Cara Kerjasama Antar
Gerakan Islam
Membentuk Kesatuan
Antar Gerakan
Jika masih memungkinkan membentuk suatu kesatuan dan
kerjasama antara organisasi/gerakan Islam saat ini seperti, Ikhwanul Muslimin,
Hizbut Tahrir, Jama'ah Islamiyah, Jama'ah Tabligh, Salafiyah, dan seterusnya,
maka bagaimana seharusnya bentuk-bentuk konkrit dari kesatuan tersebut?
Segi-segi kerjasama serta koordinasi apa saja yang merupakan bentuk nyata dari
kesatuan tersebut?
Sebelum kita berbicara tentang kesatuan dan penyatuan
gerakan-gerakan Islam, maka terlebih dahulu harus dibicarakan segi-segi apa
yang wajib dipersatukan dan segi-segi apa pula yang tidak wajib dipersatukan.
Setelah itu, barulah dibicarakan penyatuan gerakan-gerakan Islam, kemudian
menyusul pembicaraan tentang bentuk hubungan antara berbagai gerakan Islam.
Pembagian segi-segi pembicaraan seperti ini dimaksudkan agar jawaban yang ingin
diketengahkan dapat lebih menyeluruh.
Kalau kita meneliti jama'ah/organisasi/kelompok gerakan atau
harakah Islam yang ada pada setiap masa, maka akan kita jumpai keberagaman yang
majemuk. Keadaan tersebut disebabkan oleh dua faktor:
(1) Bahwa Syara'
membolehkan adanya banyak gerakan/kelompok harakah Islam, serta mazhab yang
berbeda, sebagaimana yang telah dialami oleh kaum Muslimin terdahulu. Atau,
timbulnya berbagai mazhhab ijtihad seperti Hanafi, Syafi'i, Hanbali dan Maliki,
dan sebagainya. Semua mazhab ini posisinya sama seperti kelompok /gerakan Islam
lainnya. Dasar kebolehan adanya beraneka ragam kelompok dakwah adalah
berdasarkan firman Allah SWT:
"(Dan)
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat (jama'ah, kelompok dakwah, partai
Islam, dan yang sejenis) yang menyeru kepada bebajikan (Islam), menyuruh kepada
yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
(Ali Imran: 104)
Lafazh "ummah" pada ayat di atas, tidak
membatasi jumlah jama'ah atau kelompok gerakan Islam, walaupun ayat itu
mewajibkan kaum Muslimin untuk membentuk suatu jama'ah yang melaksanakan tugas
dakwah, sebagaimana yang tertera pada ayat di atas. Seandainya telah terbentuk
suatu jama'ah, maka kewajiban tersebut tidak lagi dibebankan kepada yang lain.
Karena itu, tidaklah wajib membentuk dua jama'ah. Dengan demikian, bila telah
terbentuk suatu jama'ah, maka tujuan dari ayat tersebut telah terlaksana. Kalau
ternyata kemudian muncul jama'ah yang kedua, maka pembentukan itu hukumnya
mubah (boleh ada).
Begitu pula kata ___ ("merekalah") dalam
ayat tersebut sesungguhnya adalah penunjukan ("isim isyarah")
untuk jamak yang merujuk kepada lafazh "ummah", yakni bahwa
jama'ah-jama'ah atau kelompok-kelompok dakwah yang ada semuanya adalah termasuk
golongan "muflihun" (orang-orang yang beruntung). Jadi, dengan
menunjuk kepada lafazh "ummah", atau dengan menggunakan
redaksi (sighah) jamak, berarti boleh terbentuk banyak jama'ah yang
beragam.
(2) Setiap
gerakan berdiri atas dasar pemahaman tertentu terhadap pola operasional
da'wahnya, di samping pemahaman mereka dalam menentukan prioritas utama
terhadap masalah-masalah vital umat. Mengenai pola operasional da'wah bagi
suatu gerakan, memang nash-nash syara' memungkinkan adanya lebih dari satu
macam pemahaman. Sebab, nash-nash tersebut khususnya yang berkaitan dengan pola
operasional gerakan, menunjukkan lebih dari satu pengertian, karena sifatnya zhanniyatud-dilalah.
Misalnya, ada gerakan yang menganalogikan situasi sekarang
dengan situasi da'wah Rasulullah saw di Makkah, sehingga mereka beranggapan
bahwa menggunakan tindakan fisik (kekerasan) adalah sesuatu yang tidak sesuai
dengan da'wah Rasulullah saw. [Pendapat Hizbut Tahrir. Lihat Ta'rif
li Hizbit Tahrir, hal.41] Ada juga gerakan yang bersandar pada
Hadits-hadits yang mengharuskan umat menentang penguasa dengan pedang atau
kekerasan. Mereka beranggapan bahwa hadits-hadits tersebut memang mengharuskan
agar umat bertindak demikian. [Pendapat Ikhwanul Muslimin. Lihat Jundullah
Tsaqafatan Wa Akhlaqan, Sa'id Hawwa, hal.391-393; juga pendapat Tanzhimul
Jihad, serta DI/TII]
Dari sudut tinjauan lain, ada sebagian harakah Islam
menganalisis bahwa penyebab utama munculnya berbagai krisis politik, ekonomi,
militer, maupun pendidikan, dan krisis lainnya dewasa ini, adalah karena tidak
adanya negara Islam. [Pendapat Hizbut Tahrir. Lihat Nidaa Al Haar
Ilal Muslimin Min Hizbit Tahrir, hal 87-89] Selain itu, ada pula yang
beranggapan bahwa semua krisis tersebut muncul karena lemahnya aspek keimanan
dan rendahnya segi kerohanian kaum Muslimin. [Pendapat Salafiyah,
kelompok Thariqat Shufiyah, Jama'ah Tabligh, serta kebanyakan dari
kelompok yang tidak ingin melibatkan diri dalam masalah politik atas dasar
Islam] Sedangkan kelompok lain beranggapan bahwa kelemaham umat Islam pada masa
sekarang disebabkan oleh lemahnya bidang penghidupan ekonomi, keterbelakangan
umat di bidang pendidikan, termasuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. [Pendapat
sejumlah besar organisasi sosial-ekonomi (sosek), semisal Ikhwanul Muslimin
(Mesir), Jama'atul Islam (Pakistan), Darul Arqam (Malaysia), dan
lain-lain]
Berdasarkan dua faktor di atas, maka munculnya beraneka ragam
gerakan merupakan suatu hal yang wajar. Bahkan menurut sunnatullah, ini
merupakah suatu keharusan, sebagaimana firmanNya:
"Jika Tuhanmu menghendaki, tentulah Dia menjadikan
manusia menjadi umat yang satu. Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat,
kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhannya. Dan untuk itu, Allah
menciptakan mereka" (Hud: 118-119)
Oleh karena itu, tidak boleh dipandang bahwa perbedaan
pendapat antar gerakan sebagai sesuatu yang diharamkan oleh syara'. Apabila ada
seseorang atau kelompok dakwah tertentu yang berpendapat demikian, maka ini
adalah suatu kekeliruan terhadap fakta nash-nash syara', tabi'at manusia, hakikat
gerakan, dan pola operasional da'wah.
Sepengetahuan kami, tidak terdapat di dalam Al QurĂ¢an maupun
Sunnah satu dalil syara' pun yang mengharuskan adanya kesatuan antargerakan
Islam; dalam arti bergabung dalam satu wadah gerakan di bawah perintah seorang
Amir/pemimpin, dan menjalankan tugas da'wah dengan satu pemahaman serta satu
pola operasional da'wah. Sungguh, tidak ada dalil Syar'i yang mengharuskan
kesatuan semacam ini. Oleh karena itu, tidak dilarang adanya keberagaman
gerakan Islam.
Penyatuan berbagai gerakan ke dalam satu wadah, bukanlah
merupakan tujuan yang harus dicapai. Sebab, sesungguhnya adanya keragaman
tersebut justru dibolehkan. Bahkan wajar pula apabila suatu gerakan
mencanangkan dan mengutamakan suatu pola operasional da'wah sesuai dengan
pemahamannya sendiri.
Namun demikian, perbedaan paham dan pendapat yang terdapat
dalam berbagai gerakan/harakah Islam tidak berarti boleh berselisih dan saling
memutuskan hubungan! Sebab, hal sikap tersebut telah diharamkan dan tidak boleh
terjadi.
Jika keberagaman gerakan merupakan hal yang wajar, maka
pemutusan hubungan dan saling bertikai satu sama lainnya adalah hal yang tidak
wajar bahkan wajib dicegah dan diupayakan agar tidak sampai terjadi. Sebab,
Allah SWT berfirman:
"...(Dan) Janganlah kamu berselisih
(berbantah-bantahan), yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan
(kekuasaan)mu..." (Al Anfaal 46)
Jika penyatuan gerakan bukan merupakan tujuan, maka yang wajib menjadi tujuan adalah
menjadikan berbagai gerakan/kelompok atau partai politik Islam menjalankan
tugas da'wahnya sesuai dengan ketentuan Syara' yaitu, semua pola pemikiran dan
operasional dakwahnya bersumber dari dalil-dalil Syara', dan hendaknya
keseluruhannya bertujuan melanjutkan kehidupan Islam, yakni menjadikan kaum
Muslimin berkehidupan secara Islami dalam semua tindakan/kegiatan mereka
sehari-harinya, serta mendorong mereka untuk bertahkim/merujuk hanya kepada
Syara' semata dalam semua urusannya, baik dalam persoalan-persoalan kecil
maupun besar.
Juga, berupaya untuk mewujudkan Islam dalam kehidupan
individu, bermasyarakat dan bernegara. Di samping itu, perlu menjauhkan
jama'ah, gerakan dan kelompok dakwah Islam dari sikap saling bermusuhan yang
pada akhirnya menyibukkan mereka dalam hal-hal yang tidak perlu (semisal
mengecam, menyebarkan isu, mengembangkan fitnah, dan yang sejenisnya), sehingga
melupakan tujuan utamanya.
Apabila hal ini bisa disepakati untuk dicapai oleh semua
pihak, berarti tujuan penyatuan pokok-pokok pikiran gerakan telah terealisir.
Memang yang kita inginkan adalah adanya pertemuan antara para
jama'ah, gerakan dan organisasi Islam, untuk duduk berdampingan dan membahas masalah-masalah penting
yang dihadapi oleh umat pada setiap saat, kemudian disepakati cara memecahkan
setiap kendala yang dihadapi oleh setiap gerakan guna meraih tujuan utama yang
melatarbelakangi keberadaan setiap gerakan Islam, yaitu: melestarikan kehidupan
Islam dengan mendirikan khilafah Islamiyah serta membimbing dan mengarahkan
semua manusia kepada Islam. Inilah yang merupakan tugas utama umat,
sebagaimana yang tertera di dalam firman Allah SWT:
"(Dan) demikianlah kami jadikan kalian umat yang terbaik
(bertindak adil) agar menjadi saksi bagi manusia, (bahwa kalian telah
menyampaikan Risalah Islam kepada mereka) dan Rasul, juga menjadi saksi atas
kalian (pada Hari Kiamat bahwa dia telah menyampaikan Risalah tersebut kepada
umatnya)" (Al Baqarah: 143)
Oleh karena itu, berbagai jama'ah, kelompok, atau gerakan
Islam, mempunyai kewajiban agar umat menjadikan Islam sebagai asas bagi
kehidupan, serta menjadikan halal dan haram sebagai standar atas segala
perbuatan. Selain itu, menjadikan ide-ide atau persepsi-persepsi Islam sebagai
suatu keyakinan yang mendominasi semua jama'ah, kelompok, maupun gerakan Islam
tersebut. Keberhasilan gerakan-gerakan Islam sekarang mengharuskan adanya jalur
komunikasi dan kerjasama, serta penyatuan tujuan bagi semua gerakan Islam yang
ada di dunia demi untuk mengatasi problema utama umat, yaitu melanjutkan
kehidupan Islam dengan cara membentuk dan menegakkan Khilafah Islam. Oleh
karena itu, masing-masing harakah (gerakan) haruslah berupaya memecahkan
problema utama tersebut. Sebab dalam hal ini, masalah melanjutkan kelangsungan
kehidupan Islam adalah merupakan induk dari semua krisis yang muncul di tubuh
umat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, tidak dibolehkan suatu
gerakan menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan sampingan yang dapat
mengalihkan jama'ah/gerakan dari tujuan pokoknya yang telah disebutkan di atas
seperti antara lain, mencurahkan sebagian besar perhatian dan waktunya kepada
dunia pendidikan, kesehatan, kesenian Islam, media massa dan percetakan
buku-buku Islam. Atau, pembinaan jasmani, semisal tenaga dalam, latihan
militer, silat, senam kebugaran, berbagai cabang olahraga, dan yang lainnya.
Juga, pembinaan rohani seperti bacaan wirid berjam-jam, menyepi, dan
sebagainya. Semua itu dapat mengalihkan mengalihkan perhatian suatu gerakan menjadi
akademis ilmiah, misalnya; atau kegiatannya hanya seputar lembaga pendidikan;
juga mengurusi balai pengobatan, studio rekaman, penerbitan; atau menjadi
kelompok militer, perkumpulan senam, tarikat, dan sebagainya. Hal semacam ini
tidak boleh terjadi pada suatu gerakan/harakah Islam, karena dapat mengalihkan
mereka dari tugas pokoknya dan menjadikan seolah-olah sistem kehidupan yang ada
sudah tidak perlu diganti dengan sistem Islam.
Langkah taktis-strategis yang harus ditempuh untuk menyatukan
berbagai aktivitas gerakan, dapat dilakukan sebagai berikut:
Pertama, diadakan pertemuan
antar gerakan, tetapi hanya terbatas pada tingkat pimpinan atau qiyadah gerakan
dengan maksud agar saling memahami satu sama lain, serta untuk menghindarkan
diri dari sikap berselisih, menyerang atau menyudutkan satu dengan yang
lainnya.
Kedua, membahas segi
persamaan dan perbedaan pada setiap kontak (pertemuan), baik di tingkat
qiyadah/pimpinan, maupun anggota.
Dalam model pertemuan yang demikian itu, haruslah dibuat aturan
main yang jelas. Misalnya, berbagai perbedaan yang terdapat di antara gerakan
Islam yang masih dalam batasan Syara', maka tidak perlu dipersoalkan, apalagi
sampai mengundang adanya perpecahan atau pertikaian. Namun apabila perbedaan
itu terjadi karena menyalahi ketentuan Hukum Syara', maka setiap gerakan harus
tunduk kepada pendapat yang benar yang kuat argumentasi dalilnya.
Bagi semua jama'ah/kelompok/gerakan dan organisasi Islam,
hendaklah menganggap dirinya menjadi salah satu jama'ah Islam yang merupakan
bagian dari Jama'atul Muslimin (umat Islam secara keseluruhan). Tidak
dibolehkan bagi salah satu dari golongan tersebut menganggap dirinya sebagai
satu-satunya jama'ah/gerakan yang harus menonjol ke barisan terdepan, atau
menganggap hanya dirinyalah yang merupakan Jama'atul Muslimin Bahkan,
menganggap bahwa setiap orang yang berbeda pemahaman dan pola operasional
da'wahnya dengan apa yang ada pada diri mereka adalah seolah-olah telah keluar
dari jama'ah kaum Muslimin, atau dianggap memecah belah persatuan umat! [Pernyataan
seperti ini sering muncul dari orang-orang tertentu dan berpengaruh di dalam
sebuah gerakan, misalnya bahwa "Dapat dikatakan jama'ah Ikhwanul
Muslimin adalah jama'ah yang paling tepat dan dapat disebut sebagai
satu-satunya Jama'atul Muslimin" (Lihat pernyataan Said Hawwa dalam "Al
Madkhal Ila Da'wati Al Ikhwan Al Muslimin", hal.21-25)]
Memang wajar bila setiap gerakan berhak menganggap
pemahamannya terhadap Islam dan pola operasional da'wahnya adalah tepat dan
benar. Sebab kalau tidak demikian, tentulah gerakan itu tidak terikat oleh
lingkaran pemahaman dan pola operasional da'wahnya. Akan tetapi harus dibedakan
sikap suatu jama'ah/kelompok/gerakan yang menganggap dirinya sebagai
satu-satunya Jamaatul Muslimin, yang berarti bahwa berbagai jama'ah di luar
diri mereka tidak termasuk Jama'atul Muslimin! Sikap yang demikian itu secara
Syari' tidak dibenarkan. Sebab, Islam
menganggap bahwa kaum Muslimin
secara keseluruhan adalah Jama'atul Muslimin.
Dalam hal ini, kita telah diingatkan oleh Rasulullah Saw.
dalam sebuah (potongan) Hadits Huzhaifah bin Yaman [Lihat Shahih Bukhari,
hadits no.7084]:
"...Tetaplah engkau bersama dengan jama'ah kaum Muslimin
dan Imam (Khalifah) mereka" (HR Bukhari)
Begitu pula tatkala Khalifah Utsman bin Affan terbunuh,
seseorang bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang bagaimana ia harus bersikap dalam
situasi yang "labil" tersebut. Ibnu Mas'ud berkata [Lihat Fathul
Bari , Ibnu Hajar Al Asqalany, jilid XXIII, hal.37]:
"Tetaplah engkau (bergabung) bersama Jama'atul Muslimin.
Sebab, Allah SWT tidak akan mempersatukan umat Muhammad ini dalam
kesesatan".
Perkataan Ibnu Mas'ud tersebut menunjukkan bahwa yang
dimaksud dengan "Jama'atul Muslimin" adalah umat Islam secara
keseluruhan. Bila ucapan tersebut dikaitkan dengan Hadits Huzhaifah di atas,
maka dapatlah dikatakan bahwa Jama'atul Muslimin adalah masyarakat kaum
Muslimin yang berada di bawah kekuasaan seorang Imam/Khalifah, dan mereka (ketika
itu) belum terlibat (bergabung) dengan kelompok atau aliran sesat yang
menentang Islam dan Khilafah atau berusaha memisahkan diri dari Jama'atul
Muslimin.
Pengertian tentang Jama'atul Muslimin, sesungguhnya tidaklah
berbeda dengan pendapat para fuqaha dan ahli Hadits. Sebagian besar dari mereka
mengatakan bahwa Jama'atul Muslimin adalah seluruh umat Islam (Assawad Al
A'zham), atau jama'ah kaum Muslimin yang menaati Imam/Khalifah mereka.
Sedangkan siapa saja yang melanggar bai'at (bai’at taat), maka ia dianggap
telah keluar dari Jama'atul Muslimin. [Ibid, hal.37]
Oleh karena itu, kepentingan pertemuan pada tingkat pimpinan merupakan satu keharusan dan perlu dibahas secara serius dan berdaya-guna, dengan tujuan untuk menghilangkan perselisihan di antara gerakan-gerakan da'wah Islam, sekaligus berusaha untuk menyatukan gerak da'wah khususnya dalam masalah-masalah penting yang dihadapi oleh umat Islam sekarang. Semua itu tidak lain adalah untuk menemukan cara dan sarana yang tepat dan bijaksana demi mendorong kemajuan da'wah Islam.
Juga, perlu dijelaskan kepada mereka bahwa hubungan
antarsesama anggota gerakan haruslah berupa hubungan persaudaraan, dan
bahwasanya setiap pengemban da'wah harus diingatkan pada firman Allah SWT:
"Berpegangteguhlah kalian semua dengan Dinul Islam
(Hablillaah) dan janganlah (kamu) bercerai-berai. Dan ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan [masa jahiliyah], maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu, karena nikmat Allah, orang-orang yang
bersaudara" (Ali Imran: 103)
Apabila para pengikut gerakan Islam tersebut menjadikan Ayat
di atas sebagai pusat perhatiannya, maka mereka akan menyadari bahwa hubungan
antara pengikut gerakan tersebut adalah hubungan persaudaraan. Bahkan mereka
itu bersaudara.
Oleh karena itu perlu adanya pertemuan antar pengikut
gerakan, misalnya di masjid, sekolah/kampus, rumah-rumah maupun kantor, atau di
setiap tempat yang memungkinkan para pengemban da'wah dapat bertemu. Selain
itu, satu sama lain hendaknya membicarakan tentang ide-ide Islam dan
masing-masing berusaha untuk merealisasikan Islam dalam kehidupan. Setiap orang
dari mereka harus menyadari bahwa da'wah mereka wajib ditujukan untuk Islam,
bukan untuk jama'ah/kelompok/partai/organisasi, atau perorangan. Juga,
kesetiaannya (sikap Wala', Muwalaat) adalah untuk Islam semata, bukan
untuk salah satu golongan atau perorangan tersebut. Kemudian setiap orang di
antara mereka hendaknya menyadari bahwa dia bersama saudaranya berada dalam
satu kubu untuk menentang kekufuran dan orang-orang kafir yang memusuhi Islam
beserta umatnya.
Jika kesadaran ini telah muncul, maka hilanglah fanatisme
golongan, partai, jama'ah, atau fanatisme terhadap pemimpin gerakan (ashabiyah).
Sebab, loyalitas seorang Muslim harus semata-mata untuk Islam. Begitu juga
ketaatannya, harus menjadi ketaatan yang lahir atas dasar kesadaran, bukan
taqlid buta (yang merupakan indikasi ashobiyah). Oleh karena itu, bila telah
terbentuk suatu kontak pertemuan antara para pemimpin dan pengikut
masing-masing jama'ah atau gerakan, maka berarti telah terbentuk pula satu
kesatuan aktivitas atau kerja sama (ta'awun) yang akan mendatangkan keuntungan
bagi da'wah Islam, sehingga ia menjadi pendorong da'wah untuk bergerak maju
dengan kehendak Allah SWT.
Selain itu, hendaklah semua gerakan Islam menyadari bahwa
Khilafah (pemerintahan Islam) adalah semata-mata Khilafah Islamiyah, bukan
Khilafah milik golongan/gerakan tertentu. Juga perlu disepakati bahwa Khalifah
yang dibai'at oleh umat merupakan Imam (pemimpin) bagi kaum Muslimin seluruhnya
dan dialah yang mewakili umat dalam melaksanakan Hukum Syara' serta
mengembangkan da'wah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan jalan dakwah dan
futuhat.
Seorang Khalifah tidak boleh mewakili kepentingan satu
golongan tertentu, dan tidak boleh pula mendahulukan kepentingan satu partai
politik tertentu, yang pernah diikutinya atau masih aktif di dalamnya lebih
daripada kepentingan kaum Muslimin keseluruhannya. Karena, dengan terlaksananya
bai'at [pengangkatan terhadap Khalifah], maka dia telah menjadi wakil kaum
Muslimin dalam melaksanakan seluruh Syariat Islam dan mengemban Risalah Islam
ke seluruh penjuru dunia. Di samping itu, ia harus mengatur dan memelihara
urusan kaum Muslimin secara keseluruhan, termasuk urusan ahli zhimmah. Sebab,
mereka selaku rakyat dan dia selaku pemimpin, bertanggung jawab atas mereka.
Ini berarti bahwa setiap gerakan harus beranggapan bahwa
apabila salah satu gerakan telah berhasil menegakkan Khilafah Islamiyah, maka
yang lain harus ikut tunduk kepada Khalifah yang diangkat oleh gerakan tersebut
dengan membai'atnya (bai'atuth thaat) selaku Amirul Mukminin. Juga,
hendaklah setiap gerakan berusaha untuk menggabungkan semua wilayah yang
menjadi pusat gerakan mereka dengan wilayah-wilayah Khilafah tanpa melihat lagi
gerakan mana yang telah berhasil mendirikan Khilafah Islam.
Apabila di Pakistan telah berhasil didirikan negara Khilafah
Islamiyah, kemudian negeri tersebut telah memenuhi semua persyaratan sebagai
Darul Islam, yakni keamanan masyarakat dan kekuasaan di sana yang tadinya
berada di bawah naungan kekufuran telah berubah status di bawah kekuasaan dan
keamanan Islam, maka pada saat itulah wajib bagi seluruh gerakan lainnya yang
beroperasi di luar wilayah Pakistan untuk segera berbai'at kepada Khalifah serta
berusaha menggabungkan negeri Islam lainnya dengan Negara Khilafah.
Oleh karena itu, tidak begitu penting siapa yang mendapatkan
pertolongan Allah SWT ("Nashrullah") lebih dahulu, tetapi yang
penting adalah pertolongan Allah SWT itu terlebih dahulu jatuh kepada salah
satu gerakan. Sebab, Khilafah tersebut adalah untuk kaum Muslimin semuanya dan
kemenangan itu diperuntukkan bagi semua gerakan yang ada di dunia, bukan untuk
salah satunya. Dengan demikian, keberagaman gerakan merupakan faktor positif yang
dapat menumbuhkan semangat bergerak dalam diri umat dan mendekatkan semua kaum
Muslimin kepada pertolongan Allah SWT di mana umat Islam sekarang mengharapkan
akan tiba dalam waktu yang dekat.
Demikianlah sebagian garis besar jawaban terhadap pertanyaan di
atas yang semua itu dapat dilaksanakan melalui diskusi atau pertemuan langsung
(face to face), bukan melalui surat menyurat, atau cara-cara lainnya.
Hanya inilah yang dapat membuka wawasan yang kuat antar gerakan Islam untuk
berjuang melaksanakan kegiatan da'wahnya yang itu tidak mungkin dilaksanakan
sendiri-sendiri.
Akhirnya marilah kita memohon kepada Allah SWT agar berkenan
memberikan kekuatan dan taufiq kepada semua gerakan Islam untuk berjuang sesuai
dengan metode yang diridhaiNya, dan kita memohon kepada Allah Ta'ala agar
menetapkan semua gerakan Islam di jalan yang haq dan benar, serta berupaya
menegakkan Khilafah Islam yang keberadaannya sangat penting bagi umat Islam.
Bahkan, bagi semua umat manusia! Kita juga memohon kepada Allah SWT agar pencapaian
cita-cita semua gerakan dapat terlaksana, yaitu dengan tegaknya Khilafah Islam
dan terhimpunnya kekuatan kaum Muslimin, serta terciptanya kesatuan antar
negeri-negeri Islam.
Alhamdulillaah, perasaan dan
semangat Islam demikian
telah mulai muncul dan bersemi di kalangan umat Islam yang kini cenderung untuk
bangkit. Oleh karena itu,
kita juga memohon kepada Allah SWT agar semua gerakan Islam dapat berhasil
mencapai satu-satunya tujuan ini, dan
selanjutnya lepas landas demi membebaskan manusia dari berbagai tindak
kezhaliman, kekufuran, kerusakan, kenistaan, keresahan serta kekacauan.
Tercapainya tujuan tersebut bukanlah suatu hal yang sulit bagi Allah SWT.
Cara Kerjasama Antar Gerakan Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar