Apakah Khilafah demokratis atau kediktatoran
4. Apakah Khilafah
demokratis atau kediktatoran?
Negara Islam bukan kedua-duanya. Para pemerintah kolonial Barat telah
menjadikan perkara pemilu bersinonim dengan demokrasi, padahal itu tidaklah
benar. Khilafah akan punya pemilu untuk memilih, termasuk Khalifah, tapi tidak
ada yang berhak membuat syari’at (hukum) – oleh sedikit orang ataupun banyak
orang sebagaimana dalam demokrasi. Ini artinya bahwa rakyat akan bisa memilih
wakilnya tapi di waktu yang sama para wakil tidak punya wewenang untuk
menyalahi Syari'ah dan menetapkan hukum rusak seperti kekebalan hukum bagi
penguasa. (Lebih rinci lihat "The Ruling system of Islam" Hizb
ut-Tahrir)
Di masa kini istilah kediktatoran menunjuk pada suatu bentuk otokrasi
kekuasaan absolut dengan kepemimpinan yang tak tersentuh hukum, konstitusi,
atau faktor sosial dan politik dalam suatu negara. Ini menyalahi aturan Islam
karena Khalifah terikat secara keseluruhan dengan Syari'ah dan berbagai
perangkat pertanggung jawabannya. Khalifah tidak pula kebal hukum, tapi sama
seperti warga negara lainnya. (Lebih rinci rujuk "The Khilafah is not a
Totalitarian State," Khilafah.com)
5. Empat Khalifah
yang pertama dahulu dipilih melalui pemilihan, bukankah itu demokrasi?
Ketika kaum Muslim bicara soal demokrasi, pemahaman yang masih banyak
beredar adalah bahwa pemerintahan yang akuntabel, tegaknya hukum, dan
pemerintahan yang benar-benar mewakili adalah bersinonim dengan pemilu
demokrasi. Namun, sementara nilai-nilai itu sering disebut, sebenarnya jarang terwujud.
Islam, dengan membolehkan beberapa mekanisme untuk memilih pemimpin, memastikan
bahwa nilai-nilai itu terjaga. Sebagian dari Khulafaur Rasyidin dipilih melalui
pemilu sedangkan sebagian yang lain diusulkan kemudian disetujui oleh
mayoritas. Namun yang pasti adalah bahwa kehendak Umat dalam memilih pemimpin
bisa terlaksana dan good governance terjaga. (Lebih rinci rujuk
"Democracy is a system of Kufr" Khilafah publications)
6. Bukankah
demokrasi liberal adalah perkara yang universal dan umum bagi semua orang
termasuk kaum Muslim?
Bagi dunia Barat, proses sejarah yang mereka lalui dianggap sebagai
sejarahnya dunia dan disebut modernitas, sementara semua pemikiran lainnya
dianggap primitif jika tidak cocok dengan Liberalisme (Kapitalisme).
Bagi Barat, 'modernitas' membawa konotasi tertentu dari misi
Pencerahan, yaitu gerakan berpisah dengan agama. Misi ini menghasilkan
perkembangan sekularisme dan membuang Gereja, termasuk ajarannya dan dogmanya
ke ranah pribadi. Selain itu juga ada konsep HAM, persamaan dan kebebasan. Di
kemudian hari proses sejarah ini disebut 'modernisme'. Bagi para sekularis,
memeluk nilai-nilai sekular liberal disebut modern dan apapun yang tidak cocok
dengan nilai-nilai itu dianggap terbelakang dan tidak berbeda dengan Gereja
abad pertengahan.
Kapitalisme dalam kenyataannya adalah khusus bagi ideologi Barat,
sebuah peristiwa yang terjadi di Eropa yang lalu dituduhkan juga bahwa itu
mujarab bagi dunia Muslim. Tidaklah benar menuduh semacam itu dan melihat Islam
melalui kacamata demokrasi liberal yang merupakan pemikiran Barat dan sejarah
Barat, itu semua bukan milik kaum Muslim. (Lebih rinci lihat 'Islamic
Reformation, the battle for hearts and minds,' Khilafah.com)
7. Apakah Islam
memisahkan agama dan politik seperti demokrasi?
Tidak. Sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan politik, adalah
prinsip Barat dan tidak dikenal oleh Islam. Teks Syari'ah yang diwahyukan oleh
Allah Swt. dalam al-Qur'an dan apa yang telah disebutkan dalam Ahadits adalah
sumber legislasi dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan politik. (Lebih rinci
lihat 'Democracy is a system of Kufr,' Hizb ut-Tahrir)
8. Akankah
Khilafah mengadakan pemilu?
Pengangkatan Khalifah adalah berdasarkan kehendak mayoritas. Kehendak
mayoritas dalam pemilihan pemimpin negara Islam bisa ditentukan melalui beragam
mekanisme, termasuk pemilu. Oleh karenanya pemilu mewakili satu gaya dalam
memilih Khalifah. Pengangkatan Khulafa ur-Rasyidin menunjukkan bahwa beberapa
mekanisme bisa digunakan dalam memilih seorang pemimpin. (Lebih rinci rujuk
"Ruling System," Hizb ut-Tahrir)
9. Akankah
Khilafah punya Parlemen?
Parlemen adalah sebuah institusi dalam sistem demokrasi, yang melakukan
tugas membuat hukum di samping juga tugas lainnya. Seorang Anggota Parlemen
yang terpilih memiliki tugas yaitu diantaranya: meminta tanggung jawab
pemerintah, membuat hukum (legislasi), memilih presiden dan menyetujui
proyek-proyek dan perjanjian.
Parlemen mungkin punya kesamaan dengan Majelis Umat, karena keduanya
adalah badan yang mewakili rakyat. Tapi sesungguhnya keduanya berbeda karena
Majelis Umat dalam negara Islam memberi konsultasi bagi Khalifah dalam hal
hukum Islam dan administrasi yang akan diadopsi oleh Khalifah dan untuk meminta
tanggung jawab pemimpin dan untuk menasihati. Para anggota Majelis yang Muslim
juga punya hak untuk mengusulkan kandidat jabatan Khalifah (jika kondisi
mengharuskan ada Khalifah baru). (Lebih rinci lihat "The Ruling on Muslim
Participation in the Political Life of the West," Hizb ut Tahrir)
Parlemen adalah institusi pembuat hukum yang sangat bertentangan dengan
Islam.
Apakah Khilafah
demokratis atau kediktatoran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar