Sementara
umat atau bangsa-bangsa tidak lahir atau tegak karena akhlak namun keberadannya
dengan aqidah yang dianutnya, pemikiran yang diembannya, dan sistem yang
diberlakukannya. Organisasi semacam ini juga muncul akibat pemahaman yang salah
terhadap arti masyarakat, bahwa masyarakat terdiri dari individu-individu
sementara masyarakat itu satu kesatuan yang terdiri dari: manusia, pemikiran,
perasaan dan sistem, dan kehancuran masyarakat tidak lain adalah akibat dari
rusaknya pemikiran, perasaan dan sistem bukan dari kerusakan manusia-manusianya
dan untuk memperbaikinya tidak lain hanya dengan memperbaiki pemikiran,
perasaan, dan sistem itu. Demikian pula kesalahan itu terletak pada kesimpulan
pemikiran bagi sebagian besar orang-orang yang ingin memperbaiki keadaan, dan
para ulama yang mengatakan bahwa sesungguhnya kelompok yang bisa merusaknya
adalah individu, dan yang dapat membangun dan menghancurkan individu-individu
adalah akhlaknya. Maka dengan akhlak yang lurus ia akan menjadi kuat,
konsisten, berdaya guna, produktif, yang berfungsi untuk kebaikan dan
ishlah/perbaikan. Sementara akhlak yang buruk menjadikannya lemah tidak
diperhitungkan dan tidak ada yang dapat diambil manfaat, tidak ada kebaikan di
dalamnya. Baginya tidak ada tujuan lain dalam kehidupan kecuali memenuhi
syahwat dan mengikuti egonya. Atas dasar ini maka mereka berpendapat bahwa
untuk memperbaiki jama'ah tidak lain dengan jalan memperbaiki individu, maka
mereka menghendaki perbaikan masyarakat dengan pola akhlaki dan melalui akhlak
itulah akan membangkitkan masyarakat.
Walaupun
seluruh harokah-harokah Islahiah yang berasaskan akhlaqiah telah gagal tetapi
orang-orang masih tetap berkeyakinan bahwa kaidah-kaidah inilah yang menjadi
dasar perbaikan. Mereka tetap mendirikan berbagai lembaga ishlahiah atas asas
yang sama sekalipun pada kenyataannya bahwa cara perbaikan jama'ah tidak sama
dengan alat perbaikan individu, walau individu merupakan bagian dari jama'ah
sebab rusaknya jama'ah berasal dari rusaknya perasaan jama'ah dan rusaknya
suasana (alam) fikir dan semangat juga diakibatkan adanya pemahaman-pemahaman
yang keliru di kalangan jama'ah dengan kata lain berasal dari rusaknya
kebiasaan umum. Dan untuk memperbaikinya tidak lain kecuali dengan menciptakan
kebiasaan umum yang baik. Dengan kata lain tidak ada perbaikan kecuali dengan
memperbaiki perasaan jama'ah. Dan menciptakan suasana ruhiyah yang benar dan
suasana pemikiran yang berkaitan dengan aspek ruhiyah. Dan pelaksanaan sistem
dari negara. Itu semua tidak akan berhasil kecuali dengan menciptakan suasana Islami
dan ini mengharuskan adanya pelurusan pemahaman terhadap berbagai hal di tengah
manusia secara keseluruhan
dengan demikian
jama'ah jadi baik dan individupun jadi baik. Itu semua tidak akan berhasil
dengan berkelompok atas dasar jam'iyah.
Juga
tidak akan berhasil dengan menjadikan akhlak, nasehat dan bimbingan sebagai
dasar dari kutlah. Inilah pangkal kegagalan semua kutlah yang berasaskan jam'iyah dalam membangkitkan dan memperbaiki
umat. Demikian pula kegagalan yang dialami kutlah yang berbentuk partai semu
(dasar kepartaian tidak benar atau tidak lengkap), yang tidak dibangun atas
dasar mabda tertentu dan tidak dilatarbelakangi suatu mafhum apapun dan tidak
mengikat anggotanya dengan ikatan yang benar.
Perlu
diketahui bahwa kegagalan seluruh kutlah ini juga terjadi karena faktor manusia
atau individunya. Sebab disamping pembentukannya bukan atas dasar pembentukan
kutlah yang benar (karena tidak adanya fikrah dan thariqah atau karena
kesalahan thariqah), juga bergabungnya orang-orang dalam kutlah tidak
didasarkan pada kelayakan individu itu sendiri, tetapi berdasarkan kedudukan
orang tadi di masyarakat dan kemungkinan mendatangkan manfaat yang cepat dari
keberadaannya dalam partai atau jam'iyah.
Kadangkala
seseorang direkrut atas dasar bahwa ia adalah pemimpin kaumnya atau kekayaannya
dalam masyarakat, atau karena ia seorang dokter, arsitek, atau mempunyai
kedudukan dan pengaruh tanpa mempertimbangkan apakah ia layak menjadi anggota
kutlah atau tidak. Oleh karena itu yang menonjol dari kutlah-kutlah yang
semacam ini adalah persaingan antara anggota-anggotanya atau persaingan untuk
menduduki jabatan kepemimpinan. Akibatnya, dalam hati anggota-anggota partai
ini muncul semacam perasaan bahwa mereka lebih utama atau berbeda dari yang
lain, bukan karena peran dan kepemimpinan mereka tetapi karena mereka anggota
partai tersebut. Karenanya, mereka sulit berinteraksi dan mengadakan pendekatan
dengan rakyat. Maka keberadaan jam'iyah (organisasi sosial) atau partai
semacam ini seperti pengaduk-adukan lumpur, menciptakan kesulitan-kesulitan
baru. Kesulitan ini menambah kesulitan yang sudah ada, yang membuat masyarakat
semakin kepayahan (keblinger). Bagaikan orang yang telah kepayahan membawa
beban di pundaknya kemudian beban itu ditambah lagi dengan beban yang baru.
Oleh
karena itu dapat dikatakan, setelah mempelajari, memikirkan dan mengkaji
masalah-masalah kutlah ini, bahwa di seluruh negeri Islam belum muncul suatu
kutlah yang benar selama abad silam yang mampu membangkitkan umat. Semua kutlah
yang ada telah mengalami kegagalan karena didirikan di atas dasar yang keliru.
Padahal umat ini tidak akan bangkit kecuali dengan sebuah kutlah. Lalu, apa
kriteria sebuah kutlah yang benar yang mampu membangkitkan umat ? Inilah yang
ingin kami jelaskan.
Bacaan: Terjemahan AT TAKATTUL AL HIZBI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar