Mushthafa
Kamal mengadakan muktamar kebangsaan di Swiss dan berhasil mengeluarkan
berbagai keputusan, di antaranya tentang sarana dan pola strategi (wasilah dan
uslub) yang memiliki tanggung jawab politik dalam mengamankan “kemerdekaan”
Turki. Muktamar juga berhasil mengambil berbagai keputusan.
Satu di
antaranya memilih Komite Pelaksana dan Mushthafa Kamal ditunjuk sebagai
pemimpin komite. Tidak berapa lama muktamar mengirimkan mosi peringatan kepada
penguasa. Isi mosi menuntut Perdana Mentri Farid diturunkan dari jabatannya dan
melangsungkan pemilihan parlemen baru yang bebas. Di bawah tekanan muktamar,
sultan dipaksa tunduk untuk memenuhi tuntutan-tuntutannya sampai akhirnya
sultan menurunkan perdana mentri dan mengangkat 'Ali Ridha menggantikan
kedudukan Farid. Sultan juga memerintahkan perdana mentri baru (Ali Ridha)
untuk mengadakan pemilihan anggota parlemen baru yang sebagian besar tunduk
pada para peserta muktamar. Mereka sukses menyusun parlemen baru.
Akibat
dari kesuksesan ini berhasil memboyong muktamar dan para anggotanya ke Ankara.
Semenjak itu, Ankara menjadi pusat kegiatan politik. Anggota muktamar
mengadakan perkumpulan di Ankara. Agendanya mengusulkan parlemen agar berkumpul
di Istambul dan setelah itu membubarkan muktamar yang anggotanya telah resmi
menjadi anggota parlemen. Akan tetapi, Mushthafa menentang dua pikiran ini dan
mengatakan, "Muktamar harus dilanjutkan hingga keberpihakan parlemen pada
keadilan menjadi jelas dan politiknya juga jelas. Mengenai kepindahan parlemen
ke ibukota tidak lain merupakan tindakan dungu yang gila. Kalian seandainya
melakukannya, niscaya kalian menjadi manusia di bawah belas kasihan musuh yang
asing. Inggris akan selalu mengontrol Khilafah dan kekuasaan akan memasuki
urusan kalian dan mungkin akan menahan kalian. Kalau begitu parlemen harus
tetap diadakan di sini! Di Ankara! Agar kemandiriannya tetap terjaga."
Dengan
total, Mushthafa Kamal terus-menerus memaksakan idenya, akan tetapi tidak
berhasil mengangkat anggota dewan yang akan mengadakan sidang parlemen di
Ankara. Anggota dewan justru pergi ke ibukota (Istambul) dan mengatakan pada
khalifah tentang dukungan mereka terhadapnya. Kemudian mereka bekerja menekuni
tugas mereka masing-masing. Demikian itu terjadi di bulan Januari tahun 1920 M.
Akan
tetapi, sultan justru berusaha memenuhi kehendaknya agar anggota dewan
melaksanakannya, namun mereka menolak dan menampakkan kekukuhan memegang
hak-hak negara. Ketika tekanan sultan terhadap mereka mengeras, mereka malah
menyebarkan opini umum tentang deklarasi kebangsaan yang telah ditetapkan
muktamar, di Swis. Deklarasi ini mencakup syarat-syarat penerimaan perdamaian
berdasarkan asas deklarasi. Dan, yang paling penting, agenda menjadikan Turki
“merdeka” masuk dalam ketetapan Deklarasi Swiss. Tentu keputusan ini
menyenangkan Sekutu, apalagi Inggris. Karena keputusan inilah yang sebenarnya
mereka upayakan, di samping upaya lain dengan menggiring penduduk Khilafah
mengeluarkan keputusan yang sama.
Menilik dari
indikasi-indikasi ini, dapat diketahui bahwa semua negeri yang diperintah
Khilafah 'Utsmani yang notabene Negara Islam pasca-Perang Dunia I membuat
konsensus kebangsaan yang mengandung satu komitmen saja, yaitu memerdekakan
diri sebagai negara merdeka yang berdiri sendiri dan terpisah dari Khilafah
'Utsmani. Konsensus ini persis dengan yang dikehendaki Sekutu.
Iraq membuat deklarasi
kebangsaan. Agendanya mewujudkan Negara Iraq merdeka. Siria membuat piagam
kebangsaan. Targetnya memerdekakan Siria menjadi Negara Siria yang berdiri
sendiri. Begitu juga Palestina, Mesir, dan negeri-negeri Islam lainnya.
Kenyataan ini tentu sangat menggembirakan Sekutu, apalagi Inggris. Lebih-lebih
dengan adanya deklarasi kebangsaan Turki.
Gerakan-gerakan
kebangsaan itu sesuai dengan apa yang dikehendaki mereka (Sekutu dan Inggris).
Kebijakan global mereka adalah memecah-belah Khilafah 'Utsmani dan
membagi-baginya menjadi beberapa negara hingga tidak kembali menjadi satu
negara yang kuat yang menjalankan pemerintahan negara Khilafah kaum muslimin.
Seandainya tidak ada
deklarasi dan perjanjian ini yang disukseskan oleh Sekutu dengan ketetapannya
dalam semua wilayah Khilafah, niscaya persoalannya akan menjadi lain. Demikian
itu karena Khilafah 'Utsmani adalah negara satu dan semua wilayahnya dihitung
menjadi bagian darinya. Semuanya berjalan di atas sistem yang satu, bukan
federal.
Dalam Negara Khilafah
Islam tidak ada perbedaan antara Hijaz dan Turki. Juga tidak ada perbedaan
antara panji-panji Quds dan Iskandarunah. Karena semuanya satu negara.
Namun, orang-orang
teracuni paham kebangsaan menuntut Khilafah mereka menjadi beberapa negara
bagian yang berdiri sendiri. Bangsa Arab maupun Turki sama-sama menghendaki
demikian. Maka, adakah yang paling cepat disambut dan didorong oleh Sekutu
melebihi fakta demikian ini, apalagi tuntutan pelepasan negeri-negeri juga
muncul dari pusat Khilafah (Turki) sendiri. Lebih-lebih Turki yang memegang
peran paling banyak dalam menjalankan pemerintahan Khilafah juga berusaha
menjadi Negara Turki Merdeka....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar