Kemenangan
daulah Khilafah atas Eropa dan keberhasilannya menguasai Balkan dan sebagian
tenggara Balkan menyilaukan pandangannya sehingga tidak mampu menyaksikan
kelemahan dalam negerinya. Kemenangan-kemenangan itu membawa pengaruh ketakutan
seluruh Negara Eropa terhadap Khilafah 'Utsmani sebagai Negara Khilafah Islam,
dan akibatnya di benak mereka terbentuk persepsi bahwa pasukan Islam tidak bisa
dikalahkan. Mereka yakin bahwa tidak satupun pasukan yang mampu menghadapi kaum
muslimin. Persepsi Eropa yang semacam ini juga menutup pandangan daulah
Khilafah untuk bisa melihat kelemahan dalam negerinya.
Kemudian
muncul masalah ketimuran. Ketika itu maknanya diartikan ketakutan Eropa
terhadap serangan pasukan besar Khilafah 'Utsmani yang terus merayap di bawah
kendali Muhammad al-Fatih di abad sembilan hijriah (15 M), juga para sultan
sesudahnya. Ekspansi besar-besaran terus berlangsung hingga akhir abad 11 H
ketika pemerintahan dipegang Sulaiman al-Qanuniy. Dia berhasil memusatkan
kekuatan hingga pertengahan abad 12 H atau 18 M. Pada periode ini, kekuatan
ekspansi yang berjalan terus dalam tubuh daulah Khilafah menjadi faktor dominan
dalam memberikan kekuatan daulah Khilafah.
Lalu
muncullah kekuatan akidah di tengah kaum muslimin. Pemahaman-pemahaman yang
jelas tentang kehidupan meski belum mengkristal juga sudah tampak dalam benak
mereka. Sistem Islam tentang kehidupan meski penerapannya buruk juga kelihatan
di permukaan. Semua itu menopang eksistensi daulah Khilafah dan menjadikannya
masih mampu bertahan dan kuat.
Apalagi
keadaan ini masih juga dibantu oleh kondisi pemikiran dan perundang-undangan
Eropa yang kacau. Keadaan-keadaan semacam ini sebenarnya sangat memungkinkan
bagi daulah Khilafah untuk mengubah pemahaman dengan pemahaman yang lebih baik,
meningkatkan perhatiannya terhadap bahasa Arab, menyemarakkan ijtihad, dan
memperhatikan aspek-aspek pemikiran dan perundang-undangan Islam hingga upaya
itu berhasil memusatkan daulah Khilafah dalam jaringan pemusatan yang kokoh,
menyempurnakan penguasaannya terhadap dunia, melanjutkan penaklukan-penaklukan
Islam terhadap Negara-Negara yang masih belum tunduk pada daulah Khilafah,
membawa Islam kepada seluruh manusia, dan dengan demikian, daulah Khilafah
menjadi memusat, dunia dipolakan dengan hadharah (peradaban) Islam, dan seluruh
anak Adam terselamatkan dari kerusakan dan kejahatan.
Akan
tetapi, sayang, kemungkinan-kemungkinan positif itu tidak dilakukan dan
akhirnya tidak terjadi. Negara Khilafah Islam tidak menyemarakkan bahasa Arab
selain memposisikannya dalam bidang-bidang pengajaran dan keilmiahan, meski
pada kenyataannya tidak memiliki pengaruh apa-apa dalam memperkuat posisi
bahasa, juga tidak mampu menggedor pemikiran. Mengapa? Karena posisi yang
diberikan tidak diproyeksikan untuk menghidupkan bahasa Arab, juga tidak
menjadikan bahasa Arab sebagai satu-satunya bahasa Negara Khilafah sebagaimana
keharusan dalam Negara Khilafah Islam. Di samping itu, kedudukan yang
diberikannya juga tidak untuk pengembangan pemikiran dan fiqih/syariah. Maka
tidak heran jika gerakan yang lemah dan salah ini tidak memberi pengaruh
apa-apa dalam memperkuat Negara Khilafah. Keadaan ini dibiarkan terus berjalan
di jalannya yang bengkok.
Pada
pertengahan abad ke-12 H (18 M) keadaannya berubah. Kelemahan dalam negeri
daulah Khilafah mulai muncul ke permukaan. Daulah Khilafah berdiri di atas
sisa-sisa sistem Islam yang penerapannya telah dirusak, dibangun di atas
pemikiran-pemikiran yang justru menggoyahkan Islam dan kedalamannya.
Hukum-hukumnya mengambang dan lebih banyak di luar sistem daripada dalam sistem
Islam. Ini diakibatkan oleh pemahaman yang salah tentang pemikiran Islam,
keburukan penerapan sistem Islam, dan tidak adanya ijtihad yang otomatis para
mujtahid pun tidak ada.
Pada abad
13 H atau 19 M neraca sejarah antara Negara Khilafah Islam dan Negara-Negara
non-Islam mulai berayun-ayun, lalu neraca dunia Islam mulai menyusut, sementara
timbangan Negara-Negara Eropa sedikit demi sedikit mulai memberat dan menguat.
Di Eropa mulai muncul kebangkitan-kebangkitan dan hasil-hasilnya mulai tampak.
Sementara di tengah kaum muslimin, hasil-hasil kebekuan pemikiran dan buruknya
penerapan Islam juga mulai mencuat keluar. Ini terjadi karena pada abad 19 M di
Eropa muncul gerakan revolusi pemikiran yang dipelopori oleh para filusuf,
pujangga, dan pemikir. Mereka bekerja keras dan mencurahkan seluruh kemampuan
sehingga revolusi meledak di seluruh daratan Eropa. Revolusi mampu mengubah
secara menyeluruh pemikiran Eropa sehingga menghidupkan bangsa-bangsa mereka.
Kemudian muncullah gerakan-gerakan yang memiliki pengaruh kuat dalam menelorkan
pemikiran-pemikiran baru tentang pandangan hidup.
Di tengah
revolusi, sistem-sistem politik, perundang-undangan, dan semua sistem kehidupan
diubah. Ini adalah peristiwa yang sangat penting. Bayangan-bayangan
kerajaan-kerajaan lalim di Eropa lambat laun hilang, kemudian posisinya
diduduki oleh sistem-sistem pemerintahan baru yang dibangun di atas prinsip
pemerintahan perwakilan dan hukum menuruti kehendak rakyat. Pengaruhnya sangat
besar dalam mengarahkan kebangkitan Eropa. Pada abad ini di Eropa juga terjadi
revolusi industri yang membawa pengaruh sangat dominan. Realitas pengaruhnya
tampak dalam kemunculan ciptaan-ciptaan baru yang banyak dan beragam. Semuanya
mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam memperkuat Eropa dan memajukan
pemikiran dan kekayaan materinya.
Kekuatan
materi dan kemajuan ilmu ini mengakibatkan neraca dunia Eropa terhadap dunia
Islam tampak lebih berat, lalu mengubah pemahaman tentang masalah ketimuran.
Kekhawatiran terhadap “bahaya-bahaya” Islam tidak sampai menyerang Eropa karena
justru kejumudan menggerogoti Khilafah 'Utsmani atau malah memecah-belahnya
menjadi beberapa negeri, yaitu ketika negeri-negeri itu (propinsi-propinsi yang
memiliki otonomi) saling bertikai karena perbedaan-perbedaan kepentingan.
Revolusi
pemahaman masalah ketimuran dan beberapa kondisi baru yang muncul di Eropa
akibat peningkatan pemikiran, kemajuan ilmu, revolusi industri, dan aspek-aspek
lain mengenai kelemahan dan perpecahan yang menghantam Khilafah 'Utsmani
mengantarkannya pada revolusi politik di Negara Khilafah Islam dan
Negara-Negara kafir. Perkembangan berikutnya, neraca orang-orang Eropa semakin
menguat, sementara neraca kaum muslimin semakin melemah…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar