Orang-orang
kafir Barat berhasil memenuhi ambisinya dengan meruntuhkan negara Khilafah.
Namun bahaya yang sesungguhnya bukan dalam perkara ini saja, karena mereka juga
menyadari adanya potensi yang senantiasa dimiliki umat Islam. Dengan potensi
ini, umat Islam mampu mendapatkan kembali negara Khilafah yang pernah hilang,
karena pemahaman mereka yang jernih mengenai akidah Islam telah memberikan
suatu pandangan dunia. Pandangan dunia ini sewaktu-waktu dapat kembali pada
saat yang tepat.
“Mereka (orang-orang munafik) mengemukakan 'uzurnya
kepadamu, apabila kamu telah kembali kepada mereka (dari medan perang).
Katakanlah: "Janganlah kamu mengemukakan 'uzur; kami tidak percaya lagi
kepadamu, (karena) sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada kami beritamu
yang sebenarnya. Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian
kamu dikembalikan kepada Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia
memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At Taubah:
94)
Oleh
sebab itu, kaum kafir Barat tidak saja mempersiapkan diri untuk meruntuhkan
negara Khilafah, tetapi juga untuk menghapuskan konsep jihad yang sejati. Jika
kaum Muslim kehilangan negara Khilafah, mereka bisa saja menegakkannya kembali.
Namun, jika kaum Muslim juga kehilangan arti kebijakan luar negeri dan makna
jihad yang sejati, maka mereka bisa saja menegakkan negara Khilafah, tetapi
tidak mengetahui kunci rahasia untuk mengokohkan negara mereka, bagaimana cara
merintis kekuatan itu, serta bagaimana cara mempertahankan kekuatan dan posisi
tersebut. Maka orang-orang kafir Barat baru bisa merasa puas bila kaum Muslim
terpuruk dan tidak akan pernah bangkit lagi. Hal ini bisa dicapai jika mereka
berhasil menyimpangkan sejauh mungkin konsep jihad, sehingga membuat kaum
Muslim sama sekali tidak mengetahui rahasia keberhasilan dan kejayaan mereka di
masa lalu, sebagaimana yang dikehendaki Allah Swt. Baru setelah itu mereka
lanjutkan dengan meruntuhkan negara Khilafah.
“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu,
merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka
tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka
berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik
ini." Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat
panas(nya)" jika mereka mengetahui.” (QS. At Taubah: 81)
Kita
bisa melihat sekarang bagaimana umat Islam diarahkan menuju perangkap yang
mengerikan dan mematikan. Penyebabnya adalah kesalahpahaman yang sangat parah
dan kelalaian dalam hal kesadaran politik. Dengan kata lain, kaum Muslim tidak
mampu mengindera rencana dan makar musuh-musuhnya. Parahnya lagi, terdapat
fakta yang tidak bisa dipungkiri bahwa rencana musuh-musuh Islam ini dibantu
oleh agen-agen kaum kafir yang berasal dari kalangan kaum Muslim, baik para
penguasa, para ulama, maupun para pemikir.
“Jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak
senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata:
"Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi
perang)" dan mereka berpaling dengan rasa gembira.” (QS. At Taubah:
50)
Maka
kita bisa melihat bahwa peperangan, penjajahan, dan pemusatan kekuatan dunia
demi kepentingan-kepentingan tertentu merupakan aktivitas yang dilakukan hanya
oleh negara-negara besar seperti Amerika dan negara-negara Eropa. Mereka
mengembangkan persenjataan dan memperkuat pasukannya untuk memukul siapapun
yang mereka kehendaki serta kapan pun mereka inginkan. Sementara itu,
negara-negara lain di dunia –khususnya negeri-negeri kaum Muslim– dilarang
memiliki persenjataan yang canggih dan dilarang menggunakan kekuatan fisik,
sekalipun hanya untuk mempertahankan diri. Mereka dipaksa untuk berpuas hati
dan merasa cukup dengan berbagai demonstrasi dan protes, kesengsaraan, duka
cita, dan kehinaan. Tidak ada negara kafir munafik yang puas dengan hal-hal di
atas andai hal itu menimpa diri mereka, sampai kemudian mereka berusaha keras
menyingkirkan masalah itu. Sementara pada saat yang sama, mereka menyebut kaum
Muslim yang berjuang menentang penjajahan dan hegemoni, atau bahkan sekadar
menghindar dari penindasan, atau menyatakan sikap menolak tunduk pada
orang-orang kafir, sebagai kelompok teroris yang layak dibantai. Orang-orang
kafir itu adalah orang-orang yang bermuka dua, yang selalu berusaha memonopoli
kekuasaan dan mengatur urusan dunia demi memuaskan keserakahan dan ambisinya
dengan jalan merumuskan sarana untuk mencapai tujuan ini.
“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila
dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah"
kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan
kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup
di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.” (QS. At
Taubah: 38)
Mereka
merumuskan Perjanjian Larangan Ujicoba Menyeluruh (Comprehensive Test Ban
Treaty/CTBT) untuk menggantikan Perjanjian Misil Anti-Balistik (Anti-Ballistic
Missile Treaty/ABMT) dan juga Perjanjian Non Proliferasi (Non-Proliferation
Treaty/NPT) beserta segala bentuk sanksinya, untuk memastikan monopoli.
Sementara itu, mereka sendiri mengembangkan berbagai bentuk senjata pemusnah
massal dan mengujicoba senjata itu kapan saja mereka inginkan. Mereka menguasai
hak penggunaan eksklusif atas berbagai persenjataan tersebut, namun melarang
negara-negara lain untuk memiliki dan mengembangkannya. Kini Amerika dan
sekutu-sekutunya secara leluasa dan arogan berencana mempertahankan sistem
Pertahanan Misil Nasional (National Missile Defence).
“Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah
kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada
Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al
Anfaal: 69)
dari "Jihad Dan Kebijakan Luar Negeri Daulah Khilafah", terjemah al-Qur'an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar