Keterkejutan
Barat semakin besar ketika melihat target keduanya tidak seperti angan-angan
mereka. Barat telah menguasai wilayah Syam dari Khilafah Utsmani dan menyerang
kaum muslimin dengan sangat biadab dan memperlakukan mereka dengan sangat
mengerikan. Penduduk Syam yang Kristen juga diusir bersama-sama kaum muslimin
dari rumah-rumah mereka. Karena itu, mereka berjalan bersama kaum muslimin di
semua medan peperangan.
Barat
menduga bahwa masalah kedua ini masih berjalan baik dan berpihak pada mereka.
Barat juga menduga bahwa sudah tidak ada penopang yang menyangga kaum muslimin.
Akan tetapi sayang, kaum muslimin masih tetap tuli atas peristiwa yang menimpa
pengusiran mereka dari negeri mereka, meski mereka sudah menetap di sana selama
kurang lebih dua abad. Di Syam mereka sempat berjuang. Kaum muslimin pada
akhirnya mampu mengalahkan kaum Salib dan mengusir mereka.
Barat
mengkaji rahasia semua persoalan ini dan akhirnya menemukannya di dalam Islam.
Barat melihat bahwa akidah Islam mampu menumbuhkan kekuatan yang sangat besar
dalam diri kaum muslimin. Hukum-hukumnya yang berkaitan dengan warga non-muslim
menjamin hak-hak mereka. Hukum-hukum ini akhirnya mampu menjalin kerjasama yang
kuat di antara warga Negara Khilafah Islam (muslim dan non-muslim).
Karena
itu, kafir penjajah (Barat) berpikir keras untuk menemukan jalan atau cara
menghancurkan dunia Islam. Dan, mereka menemukannya bahwa cara yang terbaik
adalah melalui perang tsaqafah/ khazanah
keilmuan. Perang ini dijalankan melalui program misionaris. Langkah awalnya
menarik para pemeluk Kristen agar bekerja-sama dengan Barat. Langkah berikutnya
mengobarkan keraguan kaum muslimin terhadap agama mereka serta menggoncangkan
akidah mereka. Dengan demikian, mereka menemukan jalan untuk memecah belah
antara warga muslim dan non-muslim di tengah rakyat daulah Khilafah. Cara ini
efektif untuk melemahkan kekuatan kaum muslimin.
Mega
proyek ini diwujudkan dengan langkah-langkah konkret. Di akhir abad 16 M mereka
(Barat dengan para misionarisnya) mendirikan markas besar di Malta untuk
gerakan misionaris. Markas itu dijadikan basis serangan misionais terhadap
dunia Islam. Dari Malta kekuatan-kekuatan misionaris dikirimkan.
Setelah
menetap cukup lama di Malta dan mulai merasa membutuhkan pelebaran gerakan,
mereka berpindah ke Syam tahun 1620 M. Mereka berusaha mewujudkan
gerakan-gerakan misionaris. Gerakan mereka pada mulanya masih sangat terbatas
dan belum menjelajah ke seluruh dunia Islam sampai akhirnya mampu mendirikan
sekolah-sekolah kecil dan menyebarkan sebagian buku keagamaan. Mereka bersikap
simpatik dengan membantu memecahkan kesulitan-kesulitan masyarakat (warga
Negara Khilafah Islam) akibat penindasan, pengusiran, dan peperangan.
Para
misionaris ini tinggal di sana hingga tahun 1773 M ketika perguruan-perguruan
misionaris kaum yesuit dihapus dan ketika lembaga-lembaga mereka ditutup
kecuali beberapa perguruan misionaris yang lemah, seperti Perguruan Misionaris 'Azariyyin (Israil).
Meski
perguruan-perguruan ini masih berdiri, pengaruh dan misi para misionaris
terputus dan kedudukan mereka tidak eksis kecuali di Malta hingga tahun 1820,
yaitu ketika mereka berhasil mendirikan pusat gerakan misionaris yang pertama
di Beirut. Setelah mulai bergerak di Beirut, mereka menemukan banyak kesulitan.
Akan tetapi, mereka tetap konsisten dan terus melanjutkan gerakan meski
dihadapkan kesulitan-kesulitan. Perhatian mereka yang utama masih terfokus pada
misi keagamaan dan tsaqafah/ ilmu keagamaan. Sementara perhatian terhadap
masalah pendidikan masih lemah. ……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar