Hukum Pasar Modal
Adapun hukum
syara' untuk fakta pasar modal adalah sebagai berikut :
Sistem perseroan
terbatas telah memberikan sifat unik kepada perusahaan, yaitu tanggung jawab
terbatas, sehingga sistem ini dapat melindungi para pemilik modal dan pengelola
perusahaan dari para kreditor dan pemilik hak lainnya dalam kegiatan
perusahaan, jika bisnis perusahaan gagal dan merugi. Para pemilik hak tak dapat
menuntut para pesero perusahaan sedikit pun, berapapun modal yang telah mereka
setorkan. Para pemilik hak hanya mendapatkan aset perusahaan yang tersisa.
Sistem ini sangat
bertentangan dengan hukum-hukum syara'. Sebab hukum syara' telah mewajibkan
penunaian hak secara penuh kepada para pemiliknya tanpa boleh dikurangi sedikitpun.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW telah bersabda:
مَنْ
أَخَذَ مِنْ
أَمْوَالِ
النَّاسِ
يُرِيْد
أَدَاءَهاَ
أَدَى اللهُ
عَنْهُ،
وَمَنْ أَخَذَ
يُرِيْدُ
إِتْلاَفَهَا
أَتْلَفَهُ
اللهُ .
"Siapa saja yang mengambil harta
orang dan bermaksud untuk melunasinya, maka Allah akan menolongnya untuk
melunasinya. Dan siapa saja yang mengambil harta orang dan bermaksud merusaknya,
maka Allah akan merusak orang itu."
Imam Ahmad
meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لَتُؤَدنَّ
الحُقُوقَ
إِلَى
أَهْلِهَا يَوْمَ
القِيَامَةِ
حَتَى
يَقْتَصَّ
لِلشَاةِ
الجَماَءِ
مِنَ
القرناءِ
تنْطِحُهَا
"Sungguh hak-hak itu pasti akan
ditunaikan kepada para pemiliknya pada Hari Kiamat nanti, hingga seekor domba
betina tak bertanduk akan mendapat kesempatan membalas karena pernah ditanduk
oleh domba betina bertanduk."
Jelaslah,
Rasulullah SAW sangat menekankan kewajiban menunaikan hak secara penuh di
dunia. Dan barangsiapa tidak menunaikan hak tersebut, pasti dia akan
menunaikannya pada Hari Kiamat nanti. Ini merupakan peringatan kepada orang
yang melalaikan hak-hak orang lain.
Rasulullah SAW
juga menegaskan, bahwa tindakan orang kaya yang menunda-nunda pelunasan
utangnya adalah suatu kezhaliman. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah
RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَطَلُ
الغَنِي
ظُلْمٌ
"Perbuatan orang kaya
menunda-nunda pembayaran utangnya adalah suatu kezhaliman."
Jika menunda-nunda
pembayaran utang saja sudah merupakan kezhaliman, lalu bagaimana pula kalau
melalaikan hak dan tidak membayar utang? Jelas kezhalimannya lebih besar dan
azabnya lebih keras.
Rasulullah SAW
telah mengkhabarkan pula bahwa sebaik-baik manusia adalah yang terbaik dalam
menunaikan hak-hak orang lain. Imam Bukhari telah meriwayatkan bahwa Rasulullah
SAW bersabda:
...فَإِنَّ
خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ
قَضَاءً
"...sebaik-baik orang di antara
kalian, adalah yang paling baik dalam penunaian hak (pembayaran utang, dan
lain-lain)."
Atas dasar itu,
haram hukumnya hanya memberikan aset perusahaan yang tersisa kepada para
pemilik hak setelah perusahaan merugi. Selain itu wajib hukumnya memberikan
semua hak mereka dan mengembalikan dana yang mereka pinjamkan secara penuh yang
diambilkan dari harta para pesero, tanpa boleh dikurangi sedikit pun.
Inilah hukum
syara' yang berkaitan dengan sistem perseroan terbatas dari segi pemberian
tanggung jawab terbatas kepada perusahaan.
Adapun mengenai
perseroan terbatas itu sendiri, sesungguhnya ia telah menyalahi hukum Islam
mengenai perusahaan (syarikah). Ini karena perseroan terbatas mempunyai
definisi :
عَقْدٌ
بِمُقْتَضَاهُ
يَلْتَزِمُ
شَخْصَانِ
أَوْ
أَكْثَرْ
بِأَنْ
يُسَاهِمَ
كُلٌّ مِنْهُمْ
قِى
مَشْرُوعٍ
مَالِيٍ ،
بِتَقْدِيْمِ
حصَةٍ مِنْ
مَالٍ
لإقْتِسَامِ
مَا قَدْ
يَنْشَاُ
مِنْ هَذاَ
المَشْرُوعِ
مِنْ رِبْحٍ أَو
خَسَارَةٍ .
"Akad (transaksi) di antara dua
orang atau lebih di mana mereka terikat untuk ikut andil pada suatu kegiatan
usaha (bisnis) dengan cara menyertakan sejumlah dana, dengan tujuan berbagi
hasil dari kegiatan usaha tersebut, baik berupa laba maupun kerugian."
Dari definisi ini,
dan dari fakta pendirian perseroan terbatas, akan nampak jelas bahwa perseroan
terbatas bukan merupakan akad antara dua orang atau lebih sebagaimana yang
ditetapkan oleh hukum syara'. Sebab, akad menurut syara' ada lah ijab
(penyerahan/penawaran) dan kabul (penerimaan/pengabulan) antara dua pihak.
Artinya, harus ada dua pihak dalam sebuah akad. Pihak pertama adalah yang
menyampaikan ijab, yakni mengawali akad dengan mengatakan, misalnya, "Saya
menjadi rekanan Anda." Pihak kedua adalah yang menyatakan kabul, misalnya
dengan mengucapkan, "Saya terima," atau, "Saya bersedia."
Jika dalam akad tidak terdapat dua pihak ini --yakni penyampaian ijab dan
pernyataan kabul-- maka akad tidak sah, dan tidak dapat dikatakan sebagai akad
yang sesuai dengan syara'.
Keikutsertaan atau
andil dalam sebuah perseroan hanya dilakukan dengan cara membeli saham dari
perseroan itu sendiri ataupun dari orang lain yang lebih dulu membeli saham.
Dalam proses keikutsertaan para pesero (pemegang saham) ini, tidak ada negosiasi
atau perjanjian apapun, baik dengan pihak perseroan maupun dengan pihak pesero
lainnya. Adalah pemerintah, yang pertama kali memunculkan sebuah perseroaan terbatas,
yakni yang membuatnya eksis dan menjadi suatu badan hukum yang terlepas dari
para peseronya. Untuk ini pemerintah mengeluarkan izin pendirian perseroan.
Di antara para
"pendiri" perseroan, tak terdapat kesepakatan apapun di antara mereka
selain kesepakatan mengajukan permohonan izin kepada pemerintah untuk
mendirikan perseroan. Jika izin perseroan sudah keluar, maka perseroanlah yang
kemudian bertindak sebagai pengelola urusan-urusannya. Pada saat itulah
perseroan menjual sahamnya kepada para pendiri perseroan atau kepada pihak
lain.
Dari penjelasan
tersebut jelas bahwa dalam perseroan terbatas tak terdapat dua pihak yang
melangsungkan akad, dan tak ada pula ijab-kabul. Yang ada adalah pembelian
saham oleh siapa saja sehingga dengan itu dia dapat menjadi rekanan
(syarik/partner). Jadi perseroan terbatas bukanlah kesepakatan antara dua
pihak, melainkan kehendak pribadi seseorang yang bersifat sepihak untuk menjadi
rekanan suatu perseroan. Dengan demikian, seseorang dapat menjadi rekanan
perseroan dengan hanya membeli sahamnya.
Para ahli hukum di
Barat menafsirkan tindakan tersebut sebagai suatu komitmen terhadap akad,
walaupun hanya dari satu pihak. Tindakan ini menurut mereka termasuk salah satu
pengaturan kehendak yang bersifat sepihak, di mana seseorang memegang suatu
komitmen/perjanjian tertentu terhadap orang lain atau masyarakat, tanpa melihat
apakah orang lain atau masyarakat itu setuju atau tidak.
Melihat kenyataan
tersebut, maka akad perseroan terbatas adalah akad yang batal menurut syara',
sebab akad menurut syara' adalah perikatan antara ijab dari salah satu pihak
yang berakad, dengan kabul dari pihak lain sedemikian rupa sehingga pengaruh
akad itu terwujud dalam objek akad (ma'qud
'alaih). Akad semacam ini tidak terdapat dalam akad perseroan terbatas.
Fakta perseroan
ini menyalahi fakta perusahaan (syarikah) dalam Islam, sebab definisi perusahaan
dalam Islam adalah:
عَقْدٌ
بَيْنَ
اثْنَيْنِ
أَو أَكْثَر
يَتَّفِقَانِ
فِيْهِ عَلَى
القِياَمِ
بِعَمَلٍ
مَالِيٍّ
بِقَصْدِ
الرِبْح
"Akad antara dua pihak atau
lebih, yang bersepakat untuk menjalankan suatu kegiatan usaha (bisnis) dengan
tujuan memperoleh keuntungan."
Perusahaan dalam
Islam merupakan akad antara dua pihak atau lebih, sehingga tidak sah bila
dilakukan secara sepihak. Jadi harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak.
Dalam hal ini akad wajib ditujukan untuk melakukan suatu kegiatan usaha dengan
tujuan memperoleh laba, sehingga tidaklah sah bila akad ditujukan hanya untuk
menyetorkan modal saja. Begitu pula tidak dibenarkan bila tujuannya hanya
sekedar andil dengan menjadi rekanan, sebab melakukan kegiatan usaha adalah
asas akad perusahaan dalam Islam. Kegiatan usaha bisa dilaksanakan oleh semua
pihak yang berakad, atau bisa juga oleh salah seorang atau sebagian pihak yang
berakad, sedang pihak lainnya menyerahkan modalnya. Melaksanakan kegiatan usaha
oleh pihak-pihak yang berakad --atau oleh seseorang dari mereka-- adalah suatu
keharusan. Ini berarti, dalam perusahaan minimal harus ada satu orang rekanan
pengelola perusahaan (syarikul badan/physical partner) yang turut serta dalam
akad. Dalam semua jenis perusahaan dalam Islam, selalu disyaratkan adanya
rekanan pengelola ini, yang keberadaannya merupakan unsur mendasar untuk
terwujudnya akad perusahaan. Jadi jika rekanan pengelola ini ada, maka akad
perusahaan dikatakan sah. Dan jika tidak ada, maka akad perusahaan tidak sah.
Dengan demikian,
jelaslah bahwa perseroan terbatas tidak memenuhi syarat-syarat yang harus ada
agar akad perusahaan dapat terwujud, sebab orang-orang yang ada dalam perseroan
hanyalah hanyalah rekanan dalam modal (syarikul mal) saja. Tidak ada rekanan
pengelola perusahaan di dalamnya. Padahal keberadaan rekanan pengelola
perusahaan merupakan syarat prinsip agar akad perusahaan dapat terwujud. Dalam
perseroan terbatas, keikutsertaan dapat terwujud dengan adanya rekanan dalam
modal saja, bukan dengan yang lainnya. Kemudian perseroan bekerja dan mengelola
urusan-urusannya, tanpa adanya rekanan pengelola perusahaan.
Selain itu,
rekanan dalam modal saja dalam suatu perusahaan sesungguhnya tidak berhak
menjalankan perusahaan dan tidak berhak pula bertindak sebagai rekanan sama
sekali. Yang berhak mengelola perusahaan dan bekerja dalam perusahaan hanyalah
rekanan pengelola perusahaan saja, bukan pihak lainnya.
Perlu dicatat
pula, keikutsertaan dalam perseroan terbatas adalah keikutsertaan modal, bukan
keikutsertaan orang. Maka barangsiapa memiliki modal lebih banyak, berarti dia
mempunyai hak suara lebih besar. Dan barangsiapa mempunyai saham lebih sedikit,
berarti dia mempunyai hak suara lebih sedikit.
Kemudian,
perseroan terbatas menurut kebiasaan mereka merupakan suatu badan hukum yang
berhak mengelola urusan- urusannya. Padahal pengelolaan urusan (tasharruf)
menurut syara' tidak dianggap sah kecuali jika dilakukan oleh seorang manusia
yang berkecakapan mengelola urusan. Dan setiap pengelolaan urusan yang tidak
dilakukan menurut ketentuan tersebut, adalah tidak sah dalam pandangan syara'.
Maka menyerahkan pengelolaan urusan kepada suatu badan hukum tidak dapat
dibenarkan. Yang benar, pengelolaan urusan
harus diserahkan kepada manusia yang berkecakapan mengelola. Oleh karena
itu, perseroan terbatas menurut syara' tidak sah. Inilah penjelasan yang
berkaitan dengan perseroan terbatas.
Mengenai
saham-saham perseroan terbatas, sebenarnya saham-saham tersebut merupakan
surat-surat berharga yang mewakili sejumlah dana dalam perseroan, pada saat
pembelian atau penilaian saham. Saham tidak mewakili jumlah modal perseroan
saat pendirian perseroan. Jadi, saham sebenarnya merupakan bagian tak terpisahkan
dari sebuah institusi perseroan. Dengan kata lain, saham sebetulnya bukan
bagian dari modal perseroan. Dan nilai saham tidaklah tunggal atau tidak
bersifat tetap. Nilainya senantiasa berubah-ubah mengikuti laba ruginya
perseroan. Nilainya tidak bersifat tetap untuk setiap waktu, tetapi selalu
berubah-ubah secara terus menerus.
Hukum bermuamalah
dengan saham-saham tersebut dan juga
surat-surat utang (obligasi) --baik menjualnya maupun membelinya-- adalah
haram. Sebab, saham-saham itu adalah saham dari perseroan terbatas yang batal
menurut syara'. Saham-saham tersebut merupakan surat-surat berharga yang mewakili
sejumlah dana yang bercampur aduk antara modal yang halal dengan laba yang
haram, pada suatu akad yang batal dan muamalah yang batal. Setiap surat
berharga mewakili nilai dari bagian tertentu dari aset perseroan yang batal, di
mana aset ini pun telah tercampuri oleh muamalah batal yang dilarang oleh
syara'. Maka, saham merupakan harta yang haram, tidak
dibenarkan memperjualbelikannya, dan tidak dibenarkan pula bermuamalah
dengannya.
Begitu pula dengan
surat-surat utang (obligasi) --yang merupakan sarana investasi modal dengan
memperoleh imbalan riba-- dan saham-saham bank serta yang dapat disamakan
dengan itu. Semuanya mewakili sejumlah dana yang haram.
Karena itu, memperjualbelikannya adalah haram, karena dana yang terwakili
adalah dana haram.
Hukum Pasar Modal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar