I. Penduduk Thaif (Tsaqif) Masuk Islam
Setelah Rasulullah
Saw. kembali ke Madinah dari Tabuk, pada bulan Ramadhan, delegasi Tsaqif datang
kepada beliau Saw.
1. Sebab kedatangan mereka
Di antara kisah
tentang mereka adalah setelah Rasulullah Saw. mengakhiri pengepungan terhadap
mereka (orang-orang Tsaqif), Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi -ia termasuk di
antara orang Tsaqif yang ditaati- mengikuti jejak langkah Rasulullah Saw. Urwah
bin Mas’ud berhasil menyusul beliau, sebelum beliau sampai di Madinah, lalu
Urwah bin Mas'ud masuk Islam. Urwah bin Mas’ud minta izin kepada beliau untuk
kembali kepada kaumnya, ia akan menyeru kaumnya kepada Islam. Rasulullah Saw.
bersabda kepadanya, “Sungguh mereka akan membunuhmu.” Rasulullah Saw. tahu
persis bahwa dalam diri orang-orang Tsaqif ada kesombongan untuk menolak setiap
kebenaran yang diserukan kepada mereka.
Urwah bin Mas’ud
berkata, “Wahai Rarulullah, aku jamin, mereka sekali-kali tidak akan melakukan
itu, sebab aku lebih dicintai oleh mereka daripada anak-anak sulung mereka
sendiri.” Rasulullah Saw. memberi izin Urwah bin Mas'ud kembali kepada kaumnya.
Urwah bin Mas’ud pun pergi untuk menyeru kaumnya kepada Islam, ia berharap
kaumnya tidak menentangnya, mengingat kedudukannya yang tinggi di tengah-tengah
mereka.
Ketika Urwah bin
Mas’ud mengawasi kaumnya dari atas ruangannya yang tinggi, setelah ia menyeru
kaumnya kepada Islam, dan setelah ia memperlihatkan agamanya kepada mereka,
kaumnya memanahnya dari segala penjuru, akhirnya Urwah bin Mas’ud terkena panah
hingga ia gugur. Urwah bin Mas’ud ditanya, “Apa pendapatmu tentang darahmu?”
Urwah bin Mas’ud berkata, “Darahku adalah kemuliaan yang dengannya Allah
memuliakan aku, dan syahadah (mati syahid) yang dikaruniakan Allah kepadaku.
Sehingga, tidak ada sesuatu apapun pada diriku, kecuali apa yang ada pada darah
mereka yang syahid, yang terbunuh ketika mereka berperang bersama Rasulullah
Saw. sebelum beliau pergi dari tempat kalian. Untuk itu kuburlah aku bersama
mereka yang syahid tersebut.”
Diriwayatkan bahwa
Rasulullah Saw. bersabda tentang Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi ini,
“Sesungguhnya perumpamaan Uruwah bin Mas'ud di tengah-tengah kaumnya adalah
seperti penguasa Yasin di antara kaumnya.”
Kemudian orang-orang
Tsaqif diam beberapa bulan setelah terbunuhnya Urwah. Dan selama beberapa bulan
itu, mereka terus berunding dengan cukup lama. Akhirnya mereka menyimpulkan
bahwa mereka tidak memiliki kemampuan dan kekuatan untuk memerangi Negara Islam,
mengingat seluruh Jazirah Arab
telah tunduk terhadap Negara Islam. Bahkan Negara Islam mulai menghancurkan
batas-batas kekuasaan bangsa Romawi.
Mereka sepakat untuk
mengirim seseorang kepada Rasulullah Saw., sebagaimana mereka pernah mengirim
Urwah. Mereka berbicara kepada Abdu Yalil bin Amr bin Umair, dan mereka meminta
agar Abdu Yalil bin Amr bin Umair yang pergi kepada Rasulullah Saw., namun Abdu
Yalil menolak melakukannya, sebab ia khawatir, kalau ia mau melakukannya
-ketika ia kembali- ia akan diperlakukan sebagaimana Urwah.
Abdu Yalil berkata,
“Aku tidak akan melakukannya sebelum ada beberapa orang yang juga diutus
bersamaku.” Akhirnya, mereka sepakat mengutus bersama Abdu Yalil dua orang dari
Akhlaf dan tiga orang dari Bani Malik, sehingga jumlah mereka seluruhnya
menjadi enam orang.
Mereka yang diutus
bersama Abdu Yalil adalah al-Hakim bin Amr bin Wahb bin Mu’attib dan Syarhabil
bin Ghailan bin Salamah bin Mu'attib, sedang yang berasal dari Bani Malik
adalah Utsman bin Abu al-Ash bin Bisyr bin Abdu Dahman saudara Bani Yasar, Aus
bin Auf saudara Bani Salim, dan Numair bin Kharsyah bin Rabi’ah saudara Bani
Harits.
Abdu Yalil pergi
bersama mereka. Abdu Yalil yang memimpin dan yang memiliki otoritas perintah.
Setelah mereka dekat dengan Madinah dan berhenti di Qanah, mereka bertemu
dengan Mughirah bin Syu’bah yang sedang mendapat giliran menggembala kuda-kuda
yang dipakai berjihad oleh para sahabat Rasulullah Saw. Kuda-kuda itu digembala
secara bergiliran di antara para sahabat Rasulullah Saw.
Ketika Mughirah bin
Syu’bah melihat mereka, Mughirah membiarkan kuda-kuda itu ada di antara
orang-orang Tsaqif. Mughirah bin Syu’bah pergi dengan terburu-buru untuk
menyampaikan kabar gembira kepada Rasulullah Saw. tentang kedatangannya
orang-orang Tsaqif kepada beliau.
Sebelum bertemu
Rasulullah Saw., Mughirah bin Syu’bah bertemu dengan Abu Bakar ash-Shiddiq,
lalu Mughirah memberitahu Abu Bakar tentang delegasi Tsaqif yang datang hendak
berbaiat dan menyatakan masuk Islam, dengan ketentuan Rasulullah Saw. membuat
beberapa syarat untuk mereka, dan mereka meminta dibuatkan surat jaminan
keamanan dari beliau untuk kaum, negeri, dan harta benda mereka. Abu Bakar
berkata kepada Mughirah, “Akn bersumpah dengan nama Allah kepadamu, engkau
tidak boleh mendahuluiku datang ke tempat Rasulullah Saw. hingga aku sendiri
yang akan menceritakan hal itu kepada beliau.” Mughirah menuruti apa yang
diinginkan Abu Bakar.
Kemudian, Abu Bakar
masuk ke tempat Rasulullah Saw. dan memberitahukan kepada beliau tentang
kedatangannya orang-orang Tsaqif kepada beliau. Sedang Mughirah pergi kepada
orang-orang Tsaqif. Pada siang itu, Mughirah beristirahat bersama mereka.
Mughirah mengajari mereka bagaimana cara memberi salam kepada Rasulullah Saw.,
namun mereka tidak melakukannya, kecuali tetap memberi salam dengan cara
jahiliyah kepada beliau.
2. Tidak ada tawar-menawar dalam
urusan akidah
Setelah mereka tiba di
tempat Rasulullah Saw., mereka dibuatkan kubah di salah satu sisi masjid
beliau. Khalid bin Sa’id bin al-Ash orang yang berjalan mondar-mandir antara
mereka dengan Rasulullah Saw. hingga mereka selesai menulis surat perjanjian
mereka, bahkan Khalid bin Sa’id bin al-Ash orang yang menulis surat perjanjian
itu dengan tangannya sendiri. Mereka tidak mau memakan makanan yang diberikan
oleh Rasulullah Saw. sebelum Khalid bin Sa'id bin al-Ash terlebih dahulu
memakannya. Keadaan seperti itu terus berlangsung hingga mereka masuk Islam dan
surat perjanjian selesai ditulisnya.
Di antara permintaan
delegasi Tsaqif kepada Rasulullah Saw. ialah hendaknya beliau tetap membiarkan
Lata dan tidak menghancurkannya selama tiga tahun, Rasulullah Saw. menolak
permintaan mereka tersebut. Mereka kembali meminta beliau agar tetap membiarkan
Lata dan tidak menghancurkannya, namun kali ini jangka waktunya dikurangi,
yaitu selama setahun, beliau tetap tidak mengabulkan permintaan mereka.
Akhirnya, mereka meminta agar beliau tetap membiarkan Lata dan tidak
menghancurkannya selama sebulan saja sejak kedatangan mereka, namun beliau
tetap menolak memenuhi permintaan mereka.
Kelihatannya mereka
meminta seperti itu kepada Rasulullah Saw. karena mereka berharap bahwa dengan
dibiarkannya Lata, mereka bisa selamat dari amukan orang-orang bodoh,
wanita-wanita, dan anak-anak mereka. Selain itu mereka tidak ingin
menakut-nakuti kaumnya dengan penghancuran berhala-berhala tersebut sebelum
seluruh kaum mereka masuk Islam, namun Rasulullah Saw. menolak memenuhi
keinginan mereka.
Justru beliau mengirim
Abu Sufyan bin Harb dan Mughirah bin Syu’bah untuk menghancurkan Lata. Selain
meminta agar Lata tetap dipertahankan, delegasi Tsaqif juga meminta kepada
Rasulullah Saw. membebaskan mereka dari kewajiban shalat, dan meminta agar mereka
tidak disuruh menghancurkan berhala-berhala mereka dengan tangan mereka
sendiri.
Rasulullah Saw.
bersabda, “Tentang penghancurkan berhala-berhala dengan tangan kalian, maka
kalian akan aku bebaskan daripadanya. Sedang permintaan untuk dibebaskan dari
kewajiban shalat, maka tidak akan aku kabulkan, Jebab tidak ada kebaikan pada
agama yang di dalamnya tidak ada shalat.” Mereka berkata, “Wahai Muhammad, kami
akan mengerjakan shalat, meski shalat itu menunjukkan kehinaan.”
Ketika delegasi Tsaqif
telah menyatakan masuk Islam dan Rasulullah Saw. telah membuat surat perjanjian
untuk mereka, beliau mengangkat Utsman bin Abu al-Ash sebagai pemimpin mereka.
Utsman bin Abu al-Ash adalah orang termuda di antara mereka, namun ia orang
yang paling bersemangat untuk mendalami
ajaran Islam, dan mempelajari al-Qur’an. Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah,
aku lihat anak muda ini (Utsman bin Abu al-Ash) adalah satu-satunya delegasi
Tsaqif yang paling bersemangat untuk mendalami ajaran Islam dan mempelajari
al-Qur’an.”
3. Kembalinya delegasi Tsaqif
dan penghancuran Lata
Setelah delegasi
Tsaqif menyelesaikan urusan mereka, dan mereka hendak pulang ke negeri mereka,
Rasulullah Saw. mengirim bersama mereka Abu Sufyan bin Harb dan Mughirah bin
Syu’bah untuk menghancurkan Lata. Kedua orang sahabat tersebut berangkat
bersama delegasi Tsaqif.
Ketika mereka semua
tiba di Thaif, Mughirah bin Syu’bah meminta Abu Sufyan bin Harb agar terlebih
dahulu memasuki Thaif, namun Abu Sufyan bin Harb menolaknya, dan berkata,
“Seharusnya engkau sendiri yang lebih dahulu masuk kepada kaummu.” Sedang Abu
Sufyan bin Harb bersama unta dan perbekalannya tinggal di Dzu al-Hadm. (Dzu
al-Hadm adalah mata air milik kabilah Bali yang berada di belakang Wadil Qura)
Setelah Mughirah bin
Syu’bah telah masuk kepada kaumnya, ia naik ke atas Lata, kemudian memukulnya
dengan cangkul. Ketika Mughirah bin Syu’bah sedang menghancurkan Lata, ia
dilindungi oleh kaumnya, Bani Mu’attib, sebab mereka khawatir Mughirah bin
Syu’bah dipanah atau dibunuh seperti halnya Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi.
Ketika Mughirah bin Syu’bah sedang menghancurkan Lata itulah, wanita-wanita
Tsaqif keluar dengan tidak mengenakan kerudung sambil menangisi Lata.
Setelah Mughirah bin
Syu'bah selesai menghancurkan Lata, ia mengambil harta benda dan perhiasan yang
ada padanya, lalu ia memberikannya kepada Abu Sufyan bin Harb. Harta benda yang
berhasil dikumpulkan dari Lata itu terdiri dari emas dan batu permata.
Dari sini kami harus
menyelidiki, mengapa Rasulullah Saw. memilih Abu Sufyan bin Harb sendiri yang
ditugaskan menghancurkan Lata?
Ingat! Hingga
sekarang, Abu Sufyan bin Harb masih cenderung kepada berhala-berhala tersebut,
meski ia telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah. Untuk itu, Rasulullah Saw. bermaksud mengirim Abu Sufyan bin Harb untuk
menghancurkan Lata. Sehingga cita-citanya yang terakhir untuk kembali menyembah
berhala-berhala tersebut menjadi musnah.
Lebih dari itu,
delegasi Tsaqif ketika berbincang-bincang dengan Rasulullah Saw. mengungkapkan
bahwa di Tsaqif hingga saat ini masih ada orang-orang beragama yang loyal
terhadap Lata. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. memilih sang pembela dan
penjaga berhala-berhala tersebut -Abu Sufyan bin Harb- sebagai orang pertama
yang berlomba menghancurkan Lata. Ketika mereka melihat Abu Sufyan bin Harb
dengan matanya sendiri, maka hancur dan lenyaplah cita-cita mereka. Akhirnya
mereka membuang jauh-jauh semangat pembelaannya, dan selanjutnya mereka
menyerah dengan agama baru, yaitu agama
Islam. Renungkanlah! Betapa luasnya wawasan Rasulullah Saw. dalam menentukan
tindakannya.
4. Melunasi sebagian hutang
dengan harta yang diambil dari Lata
Jauh sebelum datangnya
delegasi Tsaqif kepada Rasulullah Saw., Abu Mulaih bin Urwah dan Qarib bin
al-Aswad keduanya menghadap kepada Rasulullah Saw., ketika terbunuhnya Urwah.
Keduanya ingin berpisah dari orang-orang Tsaqif. Sebab, antara mereka tidak pernah
ada kesepakatan dalam hal apapun. Kemudian keduanya masuk Islam.
Rasulullah Saw.
bersabda kepada keduanya, “Tunjukkan siapa saja yang kalian inginkan untuk
menjadi pemimpin kalian.” Keduanya berkata, “Kami mengangkat Allah dan
Rasul-Nya sebagai pemimpin kami.” Rasulullah Saw. bersabda, “Angkatlah paman
kalian, Abu Sufyan bin Harb sebagai pemimpin kalian.” Keduanya berkata, “Ya,
pemimpin kami adalah paman kami, Abu Sufyan bin Harb.”
Setelah orang-orang
Thaif masuk Islam, dan Rasulullah Saw. telah mengirim Abu Sufyan bin Harb dan
Mughirah bin Syu’bah untuk menghancurkan Lata, Abu Mulaih bin Urwah meminta
Rasulullah Saw. membayar hutang ayahnya, Urwah bin Mas'ud, dengan harta milik
berhala-berhala tersebut. Rasulullah Saw. bersabda kepada Abu Mulaih bin Urwah,
“Ya, aku akan membayarnya.” Qarib bin al-Aswad berkata kepada Rasulullah,
“Wahai Rasulullah, bayarlah juga hutang al-Aswad -Urwah dan al-Aswad adalah
saudara seayah dan seibu.” Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak, sebab al-Aswad
meninggal dunia dalam keadaan musyrik.” Qarib bin al-Aswad berkata, “Wahai
Rasulullah, akan tetapi engkau menyuruh seorang muslim tetap menyambung
hubungan kekerabatan -yang dimaksud ialah dirinya sendiri. Aku tahu, memang
hutang tersebut harus aku bayar, karena itulah aku meminta agar hutang tersebut
dibayarkannya.”
Kemudian, Rasulullah
Saw. memerintahkan Abu Sufyan bin Harb agar membayar hutang Urwah bin Mas’ud
dan al-Aswad dengan harta yang diambil dari Lata tersebut. Setelah Mughirah bin
Syu'bah mengumpulkan harta dari Lata tersebut, ia berkata kepada Abu Sufyan bin
Harb, “Sesungguhnya Rasulullah Saw. memerintahkanmu agar membayar hutang Urwah
bin Mas'ud dan al-Aswad.” Kemudian, Abu Sufyan bin Harb membayar hutang
keduanya.
Sedang surat
perjanjian yang Rasulullah Saw. buat untuk orang-orang Tsaqif isinya sebagai
berikut:
“Bismillahirrahmanirrahim. Surat perjanjian ini
dari Muhammad, seorang Nabi dan sekaligus utusan Allah kepada orang-orang yang
beriman. Sesungguhnya pohon-pohon yang berduri dan buah-buahan yang ada di Wajj
tidak boleh ditebang, dan begitu juga dengan hewan buruannya tidak boleh
dibunuh. Siapa saja yang diketahui melakukan salah satu dari hal tersebut, ia
dicambuk dan pakaiannya dicopot. Jika ia bertindak lebih jauh, maka ia
ditangkap kemudian dibawa kepada Nabi Muhammad, Rasulullah. Isi surat
perjanjian ini merupakan perintah Nabi Muhammad Rasulullah Saw.” (Wajj adalah
suatu tempat di Thaif)
Surat perjanjian ini
ditulis oleh Khalid bin Sa’id atas perintah Rasulullah, Muhammad bin Abdullah.
Sehingga tidak seorangpun yang berani menentang isi suratnya. Dan jika ada yang
menentangnya, maka sama artinya ia menzhalimi dirinya sendiri, sebab ia menentang
apa yang telah diperintahkan Rasulullah Saw. terhadap dirinya.
Dengan demikian,
itulah akhir kubu perlawanan di antara kubu-kubu perlawanan kesyirikan yang
terdapat di Jazirah Arab. Akhirnya seluruh jazirah Arab tunduk kepada Negara
Islam.
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar