sebagai majelis syura atau majelis yang
dimintai pendapat. Ia hanya sekadar memberikan pandangan di seputar aspek
administrasi. Dalam hal ini, pandangannya tidak bersifat mengikat. Ia
diperlukan sekadar untuk membantu wali.
Wali mempunyai wewenang
memerintah dan mengawasi seluruh pekerjaan di daerah kekuasaannya sebagai wakil khalifah
Hizbut Tahrir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar