Buku Bagus Untuk Dibaca:
Buku : Mendukung Para Diktator dan Tirani
Metode umum Kebijakan Luar Negeri Barat
Buku : Mendukung Kediktatoran dan Penguasa Tiran
Alat-alat tradisional dalam Kebijakan Politik Luar Negeri Barat
Afghanistan
Propaganda Barat saat itu, dan sejak invasi Afghanistan di 2001 terutamanya dibangun atas karakterisasi rezim Taliban yaitu sebagai brutal, otoritarian dan 'pelanggar hak-hak manusia' – khususnya ditekankan – terhadap wanita.
Namun, teman-teman Barat di Afghanistan dalam perang melawan terorisme dan Taliban termasuk para anti-Amerika ganas, pelanggar hak-hak dasar, mereka yang pernah menjadi sekutu Osama bin Laden dan tentara-tentara bekas rezim komunis. Resminya, mereka dikenal sebagai United Islamic Front for the Salvation of Afghanistan. Tidak resminya, mereka menyebut diri mereka sendiri the Northern Alliance / Aliansi Utara. Para pejabat Amerika Serikat menyediakan senjata kepada para tentara aliansi itu yang berjumlah sekitar 15.000, selain juga diberi bantuan non-militer dari Washington sejak 1998. Media berita merespon itu dengan menyebut sekutu itu sebagai pejuang kemerdekaan baru Afghanistan (Afghanistan's new freedom fighters). “Mereka mungkin tidak sempurna,” aku Mike Vickers, seorang mantan pejabat dengan Central Intelligence Agency AS dan direktur studi-studi strategis untuk Pusat Pemeriksaan Strategis dan Penganggaran berbasis-Washington (Centre for Strategic and Budgeting Assessments). “Tapi Aliansi Utara memiliki beberapa elemen bagus.”
“A.S. dan para sekutunya harus tidak bekerja sama dengan para komandan yang catatan kebrutalannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang legitimasi mereka di dalam Afghanistan,” kata Sidney Jones, direktur eksekutif Human Right Watch divisi Asia. Human Rights Watch mendesak secara khusus bahwa tidak ada kerjasama yang diteruskan dengan Abdul Rashid Dostum, kepala Junbish militia; Haji Muhammad Muhaqqiq, seorang komandan senior Hizb-i Wahdat; Abdul Rasul Sayyaf, pemimpin bekas Ittihad-i Islami; dan Abdul Malik Pahlawan, seorang mantan komandan Junbish senior.
Gary Leupp, dalam CounterPunch.org pada 16 Juli 2002 melaporkan bahwa, “Sekutu A.S. itu adalah para pemerkosa. Semenjak 1996, laporan U.S. State Department sendiri mengenai hak-hak manusia di Afghanistan menyimpulkan bahwa pasukan yang dipimpin oleh [yang sekarang disanjung-sanjung] Ahmed Shah Massood secara sistematis memperkosai dan membunuhi para wanita Hazzara di Kabul pada Maret 1995: “Tentara Massood membabi-buta, secara sistematis menjarah di semua jalan dan memperkosa para wanita.” Sejak kembalinya mereka ke kekuasaan, pasukan Aliansi Utara kembali ke kebiasaan lama mereka ...”
Berbagai pelanggaran hukum humanitarian yang dilakukan oleh faksi-faksi United Front termasuk:
Akhir 1999 – awal 2000: orang-orang mengungsi yang lari dari desa-desa di dalam dan di sekitar distrik Sangcharak menceritakan ringkasan berbagai eksekusi, pembakaran rumah-rumah, dan penjarahan luas selama 4 bulan area yang dikuasai oleh United Front. Beberapa eksekusi dilaporkan dilakukan dihadapan para anggota keluarga korban. Mereka yang menjadi sasaran dalam berbagai penyerangan itu kebanyakan adalah etnis Pashtun dan, dalam beberapa kasus, etnis Tajiks.
September 1998: beberapa hujan roket ditembakkan di bagian utara Kabul, yang salah satunya menimpa pasar malam yang ramai. Perkiraan jumlah orang terbunuh berkisar dari 76 hingga 180. Serangan-serangan itu umumnya dipercaya dilakukan oleh pasukan Massood, yang berlokasi di sekitar 25 mil utara kabul. Seorang juru bicara untuk komandan United Front Ahmad Shah Massood menyangkal mentarget para penduduk sipil. Pada pernyataan pers 23 September 1998, Komite Internasional Palang Merah mendeskripsikan serangan-serangan itu sebagai acak dan paling mematikan yang disaksikan kota itu selama 3 tahun.
Akhir Mei 1997: Sekitar 3.000 tentara Taliban yang ditangkap akhirnya dieksekusi di dalam dan di sekitar Mazar-i Sharif oleh pasukan Junbish di bawah komando Jenderal Abdul Malik Pahlawan. Berbagai pembunuhan itu mengikuti keluarnya Malik dari aliansi singkat dengan Taliban dan penangkapan pasukan Taliban, yang terperangkap di dalam kota. Beberapa tentara Taliban dibawa ke padang pasir dan ditembak, sedangkan yang lainnya dilempar ke dalam sumur dan kemudian diledakkan dengan granat-granat.
5 Januari 1997: pesawat-pesawat Junbish menjatuhkan tembakan-tembakan cluster atas area-area rumah tinggal di Kabul. Beberapa warga sipil terbunuh dan yang lainnya terluka dalam serangan udara acak, yang juga melibatkan penggunaan bom-bom konvensional.
Maret 1995: Pasukan-pasukan faksi yang beroperasi di bawah Komandan Massood, the Jamiat-i Islami, bertanggung jawab atas perkosaan dan penjarahan setelah mereka menguasai dan merebut komplek Karte Seh berpenghuni mayoritas Hazara di Kabul dari faksi-faksi lain. Menurut laporan 1996 Departemen Negara AS mengenai praktek hak-hak manusia pada 1995, 'Pasukan Massood membabi-buta, secara sistematis menjarah seluruh jalanan dan memperkosa para wanita.'
Pada malam 11 Pebruari 1993 pasukan-pasukan Jamiat-i Islami dan yang dari faksi lainnya, Ittihad-i Islami Abdul Rasul Sayyaf, mengadakan pemberantasan di Kabul Barat, membunuh dan 'menghilangkan' penduduk sipil etnis Hazara, dan melakukan pemerkosaan luas. Perkiraan mereka yang dibunuh berkisar antara sekitar 70 hingga lebih dari 100. selain itu, partai-partai yang menyusun the United Front telah melakukan pelanggaran-pelanggaran serius hak-hak yang diakui internasional lainnya. Dalam tahun-tahun sebelum Taliban menguasai mayoritas Afghanistan, partai-partai itu telah membagi-bagi negara itu antar mereka sendiri selama berperang demi kekuasaan atas Kabul.
Dalam 1994 saja, diestimasi 25.000 dibunuh di Kabul; kebanyakan dari mereka adalah penduduk sipil yang terbunuh dalam serangan-serangan roket dan artileri. 1/3 kota diciutkan menjadi reruntuhan, dan banyak yang tersisa mengalami kerusakan parah. Bisa dikatakan tidak ada aturan hukum dalam area manapun di bawah kendali faksi-faksi. Di Kabul, pasukan Jamiat-i Islami, Ittihad, dan Hizb-i Wahdat semua melibatkan diri dalam perkosaan, eksekusi-eksekusi, penahanan paksa, penyiksaan, dan 'berbagai penghilangan.' Di Bamiyan, para komandan Hizb-i Wahdat secara rutin menyiksa para tahanan untuk tujuan-tujuan pemaksaan. Anggota-anggota senior aliansi, termasuk mantan presiden Afghanistan Burhanuddin Rabbani dan penjahat perang utara Abdul Rashid Dostum, seorang sekutu kunci Uni Soviet selama usaha negara itu menjajah Afghanistan, telah dikutip oleh Amerika sendiri melakukan berbagai pelanggaran hak-hak manusia. Di waktu-waktu yang lain berbagai faksi itu dengan riang gembira saling membantai satu sama lain.
Pada 1993, menurut organisasi non-pemerintahan, Human Rights Watch, Society of Islam oleh Rabbani membunuh 70 hingga 100 anggota minoritas Hazara yang berhubungan dengan musuhnya yaitu Party of Islamic Unity, anggota lainnya dari Northern Alliance.
2 tahun setelahnya, menurut Departemen Negara AS, pasukan-pasukan Rabbani – di bawah komando Ahmad Shah Massood [yang di sanjung-sanjung berbagai wartawan Barat sebagai 'Singa Panjshir' hingga dia dibunuh] – melakukan kebrutalan anti-Hazara lainnya 'secara sistematis menjarah seluruh jalan dan memperkosa para wanita.' Karir Jenderal Dostum adalah mengerikan. Dari 1979 hingga 1992, dia beraliansi dengan pemerintah komunis di Kabul. Di saat pemerintahan itu akan jatuh, Dostum berpindah loyalitasnya untuk bergabung dengan mujahidin anti-komunis 'para pejuang kemerdekaan.' Ketika berbagai faksi mujahidin mengalami perpecahan, pertama dia bersekutu dengan Rabbani untuk memerangi Hekmatyar. Selanjutnya, dia bergabung Hekmatyar untuk melawan Rabbani. Pada 1995, dia mendukung Taliban melawan Hekmatyar dan rabbani. Pada 1996, dia bersekutu dengan kedua mantan musuhnya melawan Taliban.
Aliansi Utara mendanai banyak dari usaha perangnya dari perdagangan heroin. Menurut United States State Department, hampir semua budidaya opium Afghanistan di tahun 2002 – sekitar 77 ton – ditumbuhkan di berbagai wilayah yang dikuasai oleh aliansi. Media Russia melaporkan bahwa heroin yang diproduksi dari opium itu diselundupkan ke Eropa dan Amerika melalui negara-negara tetangga seperti Tajikistan. Vickers, mantan agen CIA, mengetahui sulitnya mendukung Aliansi Utara hingga itu bukan benar-benar aliansi. Dia mengatakan, sedikit lebih jinak meski begitu, bahwa AS tidak punya banyak pilihan. 'Taliban adalah tujuan sentral di sini. Kekuatan udara tidak bisa mengurus mereka. Kita akan membutuhkan pasukan darat. 'Pertanyaannya adalah: Pasukan darat siapa? Itulah mengapa para oposisi tampak atraktif ... Mereka mungkin tidak sempurna. Tapi pertanyaannya adalah: Apakah lebih baik menggunakan mereka atau menggunakan pasukan darat Barat?'
Buku : Mendukung Kediktatoran dan Penguasa Tiran
Alat-alat tradisional dalam Kebijakan Politik Luar Negeri Barat
Supporting Dictatorship and Tyranny
Traditional tools in Western Foreign Policy
oleh Hizb ut-Tahrir Inggris
Hizb ut-Tahrir Britain
Suite 301
28 Old Brompton Road
London SW7 3SS
info@hizb.org.uk
Supporting Dictatorship and Tyranny [PDF]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar