Sebagian kaum Muslim
sangat bangga bahkan mengagungkan demokrasi. Ada yang menganggap demokrasi
adalah sistem yang terbaik saat ini. Malah ada yang menyangka bahwa demokrasi
adalah jalan bagi Islam mencapai kemenangan sehingga bisa mengubah negeri ini
menjadi negara yang menjalankan syariah Islam.
Sampai-sampai saking
cintanya pada demokrasi, ada yang membela mati-matian sistem yang berasal dari
Yunani itu dengan mengecam mereka yang menentang sistem demokrasi ini. Bahkan
bermacam-macam “dalil” disampaikan untuk membenarkan demokrasi.
Kecintaan membabi buta
itupun menumpulkan pikirannya. Mereka tak bisa lagi melihat fakta kerusakan
demokrasi di depan matanya.
Dalam kasus Gubernur
Jakarta misalnya. Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) bisa memimpin Jakarta yang
mayoritas Muslim ini karena sistem demokrasi membolehkan siapa saja menjadi
penguasa, apakah ia Muslim atau non-Muslim.
Demikian pula,
munculnya kalangan liberal yang mengoboki-obok Islam dan umat Islam terjadi
karena sistem demokrasi mendukungnya. Bukankah demokrasi menjunjung tinggi
kebebasan berpendapat dan berbicara?
Juga jatuhnya sumber
daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak ke tangan swasta adalah buah
demokrasi. Demokrasi berprinsip, siapa saja boleh memiliki sesuatu di alam,
tanpa ada batasan.
Jika acara televisi
penuh dengan pornografi dan pornoaksi, bukankah ini karena demokrasi memberikan
kebebasan berperilaku? Maka wajar pula dalam negara demokrasi, seks bebas
merajalela.
Demokrasi pun harus
menghargai perbedaan apapun. Termasuk perusak agama seperti Ahmadiyah pun harus
ditoleransi. Mereka tidak boleh dilarang karena itu bertentangan dengan prinsip
demokrasi, kebebasan beragama dan berserikat. Dan masih banyak lagi.
Menurut Ketua Lajnah
Fa'aliyah DPP HTI M Rahmat Kurnia, realitas menunjukkan demokrasi menghasilkan
kerusakan. Lalu, apakah setelah menerapkan demokrasi puluhan tahun, Indonesia
menjadi lebih baik? Apakah setelah menjalankan sistem ekonomi liberal, Indonesia
menjadi lebih sejahtera? Jujur saja, realitas menunjukkan bahwa demokrasi dan
sistem ekonomi liberal itu gagal menjadikan negeri ini lebih baik dan
sejahtera. Sebaliknya, semakin rusak dan bobrok.
"Alih-alih
menyelesaikan masalah, demokrasi dan sistem ekonomi liberal justru menjadi
sumber masalah!" tandasnya.
Agenda
Umat
Dengan melihat fakta,
menurutnya, demokrasi harus dicampakkan. Umat perlu mengubah haluan dari
menjaga sistem demokrasi ke penerapan syariah Islam secara kaffah dalam naungan
khilafah.
Alasannya, kata
Rahmat, secara imani, itulah yang diperintahkan kepada umat Islam. Banyak
nash-nash yang mewajibkan penerapan hukum syariat Islam. Begitu juga, tentang
kewajiban menegakkan khilafah. Bahkan, para ulama telah bersepakat tentang
kewajiban tersebut.
Ia kemudian mengutip
pendapat lbnu Hajar al-Haitsami rahimahullah dalam aI-Shawaiq al-Muhriqah. Ibnu
Hajar berkata: "Ketahuilah juga bahwa sesungguhnya para shahabat ra. telah
ber-ijma' bahwa mengangkat imam
(khalifah) setelah zaman kenabian adalah kewajiban, bahkan mereka menjadikannya
sebagai kewajiban yang terpenting ketika mereka lebih sibuk mengerjakannya
daripada memakamkan Rasulullah SAW.”
Agenda ini harus
diemban oleh seluruh umat Islam sebagaimana partai politik Islam ideologis.
Semua harus secara lantang menyuarakan keharusan kembali kepada syariah Islam
secara kaffah dalam naungan khilafah.
Dakwah syariah dan
khilafah secara masif oleh semua elemen umat akan mempercepat terwujudnya
cita-cita umat. Kesadaran umum masyarakat yang terbentuk akan mendorong para ahlu quwwah memberikan pertolongannya untuk
menegakkan sistem Islam dan mengubur sistem demokrasi.
Ia mengingatkan,
khilafah adalah janji Allah. Tegaknya khilafah pasti akan terjadi. Hanya saja,
kapan waktunya, tak ada manusia yang tahu. Yang pasti, memperjuangkannya wajib,
dan caranya pun harus sesuai dengan thariqah/metode
Rasulullah SAW. ”Tanpa menyimpang sedikit pun,” tandasnya.
Khilafah
Untuk Kebaikan Negeri Indonesia
Khilafah adalah sistem
yang datang dari Allah SWT, Dzat Yang Maha Benar dan Maha Adil.
Sistem pemerintahan
ini adalah ajaran Islam. Tak ada dalil satupun yang menunjukkan sistem
pemerintahan Islam adalah demokrasi, kerajaan, kekaisaran, atau lainnya.
Sistem ini terbukti
mampu memanusiakan manusia dan menempatkan manusia sebagai hamba Allah SWT.
Lebih dari itu, sistem ini berhasil membangun peradaban yang tiada tara
bandingannya dengan sistem manapun di dunia.
Di Indonesia, sistem
ini belum pernah diterapkan sama sekali. Justru Indonesia yang dipimpin para
penguasa Muslim lebih senang mengambil sistem yang lahir dari peradaban lain
yang tidak Islami. Dan terbukti, sistem tersebut tidak mampu menjadikan negeri ini
bertambah baik. Malah, sistem ini menjadikan penjajah menguasai Indonesia.
Konsep-konsep Islam
sangat luar biasa. Siapa yang tidak senang jika kekayaan alam yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikembalikan kepada rakyat? Siapa yang tidak senang
jika hukuman yang adil ditegakkan? Siapa yang tidak senang jika pendidikan,
kesehatan, dan keamanan dijamin sepenuhnya dijamin oleh negara? Siapa yang
tidak senang jika semua kejahatan diberantas? Siapa yang tidak senang jika para
pegawai negara digaji tinggi dan tidak ada korupsi? Siapa yang tidak senang
jika kehormatan warna negara Muslim dan non-Muslim dijaga oleh negara?
Siapa yang tidak suka
jika negeri ini mendapat barakah Allah
dari langit dan bumi dan menjadi: baldatun
thayibatun wa rabbun ghaffur? Semua pasti menginginkan itu.
Walhasil, khilafah
tidak untuk menghancurkan atau mengancam penduduk negeri Indonesia. Justru
khilafah adalah masa depan negeri ini. Khilafah akan menjadikan negeri ini
besar, kuat, sehingga tak bisa dipecah-belah oleh negara-negara Barat. Khilafah
akan kembali menjadi mercusuar peradaban.
Dan, Indonesia sebagai
negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia sangat layak sebagai pusat
khilafah. Sungguh karunia Allah yang sangat besar jika khilafah tegak dan
negeri ini dalam naungannya. Tidakkah Anda merindukannya?
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 134, September 2014
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar