Pada sisi
lain ada sekelompok kecil umat yang melihat keharusan mengambil segala hal yang
dari Barat, baik menyangkut ilmu, tsaqafah/ ilmu keislaman, hadharah/
kebudayaan maupun madaniah/ sainstek. Mereka ini adalah orang-orang yang
belajar di Eropa atau di sekolah-sekolah misionaris yang telah menyusup ke
Negara Khilafah. Pada mulanya mereka tidak memiliki pengaruh. Mayoritas
bersikap moderat dan berusaha menyesuaikan Islam dengan tsaqafah/ khazanah ilmu
Islam, ilmu-ilmu, hadharah/ kebudayaan, dan madaniah/ sainstek yang dibawa
Barat.
Di
masa-masa akhir pemerintahan Negara Khilafah 'Utsmani, ada satu pemikiran yang
mempelopori gerakan bahwa Barat telah mengambil hadharah/ kebudayaan dari Islam
dan karena itu, Islam tidak mencegah gerakan yang mengambil apa-apa yang sesuai
dengan Islam dan mengamalkan apa-apa yang tidak bertentangan dengannya. Barat
rupanya berhasil menyebarkan pemikiran ini hingga mendominasi masyarakat Islam
dan membawanya ke tengah masyarakat. Apalagi para pelajar dan di antara mereka
yang terpengaruh banyak dari kalangan ulama fiqih, ilmuwan muslim, dan
orang-orang yang menamakan diri sebagai ulama kontemporer. Mereka juga
menamakan diri sebagai kaum reformer.
Menilik
pertentangan hakiki antara hadharah (kebudayaan dan peradaban) Barat dan
hadharah (kebudayaan dan peradaban) Islam, dan karena adanya perbedaan yang
jelas antara tsaqafah (khazanah keilmuan ideologi) Barat dan kandungan makna
yang berkaitan dengan visi kehidupan dengan tsaqafah (khazanah keilmuan
ideologi) Islam dan kandungan makna yang berkaitan dengan jalan kehidupan, maka
tidak mungkin menyeleraskan atau mengkompromikan antara apa yang terdapat dalam
Islam dan apa yang terdapat dalam pikiran-pikiran Barat. Membiarkan kompromi
dua hal yang bertentangan akan mengantarkan umat jauh dari Islam dan
mendekatkan mereka pada pemikiran-pemikiran Barat dengan bentuk atau pola yang
kacau. Mereka menjadi lemah karena pemikiran-pemikiran Barat dan menjadi
semakin jauh dari Islam.
Hal itu
memiliki dampak negatif yang sangat besar terhadap pengambilan sikap kenegaraan
Negara Khilafah dan perilaku umat. Negara (Negara Khilafah 'Utsmani) menjadi
menyia-nyiakan berbagai penemuan, ilmu-ilmu, dan industri-industri. Pemahaman
umat tentang Islam semakin buruk. Kondisi ini pada gilirannya akan mengubah
umat menjadi kumpulan manusia yang memiliki pemikiran yang saling bertentangan
dan menjadikan negara Khilafah tidak mampu memastikan pilihan terhadap suatu
pemikiran yang pasti dan tertentu. Umat menjadi berpaling dan tidak mau
mengambil sarana-sarana kemajuan materi yang berbentuk ilmu-ilmu sainstek,
penemuan-penemuan, dan industri-industri. Akibatnya, negara Khilafah
benar-benar menjadi lemah hingga tidak mampu berdiri dan menjaga dirinya.
Kelemahannya
menimbulkan keberanian musuh-musuh Islam untuk memotong-motong Negara Islam
menjadi potongan-potongan negara kecil yang batil, sementara negara Khilafah
tidak kuasa menolak dan justru menerimanya dengan pasrah. Kelemahannya juga
menimbulkan keberanian para misionaris untuk melancarkan perang terhadap Islam
dengan nama ilmu. Mereka menyusupkan misinya ke dalam tubuh umat sehingga
berhasil memecah belah barisan mereka dan membakar api fitnah dalam Negara
Khilafah Islam.
Gerakan-gerakan
yang beraneka ragam ini akhirnya berhasil merobohkan Negara Khilafah dan
disusul dengan kemunculan paham kesukuan dan kebangsaan ke tubuh seluruh bagian
wilayah Negara Khilafah, baik di Balkan, Turki, Negara Arab, Armenia, maupun
Kurdistan. Dan, puncaknya pada tahun 1914 M Negara Khilafah berada di bibir
jurang yang dalam, kemudian terperosok ke dalam Perang Dunia 1 dan keluar
darinya sebagai pihak yang kalah, dan akhirnya Negara Khilafah diadili sebagai
negara pesakitan.
Dengan
demikian, maka Negara Khilafah Islam hilang dari permukaan dunia dan Barat
berhasil mewujudkan impiannya yang mengusik mereka selama berabad-abad. Barat
berhasil menghakimi Negara Khilafah Islam yang notabene untuk menghancurkan
Islam. Dengan lenyapnya Negara Khilafah Islam, maka pemerintahan di seluruh
negeri Muslim tidak menjadi negara Islam. Kaum muslimin menjadi masyarakat yang
hidup di bawah bendera yang bukan Islam. Urusan mereka menjadi tercabik-cabik.
Keadaan mereka memburuk, dan akhirnya hidup dalam sistem kufur dan menerapkan
hukum-hukum kufur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar