g. Keputusan yang Sangat Bijak
Ketika Pembagian Harta Hasil Rampasan Perang
Sesungguhnya tentang
masalah harta benda dan para tawanan (dari) kabilah Hawazin, kami tidak berhak
memberikan komentar. Sebab dalam masalah tersebut belum terdapat perjanjian
seperti yang dibuat beliau Saw. sebelumnya. Beliau menunda pembagian harta hasil
rampasan perang hingga selesai memerangi Thaif. Beliau mengembalikan para
tawanan -kaum wanita dan anak-anak- kepada keluarga mereka.
Beliau sedikitpun
tidak memberikan harta hasil rampasan perang itu kepada para mujahid. Namun,
beliau memberikannya kepada orang lain. Dengan demikian, pasti di balik itu ada
rencana Rasulullah Saw. yang sifatnya politik yang telah beliau persiapkan. Namun,
apa rencana politik beliau ini?
Tentang tertundanya
pembagian harta hasil rampasan perang ini, Rasulullah telah menyiapkan harta
hasil rampasan perang tersebut untuk memperbaiki kondisi politik tertentu yang
dipastikan akan terjadi setelah penaklukkan Makkah. Sebab, bangsa Arab yang ada
di sekitar Makkah setelah mereka mengetahui bahwa kaum kafir Quraisy menyerah
di bawah ujung kuku pasukan berkuda Negara Islam, komunitas-komunitas bangsa
Arab mengadakan pertemuan di Hunain. Lalu, Allah membantu Rasul-Nya mengalahkan
orang-orang yang berkumpul di Hunain. Konsekuensi dari semua itu, yakni
kemenangan Rasulullah Saw. di Makkah dan di Hunain tidak akan berjalan dengan
damai. Kebencian dalam hati mereka akan terus bergejolak, meski kelihatannya
mereka tunduk kepada Rasulullah Saw. sebab luka yang mereka derita akibat
kekalahannya pada saat penaklukkan Makkah dan pada perang Hunain terlalu dalam.
Rasulullah sekali-kali
tidak akan tinggal lama di Makkah untuk menyelesaikan setiap kemungkinan yang
akan terjadi di Makkah dan di sekitarnya dengan penuh kebijakan. Tetapi, beliau
akan kembali ke ibu kota negaranya -Madinah al-Munawwarah- sehingga hal ini
menuntut beliau secepatnya memperbaiki situasi dan kondisi Makkah dan
sekitarnya sebelum beliau berangkat ke Madinah al-Munawwarah dengan
penyelesaian yang jelas, yang mampu meredam permusuhan, dan menumbuhkan pohon
kasih sayang di dalam hati mereka… Akan tetapi bagaimana caranya...? Dan apa
cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan itu semua…?
Muhammad Saw. telah
menemukan cara untuk mewujudkan itu semua di Tsaqif, yaitu dengan cara memberi
harta benda. Untuk itu, beliau menunggu dan tidak membagi harta hasil rampasan
perang di antara mereka yang turut melakukan penaklukan. Beliau menunggu barangkali
kabilah Hawazin mendatangi beliau dengan ketaatan dan bertaubat kepada Allah
dan Rasul-Nya. Kemudian beliau mengembalikan kepada kabilah Hawazin harta benda
yang sebelumnya telah mereka miliki. Dengan demikian, beliau telah membeli
sikap permusuhannya dengan harta bendanya sendiri.
Akhirnya beliau pergi
dari medan perang sambil benar-benar mendapatkan hati dan simpati. Sedang
mendapatkan hati dan simpati merupakan kemenangan yang hakiki yang senantiasa
diusahakan oleh para nabi dan para politisi yang telah teruji dan
berpengalaman. Akan tetapi, kabilah Hawazin lambat melakukannya hingga lebih
dari tiga belas hari. Sedang Rasulullah Saw. harus melakukannya dengan segera,
mengingat situasi dan kondisi baru di Makkah -setelah penaklukan- sedang
menunggu penyelesaiannya. Sehingga Makkah harus segera dikeluarkan keputusan
yang jelas sebelum beliau kembali ke Madinah al-Munawwarah untuk berkonsentrasi
menyiapkan kekuatan dalam rangka menaklukkan blok utara yang diperkuat Romawi.
Jika kabilah Hawazin
tidak mendatanginya, maka bagaimana beliau mengatur pembagian hasil rampasan
perang ini sesuai perspektif politik yang telah beliau rencanakan? Setelah
Rasulullah Saw. memperhatikan hasil rampasan perang ini, beliau mendapatinya
terdiri dari para tawanan (para wanita dan anak-anak), dan harta benda (unta,
kambing, perak, dan lain-lainnya). Rasulullah Saw. menyelidiki para pemimpin
kabilah dan para pembesar Makkah yang secara fisik mereka tunduk pada
Rasulullah Saw. sedang hatinya tidak. Sebab orang-orang seperti mereka ini
dapat dipastikan akan melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Rasulullah Saw.
setelah beliau meninggalkan mereka kembali ke Madinah. Untuk itu, beliau mulai
memberi mereka harta benda (unta, kambing, perak, dan lain-lainnya) sehingga
permusuhan mereka berubah menjadi cinta.
Shafwan bin Umayyah
yang sebelumnya ia sebagai orang yang paling memusuhi Rasulullah Saw. berkata,
“Rasalullah Saw. selalu memberiku hasil rampasan perang Hunain, padahal ia
adalah manusia yang paling aku benci, sehingga sekarang tidak ada satupun
ciptaan Allah yang aku cintai melebihi cintaku kepadamu.”
Demikianlah beliau
berhasil membeli hati mereka dengan harta benda. Dengan memberi harta benda
duniawi ini mampu menjamin loyalitas mereka kepada beliau.
Aku bersumpah, sungguh
itu merupakan keputusan politik yang sangat bijak. Membeli permusuhan dengan
harta benda itu lebih baik daripada menaklukkannya dengan pedang. Sebab, siapa
saja yang berhasil membeli permusuhannya dengan harta benda, maka hal itu akan
menjamin loyalitas hati dan pedangnya. Sedang siapa saja yang berhasil
menundukkan permusuhannya dengan pedang, maka hal itu hanya menghancurkan
pedangnya, sedang api dalam hatinya bertambah tajam. Sehingga dapat dipastikan
kapanpun api di dalam hatinya akan berkobar.
Cara inilah yang
banyak tidak diketahui oleh para sahabat ridhwanullah
‘alaih. Mereka adalah sekelompok dari kaum Anshar; sehingga Rasulullah
Saw. terpaksa menjelaskan tujuan politiknya kepada mereka. Beliau bersabda,
“Wahai kaum Anshar, apakah kalian mempersoalkan secuil dunia yang dengannya aku
ingin menjinakkan hati salah satu kaum agar mereka masuk Islam, sedang aku
menyerahkan kalian kepada keIslaman kalian?” Setelah mereka mengetahui dengan
jelas tujuan politik Rasulullah Saw., mereka tunduk dan berkata, “Kami rela
dengan Rasulullah sebagai bagian kami.”
Adapun para tawanan
(para wanita dan anak-anak), maka beliau tetap mempertahankan mereka berada
dalam kekuasaannya. Beliau tidak membagi-bagikan mereka kepada orang-orang yang
ikhlas di antara para sahabatnya -mereka orang-orang yang turut melakukan penaklukkan-
yang tidak rakus dengan harta benda duniawi. Beliau tetap mempertahankan para
tawanan itu ada dalam kekuasaannya, agar beliau dapat meminta kerelaan mereka
untuk kabilah Hawazin, ketika kabilah Hawazin mendatangi beliau dalam keadaan
bertaubat.
Rasulullah Saw. telah
memperkirakan bahwa kabilah Hawazin sekali-kali tidak akan melepaskan para
wanita dan anak-anak sebagai pengganti taubatnya kepada beliau. Rasulullah Saw.
tidak menyangkal bahwa beliau telah mengirim seseorang untuk meminta kabilah Hawazin
agar datang kepada beliau. Untuk itu, beliau tetap menunggu datangnya mereka.
Bahkan pembagian hasil rampasan perang itu beliau tunda karena beliau menunggu
datangnya kabilah Hawazin.
Akhirnya terjadilah
apa yang Rasulullah ingin terjadi. Kabilah Hawazin datang dalam keadaan
bertaubat, serta menyatakan bahwa mereka hendak masuk Islam, dan mereka meminta
agar keturunannya dan harta bendanya dikembalikan. Akan tetapi taubatnya datang
terlambat. Rasulullah Saw. telah membagi-bagikan harta benda mereka kepada
orang-orang yang hatinya tidak dapat ditundukkan dalam periode ini kecuali
dengan harta duniawi. Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka, “Wahai
orang-arang kabilah Hawazin, manakah yang lebih kalian cintai, anak-anak dan
wanita-wanita kalian, atau harta benda kalian?”
Rasulullah Saw. tahu
bahwa mereka pasti tidak akan menyamakan antara para wanita mereka dan
anak-anak mereka dengan dunia dan isinya. Sehingga mereka berkata, “Namun, kami
hanya ingin engkau mengembalikan wanita-wanita dan anak-anak kami, sebab mereka
lebih kami cintai daripada yang lain.”
Setelah beliau membagi
wanita-wanita dan anak-anak kepada para sahabatnya, maka beliau terasa berat
mengambil mereka kembali dari tangan para sahabatnya. Untuk mempermudah
keinginannya, beliau melakukan tindakan politik yang menjadikan para sahabat
berlomba-lomba mengembalikan wanita-wanita dan anak-anak kabilah Hawazin yang
ada dalam kekuasaannya, kecuali sedikit di antara mereka yang tidak mau
mengembalikan. Rasulullah Saw. membeli para tawanan yang ada dalam kekuasaan
para sahabat dengan memberi ganti kepada mereka harta hasil rampasan perang
milik beliau, yaitu mulai dari harta hasil rampasan perang pertama yang beliau
dapati. Tindakan ini merupakan tindakan politik yang indah -seperti baru saja
kami kemukakan- bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada kabilah Hawazin, “Ketika
aku telah selesai mengerjakan shalat Dhuhur bersama kaum muslimin, maka
berdirilah kalian, kemudian katakanlah, “Kami meminta pembelaan kepada
Rasulullah Saw. dalam menghadapi kaum muslimin, dan meminta pembelaan kaum
muslimin dalam menghadapi Rasulullah Saw. untuk mendapatkan kembali anak-anak
kami dan wanita-wanita kami, maka pada saat itu aku akan memberi kalian, dan
aku akan meminta untuk kalian.”
Setelah Rasulullah
Saw. selesai mengerjakan shalat Dhuhur bersama kaum muslimin, delegasi kabilah
Hawazin berdiri dan berkata seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw.
Lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Adapun tawanan yang menjadi hakku dan hak Bani
Muththalib, maka tawanan itu aku kembalikan kepada kalian.” Kaum Muhajirin
berkata, “Tawanan yang menjadi hak kami, kami serahkan kepada Rasulullah Saw.”
Kaum Anshar berkata, “Tawanan yang menjadi hak kami, kami serahkan kepada
Rasulullah Saw.”
Kabilah Hawazin merasa
senang dan puas dengan dikembalikannya wanita-wanita mereka dan anak-anak
mereka. Kabilah Hawazin sangat menghargai apa yang telah dilakukan oleh
Rasulullah. Kemudian, kabilah Hawazin memberikan cintanya dengan penuh ikhlas
kepada beliau.
Demikianlah aktivitas politik
yang dapat menghasilkan sesuatu yang tidak dapat dihasilkan oleh aktivitas
dengan menggunakan pedang. Semoga Allah memberkatimu, wahai tuanku, wahai
Rasulullah, wahai orang yang mengajari manusia cara bertindak dengan arif dan bijaksana.
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar