Keberagaman atau
kebhinekaan di masyarakat merupakan sebuah keniscayaan. Keberagamaan merupakan sunatullah. Karena itu keberagaman akan terus
ada di masyarakat, tidak akan pernah hilang.
Umat manusia memang
beragam dari berbagai sisi; agama, suku, warna kulit, bahasa, status ekonomi,
posisi di masyarakat dan sebagainya. Allah SWT menciptakan manusia dalam ragam
suku dan bangsa, misalnya, agar manusia saling mengenal. Allah SWT berfirman:
"Hai manuisia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kalian saling mengenal.” (TQS. Al-Hujurat [49]: 13).
Syihabuddin Mahmud
al-Alusi dalam tafsirnya Ruh al-Ma’ani
menjelaskan kata ”lita'arafu” yakni
”Kami menjadikan kalian demikian agar sebagian mengenal sebagian yang lain
sehingga kalian menyambung kekerabatan serta menjadi jelas nasab, dan saling
mewarisi, bukan agar kalian saling berbangga dengan nenek moyang dan suku”.
Imam asy-Syaukani
dalam tafsirnya Fathu al-Qadir
menjelaskan, ”Allah saling melebihkan di antara mereka sehingga Allah SWT
menjadikan sebagian mereka lebih dari sebagian lainnya dalam hal dunia berupa
rezeki, kepemimpinan, kekuatan, kemerdekaan, akal dan ilmu... Liyattakhidza ba'dhuhum ba'dh[an] suhriy[an],
yakni agar sebagian mereka menggunakan sebagian yang lain sehingga orang kaya
menggunakan yang miskin, pemimpin atas yang dipimpin, yang kuat terhadap yang
lemah, yang merdeka terhadap hamba sahaya, orang berakal terhadap yang di
bawahnya dalam hal akal, orang berilmu terhadap orang yang tidak berilmu. Ini
adalah galibnya kondisi penduduk dunia. Dengan itu kemaslahatan mereka
sempurna, kehidupan mereka teratur dan masing-masing sampai pada apa yang
dicari... Jadi Allah SWT menjadikan sebagian memerlukan sebagian lainnya agar
terjadi saling tolong-menolong di antara mereka dalam perhiasan dunia."
Dengan demikian adanya
keberagaman itu bukan suatu masalah. Masalahnya juga bukan mempertahankan atau
merawat keberagaman itu, melainkan bagaimana keberagaman itu disikapi dan
diatur. Ini agar keberagaman tidak menjadi bencana bagi manusia. Terwujud atau
tidaknya hikmah itu bergantung pada pengaturan atas kerjasama dan interaksi
berkaitan dengan keberagaman itu.
Baik-tidaknya
keberagaman itu berkaitan dengan: Pertama,
bagaimana setiap orang bisa mendapat akses atas pelayanan oleh negara, mendapat
jaminan pemenuhan kebutuhan pokok serta merasakan jaminan pemenuhan kebutuhan
dasar berupa pendidikan, kesehatan dan perlindungan keamanan dan rasa aman.
Kedua, bagaimana setiap orang bisa merasakan
akses yang sama atas peluang untuk mendapat kehidupan yang layak, bisa mendapat
perlakuan yang adil di depan hukum, bisa merasakan pemerataan distribusi
kekayaan.
Ketiga, bagaimana seluruh masyarakat bisa
terhindar dari apa saja yang bisa membahayakan masyarakat baik kriminal,
narkoba, perilaku menyimpang, dll.
Kunci
Kunci mewujudkan semua
itu ada dua: Pertama, aturan yang benar,
adil dan berkeadilan yang digunakan untuk mengatur semua urusan dan interaksi
di masyarakat. Sistem dan aturan yang seperti itu adalah sistem dan aturan
Islam.
Kedua, penyelenggara negara (penguasa dan
aparatur) yang menjalankan dan menerapkan sistem dan aturan di tengah
masyarakat memiliki sifat amanah dan peduli terhadap rakyat. Kuncinya adalah
karena faktor iman dan ketakwaan yang ada pada diri penguasa dan aparatur serta
kontrol dari masyarakat. Itu juga hanya bisa diwujudkan seutuhnya oleh sistem
dan aturan Islam.
Penerapan syariah
Islam dalam format kekuasaan dan sistem Islam telah terbukti membuat
keberagaman menjadi berkah di masyarakat. Keberagaman tetap ada tanpa timbul
problem. Dan itu telah berlangsung berabad-abad.
Hafidz
Abdurrahman, Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI
Tak
Akan Hapus Kebhinnekaan
Mengapa
ada yang menganggap Islam bertentangan dengan kebhinekaan?
Bhinneka tunggal ika
itu apa maknanya? Jika maknanya berbeda tapi tetap satu, yaitu satu sebagai
bangsa Indonesia, ya faktanya memang begitu. Inilah yang disebut pluralitas,
bukan pluralisme. Pluralitas itu artinya, kita memang bangsa yang majemuk. Ada
banyak suku dan agama.
Apakah fakta seperti
ini bertentangan dengan Islam? Jawabannya, tidak. Pertama,
terkait dengan perbedaan etnik dan suku, jelas merupakan fitrah penciptaan
manusia, yang tidak bisa dipilih. Al-Qur’an sendiri menyatakan begitu, “Ya Ayyuha an-nas, inna khalaqnakum min dzakarin wa
untsa, wa ja’alnakum syu’uban wa qabaila lita’arafu” [Wahai manusia,
Kami jadikan kalian, ada yang laki dan wanita, dan Kami jadikan kalian
berbangsa dan bersuku agar kalian saling mengenal], [TQS. al-Hujurat: 13].
Kedua, terkait dengan perbedaan agama itu
pilihan. Di dalam Islam pun, orang yang berbeda agama tidak boleh dipaksa
memeluk Islam. Mereka bahkan bisa hidup berdampingan dengan Muslim, dalam
Negara Islam, sebagai ahli dzimmah.
Apakah Islam akan
menghapus kebhinnekaan? Jelas tidak. Bahkan, sejarah membuktikan kaum Muslim,
Kristen dan Yahudi hidup berdampingan selama ratusan tahun. Will Durant, dalam
bukunya, the Story of Civilization, memberikan pengakuan dan apresiasi yang jujur
terhadap bagaimana keadilan Islam terhadap non-Muslim.
Bagaimana
pandangan Islam terhadap keberadaan agama lain?
Islam memandang,
selain Islam adalah kafir, jelas. Tetapi, tidak berarti semua orang kafir lalu
diperangi. Karena mereka ada yang mau tunduk dan hidup di dalam sistem Islam,
dan diakui sebagai warga negara Islam. Mereka mendapatkan hak-hak dasar yang
sama dengan kaum Muslim, seperti sandang, papan, pangan, kesehatan, pendidikan
dan keamanan. Pada saat yang sama, mereka tetap dibolehkan memeluk agama
mereka. Inilah mengapa penganut agama lain tidak punah meski ratusan tahun
diperintah oleh Islam.
Haruskah
non-Muslim khawatir dengan Islam?
Tidak perlu. Mengapa?
Karena, ketika Islam diterapkan, agama mereka pun tidak akan dimusnahkan.
Mereka tidak akan dipaksa memeluk Islam. Justru, Islam akan menjamin kebebasan
mereka beragama, termasuk peribadatan mereka, makan, minum, pakaian, nikah dan cerai.
Islam tidak mengenal pengadilan inkuisisi sebagaimana yang diterapkan kaum
Kisten saat mereka merebut Spanyol dari tangan kaum Muslim.
Jadi, apa yang mereka
harus mereka khawatirkan?
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 186
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar