Adapun
serangan Barat kaitannya dengan para politisi, bencana yang ditimbulkannya
lebih umum dan musibahnya lebih besar. Pada awalnya para politisi dikumpulkan
dan dibujuk oleh penjajah untuk menentang Khilafah 'Utsmaniah. Kemudian
komitmen mereka diuji dan setelah itu diberi janji-janji muluk -yang dijanjikan
setan pada mereka tidak lain adalah penipuan-. Semenjak itu, para tokoh ini
berjalan di "kendaraan-kendaraan" orang asing dan mengikuti garis
yang dirumuskan khusus untuk mereka.
Di
hari-hari akhir Khilafah 'Utsmani, mereka mengekor asing (Barat) dan
membantunya mengalahkan diri mereka. Ini adalah persoalan yang sebenarnya tidak
dibolehkan Islam. Akan tetapi, mereka mengerjakannya dan menjadikannya pola
perilaku yang dibanggakan, namun dalam tiap kesempatan mereka
menyebut-nyebutnya sebagai ancaman. Aneh! Bahkan, setiap tahun mereka
memperingatinya sebagai perayaan kemerdekaan. Terhadap pihak penguasa yang
berjuang untuk memperbaiki Khilafah, mereka justru memeranginya, bahkan berjalan
seiring dengan musuh yang kafir (Barat) dalam menentang Khilafah hingga
mengantarkan pada akibat yang sangat tragis, yaitu keberhasilan kafir Barat
menjajah negara kaum muslimin.
Tidak
berapa lama berselang, para politisi petualang ini meminta bantuan pada kafir
penjajah dengan alasan kebangsaan sebagai kompensasi bantuan mereka sebelumnya.
Keputusan-keputusan ini mempengaruhi mereka hingga mengantarkan pada hilangnya
batas akhir kepribadian mereka yang Islami.
Pemikiran
mereka diracuni dengan ide-ide politik dan filsafat yang dapat merusak visi
pandangan mereka tentang kehidupan dan jihad. Akibat selanjutnya akan merusak
iklim Islam dan mengacaukan pemikiran-pemikiran yang gejalanya merata dalam
berbagai sisi kehidupan.
Jihad
fuutuhat yang merupakan ruh politik luar negeri Negara Khilafah Islam diganti
dengan perundingan. Bahkan, mereka juga mempercayai kaidah ambil dan carilah yang dikatagorikan sebagai
bentuk penjajahan yang paling menguntungkan penjajah daripada pasukan besar.
Kafir
penjajah dijadikan kiblat pandangan mereka dan tempat meminta bantuan. Mereka
pasrah dan menyerah kepada kafir penjajah tanpa menyadari bahwa setiap
permintaan tolong kepadanya dihitung dosa besar dan bunuh diri politik. Mereka
puas bekerja hanya untuk wilayah yang sempit dan menjadikannya lapangan kiprah
politik.
Para
politisi ini tidak cukup dengan hasil usaha-usaha ini. Bahkan, pusat perhatian
mereka yang individualis dijadikan sasaran perwujudan kepentingan mereka yang
individualis, sementara pusat perhatian mereka yang umum diperuntukkan bagi
negara-negara asing.
Dengan
demikian, mereka kehilangan pusat perhatian yang alami yaitu mabda' (ideologi)
mereka yang seharusnya Islami. Dengan kehilangan pusat perhatian yang alami
ini, maka mereka kehilangan kemungkinan memperoleh kesuksesan usaha, meski
mereka telah berjuang ikhlas dan mencurahkan segala kemampuan juang.
Karena
itu, semua gerakan politik menjadi gerakan yang mandul dan semua kesadaran umat
berubah ke arah gerakan huru-hara (kacau dan bingung) yang saling bertentangan.
Gerakan ini menyerupai gerakan brutal yang berakhir dengan padam, putus asa,
dan menyerah. Demikian itu dikarenakan komando gerakan politik mereka
menjadikan mereka kehilangan pusat perhatian yang alami. Maka, umat kehilangan
pusat perhatian yang alami ini.
Seperti
demikianlah fakta dari pemikiran para politisi yang diracuni dengan
pikiran-pikiran yang salah sebagaimana juga diracuni dengan dasar-dasar asing.
Fakta itu muncul bersamaan di negeri-negeri Muslim tumbuh gerakan-gerakan
dengan nama kebangsaan, sosialis, nasionalis, marxisme, agama ruhani, akhlak,
pendidikan, dan pengarahan. Gerakan-gerakan ini berkembang menjadi kekacauan
yang berpijak pada kesesatan dan problem baru dalam masyarakat yang bersandar
pada problem-problem lain yang jatuh di bawah bebannya.
Hasilnya
adalah kegagalan dan kebingungan yang berputar-putar di seputar gerakan karena
kiprahnya berjalan sesuai dengan pemahaman-pemahaman hadharah (kebudayaan)
Barat, terpengaruh dengan perang misionaris, dan umat mengarah pada
pemahaman-pemahaman kehidupan Barat dengan bingkainya.
Tambahan
lagi hal itu menahan gelora perasaan umat yang bernyala-nyala dan
memenjarakannya dalam sesuatu yang tidak bermanfaat dan tidak mendatangkan
kebaikan, di samping akan lebih mengosentrasikan kedudukan dan kekokohan
penjajahan. Seperti demikianlah kesuksesan perang misionaris dengan
keberhasilan yang tidak ada bandingnya….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar