Buku Bagus Untuk Dibaca:
Buku : Mendukung Para Diktator dan Tirani
Metode umum Kebijakan Luar Negeri Barat
Buku : Mendukung Kediktatoran dan Penguasa Tiran
Alat-alat tradisional dalam Kebijakan Politik Luar Negeri Barat
Barat dan para diktator dunia Muslim lainnya
Rezim-rezim Barat tidak menyembunyikan kekaguman mereka terhadap para diktator dunia Muslim. Sejarah hubungan itu sudah ada saat Perang Dunia Satu, pembagian dunia Arab antara Inggris dan Perancis di bawah perjanjian Sykes-Picot, dan pemasangan para monarki absolut yang ramah-Barat.
Pada Nopember 2001, Tony Blair menyambut kepala junta militer Pakistan, Jenderal Musharraf, dengan mengatakan “Jadi, Pak, terima kasih banyak untuk dukungan anda dan bantuan anda dan sekali lagi biarkan saya mengulang penyambutan yang sangat hangat kami pada anda di sini.” Itu adalah kata-katanya untuk mendukung diktator militer yang menetapkan referendum 2002 yang diduga menunjukkan 97 persen dukungan bagi kekuasaannya. Dia di kemudian hari bertanggung jawab atas kematian ribuan rakyat Pakistan dan Afghanistan dalam 'perang terhadap teror'.
Berbicara tentang yang akhir Raja Fahd bin Abdul Aziz, Tony Blair mengatakan bahwa dia adalah “orang dengan visi besar dan kepemimpinan”. Dalam pidato di hadapan mantan Putra Mahkota Abdullah Arab saudi di London pada tahun 2000, Peter Hain, seorang menteri Pemerintah, mengatakan bahwa dia gembira dengan kehadirannya di London “yang kami suka anggap sebagai rumah kedua anda”. Maka tidaklah mengejutkan bahwa ketika Inggris bisa secara resmi memprotes untuk pemilihan bebas di Iran, ia tidak pernah mengkritik rezim-rezim tirani pembantu di Teluk Persia.
Peter de la Billiere, seorang komandan UK dalam Perang Teluk pertama, secara eksplisit menjelaskan pentingnya mempertahankan para diktator itu tetap memegang kekuasaan di dunia Muslim. Dia berbicara mengenai kebutuhan untuk menjaga rezim Saudi: “Sebagaimana kita, Inggris, telah mendukung sistem kekuasaan syeikh semenjak perginya kita dari Teluk di awal 1970-an, dan melihatnya berkembang, kita suka jika itu harus berlanjut. Arab Saudi adalah teman lama dan terbukti kita ... Maka sangatlah menjadi kepentingan kita bahwa negara dan rezim itu tetap stabil setelah perang.”
Ini bukanlah kejutan karena pada 1958 Komite Intelijen Gabungan Inggris (UK Joint Intelligence Committee) mengatakan bahwa “Pemeliharaan kepentingan-kepentingan kita di negeri-negeri Teluk Persia adalah bergantung pada berlanjutnya kestabilan di area itu. Saat ini hanya para penguasa yang bisa menyediakan ini. Tidak ada rezim alternatif yang tampak, tentunya bukan rezim-rezim yang bisa memberikan stabilitas yang kepadanya pemeliharaan berbagai kepentingan Inggris bergantung. Satu kegagalan mendukung siapapun dari para Penguasa itu akan melemahkan kepercayaan yang lain terhadap kemampuan dan kemauan kita untuk melindungi mereka. Adalah dalam keyakinan ini bahwa posisi spesial kita di Teluk dengan mantap berpijak.” [Nationalist and radical movements in the Arabian Peninsula, 10 February 1958, Public Record Office, CAB 158/31]
Demikian juga, Dewan Keamanan Nasional AS (US National Security Council) menulis bahwa bagi USA “kepentingan-kepentingan ekonomi dan budaya dalam area itu telah menyebabkan secara alami dekatnya hubungan-hubungan AS dengan berbagai elemen dunia Arab yang kepentingan utamanya bergantung pada pemeliharaan hubungan-hubungan dengan Barat dan status quo di negeri-negeri mereka”.
Melalui dukungan mereka pada para diktator dunia Muslim, para pemerintah Barat adalah sekutu dalam menghasilkan kematian ribuan orang yang dibunuh dan disiksa karena mengusahakan pemerintahan Islam, sekutu dalam menolak suara politik para Muslim di negeri Muslim manapun dan sekutu dengan para penguasa dunia Muslim dalam memiskinkan massa dengan mengekang seluruh negeri-negeri di bawah utang IMF dan memberi korporasi-korporasi kebebasan tangan untuk mengeksploitasi massa.
Sejauh hingga 1957, Kantor Luar Negeri Inggris (British Foreign Office) mengidentifikasi bahayanya para penguasa Muslim “kehilangan kekuasaan mereka kepada para reformis atau gerakan-gerakan revolusioner bisa mengenyahkan hubungan dengan United Kingdom”. Adalah untuk alasan ini bahwa sekitar 50 tahun kemudian, British Home Secretary, Charles Clarke, berargumen bahwa oposisi dari pendirian-kembali Khilafah (Caliphate) adalah fundamental bagi peradaban Barat. Ini secara prinsip dikarenakan para pemerintah Barat sangatlah paham bahwa Khilafah / Negara Islam akan mencakup negeri-negeri pembantu yang menjaga kepentingan-kepentingan Barat sekaligus menganiaya massa.
Buku : Mendukung Kediktatoran dan Penguasa Tiran
Alat-alat tradisional dalam Kebijakan Politik Luar Negeri Barat
Supporting Dictatorship and Tyranny
Traditional tools in Western Foreign Policy
oleh Hizb ut-Tahrir Inggris
Hizb ut-Tahrir Britain
Suite 301
28 Old Brompton Road
London SW7 3SS
Supporting Dictatorship and Tyranny [PDF]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar