Aksi Bela Islam 3 pada
2 Desember 2012 mencatatkan diri sebagai aksi terbesar umat Islam Indonesia
hingga saat ini. Jumlahnya jutaan, bahkan ada yang memperkirakan jumlahnya 3
sampai 4 juta orang. Siapapun tidak menduga -termasuk panitia- umat Islam dari
berbagai daerah bisa berkumpul di Jakarta untuk menuntut agar penista Al-Qur’an
ditahan.
Sebelumnya berbagai
cara dilakukan oleh pemerintah dibantu oleh aparat keamanan untuk mencegah
massa datang ke Jakarta. Intimidasi pun dirasakan tokoh-tokoh di daerah.
Perusahaan-perusahaan otobus pun dilarang mengangkut massa ke Jakarta. Bahkan
di jalan pun, aparat keamanan berusaha menghadang rombongan yang sudah kadung
berangkat dengan alasan yang tidak masuk akal alias dicari-cari.
Tapi semua rencana
makar pemerintah terhadap umat Islam itu gagal. "Itu semua pertolongan
Allah SWT,” ujar Ketua Dewan Penasihat Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI
(GNPF) Habib Muhammad Rizieq Syihab di Jakarta, Ahad (4/12/2016) saat
menyampaikan evaluasinya terkait Aksi Bela Islam 3.
Menurutnya, tidak ada
seorang habib, kyai, ulama, ormas, atau parpol manapun yang bisa mengumpulkan
orang sebanyak itu untuk satu tujuan. Aksi pun berlangsung lancar, damai,
tertib dan menuai banyak pujian.
Ia mengungkapkan,
pertolongan juga datang ketika Allah SWT memperlihatkan keindahan persatuan dan
kebersamaan umat Islam. Pada Aksi Bela Islam 1 dan 2, keindahan tersebut sudah
diperlihatkan oleh Allah. "Pada Aksi Bela Islam II, indahnya persaudaraan
hanya pada lokasi aksi. Tapi, kali ini persaudaraan ini tidak hanya di lokasi
aksi,” katanya.
”Seperti yang saya
katakan, bagaimana warga sepanjang jalan membantu saudara-saudara dari Ciamis
yang berjalan kaki. Artinya, sentuhan itu masuk ke kampung-kampung. Ini
menunjukkan nuansa kebersamaan umat Islam lebih nyata dan benderang,” ungkap
Rizieq.
Menurut juru bicara
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) M Ismail Yusanto menilai, Aksi 212 lalu telah
membuktikan bahwa umat bisa bersatu. Jutaan umat dari berbagai kelompok atau
elemen hadir dengan semangat atau spirit dan tujuan yang sama yakni membela
Islam. Padahal sebelum ini, banyak orang skeptis ketika berbicara tentang
persatuan umat. ”Ternyata pesimisme itu salah. Umat bisa bersatu,” jelas
Ismail.
Keberhasilan persatuan
umat ini, menurutnya, tidak lain didorong oleh kekuatan akidah Islam. ”Inilah
aksi yang membuktikan dahsyatnya kekuatan dorongan akidah Islam,” kata Ismail
yang saat aksi berbaur bersama massa di kawasan Jl. Merdeka Selatan.
Kuatnya dorong akidah
ini, menurutnya, mampu menghancurkan segala penghalang yang dipasang oleh
aparat keamanan dalam menggembosi acara itu. Ia yakini, bila bukan karena
dorongan akidah, tidak mungkin umat segitu banyak bisa serempak hadir dengan
penuh semangat juang, menerobos semua hambatan dan rintangan yang menghadang.
Ismail menjelaskan
dampak dorongan akidah ini pula yang mewujudkan pengorbanan yang luar biasa di
tengah umat. ”Coba lihat, karena semua bus dilarang, orang-orang Ciamis nekad
jalan kaki. Ini pengorbanan luar biasa dan akhirnya menginspirasi kaum Muslim yang
lain," jelasnya.
Di jalan mereka
disambut oleh masyarakat bak pejuang yang mau berangkat ke medan laga. Di
sepanjang jalan masyarakat menyediakan berbagai kebutuhan denqan cuma-cuma
alias gratis. Semua dilakukan secara sukarela. Suasana kebersamaan sangat
terasa. ”Perekatnya ya iman,” tandas Ismail.
Ia sepakat dengan
Habib Rizieq, pertolongan Allah menjadikan hal yang tampak mustahil menjadi
mungkin. Ia mengungkapkan, bagaimana bisa acara yang ditetapkan dalam waktu
kurang 1 minggu berhasil menghadirkan jutaan orang? Bagaimana bisa jutaan orang
yang tumplek bleg di sekitar Monas itu
bisa berjalan tertib, rapi, bersih, nyaris tanpa insiden, dan dalam waktu
sekejap tempat acara dan jalanan sekitar Monas bersih seperti semula. Hujan
yang datang di saat yang tepat telah memberikan jalan buat mereka yang ketika
itu harus kembali berwudhu, sekaligus membuat suasana area aksi menjadi lebih
sejuk. ”Inilah pertolongan Allah. Inilah tadbirur
rabbani (manajemen ilahiyah),” katanya bersemangat.
Keberhasilan aksi ini,
kata Ismail, menunjukkan kekuatan dan keagungan umat Islam. Menurutnya, ini
sinyal sangat jelas kepada siapapun untuk tidak bermain-main dengan umat Islam.
”Sudah sangat lama umat di negeri ini disepelekan, dilecehkan dan diabaikan.
Aksi lalu menegaskan, semua itu tidak boleh lagi terjadi. Kekuatan psikologis
seperti inilah yang saya kira kemudian menggerakkan Presiden untuk hadir di
tempat acara,” jelasnya.
Dan pasca Aksi 212,
masih ada energi besar yang tersimpan di tubuh Umat. Mereka bisa keluarkan
kembali.
Ar-Rayah
Disambut Hangat Umat
Sebuah bendera raksasa
berwarna hitam berukuran 15 m x 10,5 meter bertuliskan kalimat syahadat: La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah,
berwarna putih diarak berkeliling di atas kepala massa yang memenuhi pelataran
Monumen Nasional, Jakarta dalam Aksi 212. Bendera produksi syabab Hizbut Tahrir
lndonesia (HTI) Chapter Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta ini bergerak bak gelombang dari tangan ke tangan. Tak ada
satupun yang risih terhadap bendera tersebut. Semua saling membantu
membentangkan Ar-Rayah -nama sebutan bendera Rasulullah tersebut.
Sampai akhirnya,
Ar-Rayah menjadi ikon foto di sejumlah media baik dalam maupun luar negeri.
Pengambilan gambar dari drone tak hanya
memfokuskan pada jumlah massa yang besar, tapi juga membidik Ar-Rayah yang
terbentang di tengah-tengah massa.
Sambutan massa yang
luar biasa inipun mengisyaratkan bahwa stigmatisasi negatif terhadap bendera
Rasulullah oleh aparat kepolisian khususnya Densus 88 -selalu berusaha
mengidentikkan bendera itu dengan bendera ISIS- tak berhasil. Umat sangat
memahami, bendera itu adalah bagian dari Islam. Makanya, sebagaimana bisa
dilihat dan didengar di Youtube, massa melafalkan tahmid
ketika memindahkan bendera raksasa ini.
Aksi 212 ini sekaligus
menjadi ajang mengenalkan bendera Rasulullah yang selama ini masih asing di
benak kaum Muslim. Ke depan semoga mereka menjadi garda terdepan untuk
menegakkan panji-panji tersebut di muka bumi. []emje
Menjaga
Spirit 212
Tanggal 2 Desember
2017 menjadi hari yang bersejarah bagi kaum Muslim di Indonesia. Inilah hari
ketika ada pertemuan akbar umat Islam di jantung Ibukota Jakarta. Lebih dari 6
juta orang tumplek di Monumen Nasional dan sekitarnya. Bukan sekadar bertemu, mereka
menuntut agar penista Al-Qur’an yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok
ditahan. Aksi 212, begitu orang menyebut, sekaligus menunjukkan betapa kaum
Muslim mampu melaksanakan aksidengan damai, tertib, dan bermartabat.
Hujan deras yang
mengguyur arena aksi bertepatan dengan saat pelaksanaan shalat Jum’at tak
membuat jutaan orang buyar. Mereka seolah menjadikan air dari langit itu
sebagai air wudhu setelah sebelumnya sangat sulit mendapatkan air untuk
bersuci.
Semangat mereka
bertahan ini sama kuatnya dengan semangat mereka untuk datang dari berbagai
daerah. Upaya sistematis yang dilakukan oleh aparat keamanan agar massa tidak
ke Jakarta mereka lawan dengan semangat juang dan pengorbanan. Ribuan Muslim
Ciamis, Jawa Barat, menjadi pendobrak kebuntuan. Setelah mereka tak bisa
mendapatkan bus-bus untuk mengantar mereka ke Jakarta, mereka mengambil
keputusan di luar dugaan: berjalan kaki. Justru aksi luar biasa itu menggugah
kesadaran baru bagi kaum Muslim di tempat lain untuk berbondong-bondong ke
Jakarta. Mereka merasa malu jika hanya berdiam diri. Jadilah Aksi 212 sebuah
pertemuan akbar di luar prediksi siapapun.
Dorongan keimanan dan
kecintaan mereka membela Islam adalah kuncinya. Dorongan ini mampu menggerakkan
kaum Muslim di luar kebiasaan umumnya. Mereka rela mengorbankan harta dan
waktunya untuk pergi ke Jakarta. Mereka berbagi tanpa memandang siapa yang mereka
beri. Mereka rela memungut sampah-sampah orang lain. Di tengah lautan manusia,
mereka saling menghormati dan menyayangi sehingga tidak ada insiden saling
sikut dan injak di antara mereka. Semuanya sabar. Yah, berkat dorongan keimanan
itu pula, pertolongan Allah datang.
Ini adalah pemandangan
yang luar biasa indah. Kaum Muslim yang selama ini sering dilecehkan dan
dihinakan di negerinya sendiri, bangkit membela agamanya. Mereka adalah sebuah
kekuatan besar yang bisa menggilas siapapun. Sinyal persatuan umat ini begitu kentara.
Sayang, setelah itu
tuntutan mereka belum terwujud. Ahok tetap berkeliaran mengumbar janji dalam
kampanye. Tidak ditahan. Padahal, inilah tuntutan nyata dari aksi tersebut
-bukan ibadah dan dzikir bersama. Namun, para penggerak aksi ini masih
bersabar. Mereka tahu apa yang harus dilakukan jika negara sampai bermain-main
dengan penista Al-Qur’an.
Umat pun sangat paham.
Kalau sekarang mereka diam, bukan berarti menyerah, Mereka sementara istirahat
untuk menunggu apa yang akan terjadi. Inilah yang harus dipahami para penguasa
negeri ini. Dan suatu saat, gelombang itu akan bangkit kembali, membesar, dan
melabrak siapapun yang menista Al-Qur’an.
Jikalau pun Ahok masuk
penjara, itupun bukan akhir sebuah perjuangan. Masih banyak yang harus
diperjuangkan oleh kaum Muslim negeri ini yakni menerapkan Al-Qur’an secara
kaffah. Sebab, saat ini ayat suci itu masih diletakkan di bawah ayat konstitusi
oleh negara. Bukankah itu pelecehan firman ilahi.
Tanpa menerapkan
Al-Maidah 51 di sebuah negara yang diatur dengan aturan Islam, maka akan muncul
Ahok-Ahok baru. Maka umat harus terus maju, dan bangkit untuk kemuliaan Islam.
Jaga spirit Aksi 212 menyongsong perubahan ke arah penerapan Islam secara kaffah
dalam naungan khilafah.
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 187
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar