Sekitar 4 sampai 7
juta orang berkumpul di Monas menuntut agar Ahok segera ditahan karena telah
menjadi tersangka penista Al-Qur’an, padahal pengumuman akan Aksi 212 tersebut
kurang dari sepekan. Menunjukkan apa ini? Dan kalau Ahok sudah dipenjara, selesaikah
perjuangan? Di seputar itulah wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo
mewawancarai Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto.
Berikut petikannya.
Catatan
penting Anda terkait Aksi 212?
Pertama, Aksi 212 lalu telah membuktikan bahwa
umat bisa bersatu. Jutaan umat dari berbagai kelompok atau elemen hadir dengan
semangat atau spirit dan tujuan yang sama: bela Islam. Sebelum ini, orang
selalu skeptis ketika berbicara tentang persatuan umat. Ternyata pesimisme itu
salah.
Kedua, inilah aksi yang membuktikan dahsyatnya
kekuatan dorongan akidah Islam. Hanya dalam waktu kurang dari seminggu, di
tengah berbagai cara yang dilakukan oleh aparat untuk menggembosi acara ini,
ternyata tetap saja jutaan umat hadir. Bila bukan karena dorongan akidah, tidak
mungkin umat segitu banyak bisa serempak hadir dengan penuh semangat juang,
menerobos semua hambatan dan rintangan yang menghadang.
Ketiga, Aksi 212 juga membuktikan bagaimana
dengan nasrullah atau pertolongan Allah, hal yang tampak mustahil menjadi
mungkin. Bagaimana bisa acara yang ditetapkan dalam waktu kurang 1 minggu
berhasil menghadirkan jutaan orang? Bagaimana bisa jutaan orang yang tumplek bleg di sekitar Monas itu bisa
berjalan tertib, rapi, bersih, nyaris tanpa insiden, dan dalam waktu sekejap
tempat acara dan jalanan sekitar Monas bersih seperti semula. Inilah
pertolongan Allah. Inilah tadbirur rabbani
(manajemen ilahiyah).
Keempat, Aksi 212 ini juga dengan gagah
berhasil menunjukkan kekuatan dan keagungan umat Islam, serta memberikan
isyarat sangat gamblang kepada siapapun untuk tidak bermain-main dengan umat
Islam. Sudah sangat lama umat di negeri ini disepelekan, dilecehkan dan
diabaikan. Kekuatan psikologis seperti inilah yang saya kira kemudian
menggerakkan Presiden untuk hadir di tempat acara.
Bila pada Aksi 411
lalu, Presiden menghindar, kini ia malah mendatangi dan harus mendengarkan
khutbah Jumat yang disampaikan oleh Habib Rizieq Shihab, orang yang konon
paling dibenci oleh Presiden, yang sangat menyengat dan menggetarkan nurani
siapapun yang masih ada iman di dadanya.
Tanggapan
Anda dengan adanya Ar-Rayah raksasa dalam aksi tersebut?
Masya Allah. Ini juga luar biasa. Hebat.
Hadirnya panji Rasulullah, ar-Rayah, bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid,
yang dibentangajalankan di atas kepala jutaan peserta telah memberikan warna
khusus pada Aksi 212 kemarin. Seolah menegaskan bahwa ”Kami datang dengan
dorongan tauhid. Kami disatukan oleh tauhid, dan kami berjuang untuk tegaknya
kalimah tauhid.”
Dan foto-foto ar-Rayah
membentang di tengah lautan manusia dalam Aksi 212 itu, menurut saya, telah
menjadi best picture. Itulah mengapa
kemudian banyak dijadikan foto headline
media massa di dalam dan luar negeri. Saya ingin mengucapkan selamat buat yang
punya ide, juga tentu yang menggarapnya serta yang membawanya ke area aksi. Barakallahu fikum.
Bagaimana
pula dengan aksi longmarch kafilah Ciamis untuk ikut aksi tersebut?
Ini sangat inspiratif.
Awalnya diduga larangan masif dari pihak kepolisian kepada perusahaan otobis di
berbagai kota untuk tidak membawa peserta aksi ke Jakarta akan membuat aksi ini
gembos. Tapi ternyata justru sebaliknya. Larangan ini justru dilawan oleh
ribuan santri dari Ciamis dengan cara yang sangat jitu: jalan kaki ke Jakarta.
Meski sudah berulang
dibujuk oleh Kapolres dan Dandim setempat, bahkan juga Kapolda, untuk tidak
melanjukan longmarch itu, tapi para santri tetap bergeming. Mereka kukuh
melanjutkan perjalanan ke Jakarta dengan berjalan kaki. Di luar dugaan, aksi
heroik ini kemudian menginspirasi aksi serupa di berbagai daerah dan memberikan
suntikan spirit perjuangan luar biasa kepada seluruh peserta Aksi 212.
Namun,
apakah Anda melihat ada upaya framing
dari berbagai media sekuler?
Ya, jelas sekali.
Menurut
Anda, mengapa ini dilakukan?
Mereka tentu tidak
menginginkan dengan Aksi 212 itu umat Islam tampak kuat dan kokoh karena
bersatu dan kompak. Karena itu mereka berusaha melakukan berbagai upaya untuk
mendiskreditkan aksi tersebut, atau membuat framing
sesuai untuk melakukan disadvantage
terhadap aksi tersebut.
Indikasinya
apa saja?
Pertama, menyangkut jumlah. Mereka berusaha
keras untuk tidak memberitakan yang sebenarnya. Perhatikan, berapa jumlah
peserta aksi yang mereka berulang kali sebut? Dengan beraninya Metro TV
menyebut 50 ribu. Padahal massa memenuhi seluruh area Monas, jalanan sekitar
Monas hingga bundaran HI, Patung Tani dan perempatan Senen. Pasti jumlahnya
jutaan.
Kedua, mereka juga berusaha untuk membingkai
acara itu sekadar sebagai acara doa dan ibadah. Substansi protes dan tuntutan
penjarakan Ahok coba ditutupi atau dialihkan.
Ketiga, mereka juga berusaha meletakkan aksi
itu sebagai ancaman atas persatuan dan kebhinnekaan, karena itu mereka kemudian
mendukung aksi-aksi yang menyerukan persatuan seperti Parade Kita Indonesia
(PKI) pada 412 lalu. Padahal, penistaan terhadap Al-Qur’an yang dilakukan Ahok
itulah yang semestinya ditunjukkan telah mengancam persatuan dan kebhinnekaan.
Selain
media sekuler, bila sebelumnya Presiden dan Kapolri nampak seperti membela Ahok
kini giliran Jaksa Agung juga tampaknya seperti membela Ahok.
Maklumlah, Jaksa Agung
kan kader Nasdem. Sedang Nasdem
pendukung Ahok. Maka, menjadi kewajiban suci bagi dia untuk membela Ahok.
Pokoknya hari gini, dengan rezim macam ini, tak usahlah membayangkan akan tegak
keadilan, apalagi untuk seorang Ahok. Ahok bagi mereka bagai dewa suci yang
harus terus dilindungi, at all cost
(berapapun ongkosnya).
Melihat
kenyataan tersebut, apa semestinya yang harus dilakukan ulama dan umat Islam?
Tidak boleh berhenti
berjuang. Terus awasi proses peradilan. Tapi juga jangan hanya berhenti sampai
di soal Ahok. Andaipun Ahok berhasil dijebloskan ke penjara, kita harus tetap
berjuang untuk melenyapkan sistem sekuler ini, yang telah melahirkan seorang
Ahok. Bila sistem busuk ini tidak segera diganti pasti akan lahir lagi
Ahok-Ahok baru, karena sistem sekuler memang membuka peluang lahirnya pemimpin
semacam itu.
Di sinilah pentingnya
perjuangan penegakan syariah dan khilafah harus terus digelorakan. Pasca Aksi
212, saya optimis, insya Allah
perjuangan ke arah sana akan makin mendapat dukungan umat. []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 187
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar