Kelompok kepartaian
seperti ini merupakan harokah jamaiyah
(gerakan berkelompok), dan ini tidak mungkin kecuali dengan cara gerakan
berkelompok. Sebab, kutlah atau kelompok yang benar bukanlah merupakan gerakan
individual. Oleh karena itu merupakan suatu keharusan bagi aktivis
partai-partai Islam di negeri-negeri Islam, untuk membahas gerakan berkelompok
ini secara teliti dan memahami secara mendalam.
Pemahaman
terhadap Harokah Jamaiyah yang mempunyai pengaruh kuat pada masanya menunjukkan
pada kita bahwa Harokah tersebut tidak lahir ketika kesenangan gampang dicapai,
hak-hak alami manusia terpenuhi, kesejahteraan tercapai dan kecukupan
kebutuhan-kebutuhan pribadi dijadikan tolok ukur pentingnya sesuatu hal dalam
kehidupan rakyat. Pemahaman akan pemikiran semacam ini memungkinkan kita
mengukur setiap Harokah Jamaiyah dengan neraca yang sama, dengan mengkaji
lingkungan masa lampau di mana gerakan tersebut hidup, situasi yang
mempengaruhi dan dipengaruhinya, dan sejauh mana kegiatan para individu yang
telah terbuka hatinya itu, yakni para aktivis Harokah dalam melakukan
aktivitasnya, memudahkan kepentingannya dan dalam mengatasi hal-hal yang
menghambat keberhasilannya atau menghambat laju gerakannya.
Keberhasilan
Harokah diukur dengan kemampuannya untuk membangkitkan rasa ketidakpuasan
(kemarahan) pada rakyat, dan mendorong mereka untuk menampakkan
ketidaksenangan/kemarahan itu setiap kali menemukan penguasa atau sistem yang
berkuasa, menyinggung mabda’ (ideologi: aqidah dan syariah), mempermainkannya
sesuai dengan kepentingan penguasa dan hawa nafsunya.
Untuk
memahami gerakan berkelompok ini kita harus mempelajair kehidupan dalam
masyarakat dan mengetahui hubungan umat dengan para penguasanya, hubungan
penguasa-penguasa itu dengan umat, dan sikap mereka masing-masing (umat dan
penguasa) dan hakekatnya yang benar dalam pandangan Islam, pendapat dan
pemikiran, hukum-hukum yang mereka propagandakan, ukuran-ukuran yang dipakai
oleh masyarakat, perubahan, pergantian, dan ijtihad apa yang ditawarkan oleh
pendapat-pendapat, pemikiran-pemikiran dan ijtihad itu pada masyarakat. Perlu
juga diketahui hakekat ijtihad itu dalam masalah furu' dan ushul, apakah diakui
Islam atau tidak. Begitu pula kita harus memahami dengan meneliti keadaan
nafsiyah (kejiwaan) pada umat dan mengetahui pendapat-pendapat, pemikiran-pemikiran
serta hukum-hukum Islam yang hilang dalam kehidupan dunia di mana mereka hidup,
di mana sistem kehidupan lain, sistem pemerintahan lain dipaksakan atas mereka
dengan pedang, makar dan uang.
Demikian
pula untuk memahami harokah kita harus mengetahui kecenderungan umat secara
umum, pandangan umat terhadap berbagai sistem yang diterapkan terhadap mereka,
yang mengakibatkan punahnya Islam, yang akan menjerumuskan mereka ke lembah
kesengsaraan dan kegundahan. Juga kita perlu mengetahui kecenderungan para
pemikir di kalangan umat dan sejauh mana keterlibatan mereka dengan sistem yamg
rusak yang diterapkan atas mereka, apakah sistem itu membangkitkan rasa
jengkel/kebencian mereka atau tidak, dan mengetahui sejauh mana terpengaruhnya
mereka oleh rayuan dan ancaman, dan sejauh mana mereka terseret oleh rayuan
tersebut atau ketundukannya terhadap ancaman itu.
Lalu
mengenal kelompok kepartaian itu sendiri dan meyakinkan diri bahwa kutlah
tersebut mempunyai perasaan (daya tanggap) yang peka, pemikiran yang mendalam,
dan orang-orang yang ikhlas, dan bahwa semua kejadian yang trjadi di masyarakat
tidak melemahkan keimanannya terhadap Islam serta syari'atnya, dan bahwa semua
rayuan dan ancaman dan penakut-nakutan, ujian dan cobaan sedikitpun tidak
mempengaruhinya.
Lalu
meyakinkan diri bahwa kutlah tersebut selalu menjaga nilai-nilainya sendiri
dengan sempurna. Juga perlu dipastikan bahwa wilayah keimanannya aman,
kebutuhan mereka akan pemikiran-pemikiran Islam yang mendalam terpenuhi,
apakah mereka memperhatikan kepentingan umum, apakah mereka punya rasa tanggung jawab sempurna, yaitu dengan menempatkan mabda’ (ideologi: aqidah dan syariah)
dalam benteng yang kokoh terhadap ketidakadilan, kesewenangan, kekerasan, dan
intimidasi penguasa. Kemudian dipastikan pula bahwa golongan ini telah
memantapkan tekadnya untuk memikul tanggung jawab, dengan memperhitungkan
semua akibat, dan kesiapannya untuk memikul tanggung jawab itu.
Pengkajian
terhadap berbagai harokah jamaiyah ini, sejarah dan faktanya, akan membawa kita
mengetahui hakekat perjalanan Hizb mabda’iy
(sebuah partai politik berbasis
ideologi), apakah harokah tersebut memenuhi syarat sebagai gerakan berkelompok
, dan berjalan dengan thariqahnya yang alami, sehingga jika terdapat di
dalammya kesalahan atau ternyata berdasarkan pengkajian menunjukkan keharusan
perubahan dalam struktur keorganisasian, atau luwes dalam bergerak; atau
keras dalam interaksinya, maka gerakan itu akan memakai suatu uslub atau cara
yang menjamin pelaksanaan tugasnya yakni membangkitkan umat, untuk menjadikan
umat ini sebagai pengemban risalah terhadap semua bangsa dan umat
lainnya.
Proses
pembentukan sebuah partai politik agar ia menjadi sebuah kelompok politik yang
benar haruslah mengikuti petunjuk di bawah ini.
1. Mendapat petunjuk
untuk memahami mabda’ (ideologi: aqidah dan syariah). Seseorang yang mempunyai
kemampuan berpikir yang baik dan perasaan yang tajam akan mendapat petunjuk
untuk memahami mabda’ (ideologi: aqidah dan syariah). Maka ia berinteraksi dengan
mabda’ (ideologi: aqidah dan syariah) dan mabda’ (ideologi: aqidah dan syariah)
itu menjadi sangat jelas baginya sampai mabda’ (ideologi: aqidah dan syariah)
itu mengkristal di dalam dirinya. Pada saat itulah muncul benih pertama dari
partai itu. Tidak berapa lama kemudian benih tersebut lambat laun semakin
banyak. Kemudian muncul orang-orang lain, mereka bergabung membentuk
benih-benih atau semacam jaringan yang satu sama lain berhubungan berdasarkan
mabda’ (ideologi: aqidah dan syariah) itu. Maka pada saat itu terbentuklah
halaqoh 'ula (halaqah pertama) dari kelompok kepartaian ini. dan halaqah 'ula
ini merupakan qiyadatul Hizb (pimpinan hizb). Mabda’ (ideologi: aqidah dan
syariah) merupakan satu-satunya sumbu putar keorganisasian kelompok ini, dan
juga merupakan satu-satunya kekuatan yang menarik mereka untuk berkumpul di
sekitar mabda’ (ideologi: aqidah dan syariah) itu.
Bacaan:
Terjemahan AT TAKATTUL AL HIZBI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar