Tata Cara Tayamum
Tatacara tayamum
disebutkan dalam dua himpunan hadits yang utama, yakni: himpunan hadits yang
diriwayatkan dari jalur Ammar bin Yasir, dan himpunan hadits yang diriwayatkan
dari jalur Abdullah bin Umar. Tata cara tayamum juga diriwayatkan dari jalur
yang lain. Kami akan menyebutkan semuanya, dengan ijin Allah, sebagai berikut:
a.
Himpunan hadits dari Ammar bin Yasir
1) Ammar bin Yasir berkata pada Umar bin
Khaththab:
“Tidakkah engkau ingat
bahwa kita -yakni aku dan engkau- pernah berada dalam satu perjalanan. Saat itu
engkau tidak shalat, sedangkan aku saat itu berguling-guling, kemudian aku
shalat. Lalu aku menceritakan hal itu pada Nabi Saw. Nabi. Saw. bersabda: “Sesungguhnya
engkau cukup melakukan hal seperti ini.” Setelah itu Rasulullah Saw. menepukkan
kedua telapak tangannya ke tanah, meniupnya, lalu mengusapkan keduanya ke
wajahnya dan kedua telapak tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2) Dari Ammar bin Yasir ra., dia berkata kepada
Umar ra.:
“Rasulullah Saw.
mengutusku untuk suatu keperluan, lalu aku terkena junub, padahal aku tidak
menemukan air. Aku pun berguling-guling di tanah seperti berguling-gulingnya
binatang ternak. Setelah itu aku menemui Nabi Saw. dan menceritakan hal itu
padanya. Beliau Saw. bersabda: “Engkau cukup melakukan hal seperti ini.”
Setelah itu beliau Saw. menepukkan telapak tangannya ke tanah dengan sekali
tepukan, meniupnya, lalu beliau Saw. mengusapkan keduanya ke atas punggung
telapak tangannya dengan tangan kirinya atau ke punggung tangan kiri dengan
telapak tangannya itu, kemudian beliau Saw. mengusapkan keduanya pada
wajahnya.” (HR. Bukhari)
3) Dalam satu hadits yang diriwayatkan Bukhari
diceritakan:
“Dari Ibnu Abdirrahman
bin Abza, dari ayahnya, bahwasanya dia menyaksikan Umar, lalu Ammar berkata
padanya: Kami pernah berada dalam satu sariyah, lalu kami terkena junub. Dan
dia berkata: Dia meniup kedua telapak tangannya.”
4) Dalam satu hadits yang diriwayatkan Bukhari
diceritakan:
“Ammar berkata kepada
Umar: Aku berguling-guling (di tanah), kemudian aku mendatangi Nabi Saw. Lalu
beliau Saw. berkata: “Cukuplah engkau (mengusap) wajah dan kedua telapak
tangan.”
5) Dalam satu hadits yang diriwayatkan Bukhari
dari Ammar, dia berkata:
“Lalu Nabi Saw.
menepukkan tangannya ke tanah, kemudian beliau Saw. mengusap wajah dan kedua
telapak tangannya.”
6) Dari Ammar bin Yasir ra., dia berkata:
“Rasulullah Saw.
mengutusku untuk suatu keperluan, lalu aku junub, padahal aku tidak menemukan
air. Aku pun berguling-guling di tanah seperti berguling-gulingnya binatang
ternak. Kemudian aku menemui Nabi Saw. dan menceritakan hal itu padanya. Beliau
Saw. bersabda: “Engkau cukup meletakkan tanganmu seperti ini.” Kemudian beliau
Saw. menepukkan kedua tangannya ke tanah dengan sekali tepukan, lalu
mengusapkan yang kirinya ke atas yang kanan, punggung telapak tangannya dan
wajahnya.” (HR. Muslim, an-Nasai dan Ahmad)
7) Dalam satu hadits yang diriwayatkan Bukhari
dari Ammar:
“Lalu kami mendatangi
Rasulullah Saw., kemudian kami memberitahu beliau Saw., maka beliau Saw.
berkata: “Sesungguhnya cukup bagimu melakukan seperti ini.” Beliau Saw.
mengusap wajahnya dan dua telapak tangannya satu kali.”
8) Dari Ammar, dia berkata:
“Aku bertanya kepada
Nabi Saw. tentang tayamum, lalu beliau Saw. memerintahkan aku melakukan satu
kali tepukan untuk wajah dan dua telapak tangan.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Hadits ini
diriwayatkan pula oleh ad-Darimi dan dia berkata: Abdullah itu shahih sanadnya.
9) Dari Ammar:
“Bahwasanya Nabi Saw.
memerintahkannya bertayamum (dengan mengusap) wajah dan dua telapak tangan.”
(HR. Tirmidzi, dan dia berkata: hadits ini hasan
shahih)
b. Himpunan hadits
Abdullah bin Umar
1) Dari Abdullah bin
Umar, dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:
“Tayamum itu dua kali
tepukan, satu tepukan untuk wajah, dan satu tepukan untuk kedua tangan hingga
dua siku.” (HR. ad-Daruquthni, al-Hakim dan al-Baihaqi)
Ini hadits dhaif.
2) Dari Nafi, dia
berkata:
“Aku pergi bersama
Ibnu Umar menemui Ibnu Abbas untuk satu keperluan, lalu Ibnu Umar menyelesaikan
keperluannya. Di antara ucapannya hari itu adalah: Seorang lelaki berpapasan
dengan Rasulullah Saw. yang sedang berada di salah satu jalan. Waktu itu beliau
Saw. baru selesai buang air besar atau buang air kecil. Lelaki tersebut
mengucapkan salam kepada beliau Saw., tetapi beliau Saw. tidak membalasnya,
hingga ketika lelaki tersebut hampir hilang di ujung lorong, beliau Saw.
menepukkan kedua tangannya ke dinding dan mengusapkan keduanya ke wajahnya.
Kemudian beliau Saw. menepukkan kedua tangannya sekali lagi, lalu mengusap
kedua lengannya. Setelah itu barulah Rasulullah Saw. menjawab salam lelaki
tersebut dan berkata: “Sesungguhnya tidak ada yang mencegahku menjawab salam
yang engkau ucapkan melainkan aku dalam keadaan belum suci.” (HR. Abu Dawud)
Ini hadits dhaif.
3) Dari Ibnu Umar, dia
berkata:
“Kami bertayamum
bersama Nabi Saw. Kami menepukkan kedua tangan kami ke tanah yang bersih,
kemudian meniup kedua tangan kami itu, lalu mengusapkannya ke wajah kami.
Setelah itu kami menepukkan kedua tangan kami sekali lagi ke tanah yang bersih,
lalu meniup kedua tangan kami itu, kemudian kami mengusapkan kedua tangan kami
itu dari siku hingga telapak tangan di atas tempat tumbuhnya bulu rambut, baik
bagian luar maupun bagian dalam.” (HR. ad-Daruquthni)
Ini hadits dhaif.
c.
Jalur ketiga
Dari Abu Juhaim bin
al-Harits bin al-Shimmah al-Anshari, dia berkata:
“Nabi Saw. datang dari
arah telaga Jamal, lalu beliau Saw. berpapasan dengan seorang lelaki. Lelaki
itu mengucapkan salam pada beliau Saw. Beliau Saw. belum membalas salam, hingga
menghadap ke dinding lalu mengusap wajah dan kedua tangannya, kemudian barulah
beliau Saw. menjawab salam.” (HR. Bukhari, Ahmad, Abu Dawud dan Muslim)
Sembilan hadits yang
berasal dari Ammar layak dijadikan sebagai hujjah, begitu pula hadits Abu
Juhaim pada poin c.
Adapun hadits yang
pertama dari himpunan hadits Ibnu Umar, maka di dalam sanadnya ada Ali bin Dzabyan yang dikomentari oleh Ibnu Hajar:
“Dia seorang yang dhaif, didhaifkan oleh al-Qathan dan Ibnu Ma'in dan
yang lainnya.” Abu Dawud berkata: “dia bukan siapa-siapa.” An-Nasai dan Abu
Hatim berkata: “haditsnya ditinggalkan.” Ibnu Hibban berkata: “gugurlah jika
berhujjah dengan hadits-haditsnya.”
Hadits ini
diriwayatkan pula oleh ad-Daruquthni dari jalur Syababah. Abu Hatim berkata:
“dia orang yang jujur, haditsnya dituliskan tetapi tidak bisa dijadikan sebagai
hujjah.” Ahmad tidak suka padanya dan menuduhnya suka menunda meriwayatkan
hadits.
Sedangkan di dalam
hadits kedua terdapat nama Muhammad bin Tsabit, seorang perawi yang didhaifkan oleh Ibnu Ma'in, Abu Hatim, Bukhari
dan Ahmad. Abu Dawud berkata setelah meriwayatkan hadits ini: “Aku mendengar
Ahmad bin Hanbal berkata: Muhammad bin Tsabit meriwayatkan satu hadits munkar
dalam perkara tayamum.”
Di dalam hadits ketiga
terdapat nama Sulaiman bin Arqam, dan haditsnya ditinggalkan. Ini dikatakan
oleh Abu Dawud. Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Ma'in berkata: “Dia bukan
siapa-siapa.” Bukhari berkata: “mereka meninggalkannya.”
Berdasarkan hal ini,
jelas bahwa seluruh hadits Ibnu Umar ini dhaif dan
tidak layak digunakan sebagai hujjah, harus ditinggalkan dan tidak diamalkan.
Ibnu Hajar berkata:
“Hadits-hadits yang mendeskripsikan tayamum itu tidak ada yang shahih kecuali hadits Abu Juhaim dan Ammar.
Hadits-hadits yang selain dari keduanya adalah dhaif,
atau diperselisihkan apakah marfu'
ataukah mauquf, dan hadits-hadits
tayamum yang bukan berasal dari keduanya itu biasanya tidak marfu'.”
Karena itu, kini
tinggal sepuluh hadits saja, yakni sembilan hadits Ammar dan satu hadits Abu
Juhaim. Kita akan mengkaji hadits-hadits ini lebih jauh, Insya Allah.
Dalam hadits yang
pertama:
“Kemudian Rasulullah
Saw. menepukkan kedua telapak tangannya ke tanah, meniupnya, lalu mengusapkan
keduanya ke wajahnya dan kedua telapak tangannya.”
Dalam hadits yang
kedua disebutkan:
“Kemudian beliau Saw.
menepukkan telapak tangannya ke tanah dengan sekali tepukan, meniupnya, lalu
beliau Saw. mengusapkan keduanya ke atas punggung telapak tangannya dengan
tangan kirinya atau ke punggung tangan kiri dengan telapak tangannya itu.
Setelah itu beliau Saw. mengusapkan keduanya pada wajah nya.”
Dalam hadits yang
ketiga disebutkan:
“Beliau meniup
keduanya.”
Dalam hadits yang
keempat disebutkan:
“Cukuplah engkau
(mengusapkan) wajah dan kedua telapak tangan.”
Dalam hadits yang
kelima disebutkan:
“Lalu Nabi Saw.
menepukkan tangannya ke tanah, kemudian beliau Saw. mengusap wajah dan kedua
telapak tangannya.”
Dalam hadits yang
keenam disebutkan:
“Kemudian beliau Saw.
menepukkan kedua tangannya ke tanah dengan sekali tepukan, lalu mengusapkan
yang kirinya ke atas yang kanan, punggung telapak tangannya dan wajahnya.”
Dalam hadits yang
ketujuh disebutkan:
“Beliau Saw. mengusap
wajahnya dan dua telapak tangannya satu kali.”
Dalam hadits kedelapan
disebutkan:
“Satu kali tepukan
untuk wajah dan dua telapak tangan.”
Dalam hadits yang
kesembilan disebutkan:
“Memerintahkannya
bertayamum (dengan mengusap) wajah dan dua telapak tangan.”
Adapun hadits Abu
Juhaim:
“Lalu mengusap wajah
dan kedua tangannya.”
di dalamnya
menggunakan lafadz: dua tangan (al-yadain), sedangkan dalam hadits-hadits
lainnya menggunakan lafadz: dua telapak tangan (al-kaffain). Maka saya katakan
bahwa lafadz: dua tangan (al-yadain) itu bersifat umum (general), lalu datang
lafadz dua telapak tangan (al-kaffain) untuk menjelaskan bahwa maksud al-yadain itu adalah bagian tubuh yang ada di
antara antara ujung jari hingga pergelangan tangan (ma baina athrafil ashabi, ila ar-rusghain).
Lafadz yang sudah
dijelaskan inilah yang diamalkan, dan lafadz yang general
(mujmal) dibawa pada lafadz yang sudah dijelaskan (mubayyan). Dengan demikian,
jelas bahwa di antara nash-nash tersebut tidak ada kontradiksi, dan kita pun
mengetahui bahwa nash-nash itu saling menafsirkan dan saling menjelaskan satu
sama lain.
Nash-nash yang
menyebutkan dua telapak tangan (al-kaffain) menjelaskan nash-nash yang
menyebutkan dua tangan (al-yadain), sehingga yang dimaksud dengan al-yadain (dua tangan) adalah al-kaffain (dua telapak tangan) saja.
Dalam hal ini ada
kemiripan dengan ayat pencurian:
“Laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya.” (TQS. al-Maidah
[5]: 38)
di mana ayat tersebut
ditafsirkan oleh hadits-hadits Nabi Saw. bahwa al-yadain
(dua tangan) yang harus dipotong dalam kasus pencurian itu maksudnya adalah al-kaffain (dua telapak tangan), yakni bagian
tubuh yang ada di antara ujung jari sampai pergelangan tangan saja.
Tetapi ketika
maksudnya mencuci bagian tubuh lebih dari pergelangan tangan dalam wudhu, maka
kata al-yadain ini disebutkan secara muqayyad yang ditaqyid
dengan frase ilal marafiqi (hingga dua
siku). Dengan demikian, yang
diwajibkan dalam tayamum itu adalah mengusap dua telapak tangan saja, yakni
mengusap tangan hingga dua pergelangannya, tidak diwajibkan sama sekali
mengusap lebih dari pergelangan. Inilah pengertian yang ditunjukkan oleh
hadits-hadits yang layak digunakan sebagai hujjah.
Orang yang berpendapat
seperti ini, yakni usapan itu hanya terbatas sampai dua pergelangan saja adalah
Atha, Makhul, al-Auza'iy, at-Thabari, Malik, Ishaq, Ahmad, Ibnu al-Mundzir,
as-Syafi’i dalam qaul qadimnya.
Sedangkan Abu Hanifah,
at-Tsauri, as-Sya'biy, al-Hasan, as-Syafi’i dalam qaul
jadidnya, Ali, Ibnu Umar, anak Ibnu Umar yakni Salim berdasarkan hadits
yang diriwayatkan dari mereka, mewajibkan mengusap kedua tangan hingga dua
siku. Mereka menjadikan beberapa hadits berikut sebagai dalil:
1. Dari Jabir ra.,
dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:
“Tayamum itu satu kali
tepukan untuk wajah, dan satu kali tepukan untuk dua lengan hingga dua siku.”
(HR. ad-Daruquthni dan al-Hakim)
2. Dari al-Asla’, dia
berkata:
“Rasulullah Saw.
memperlihatkan kepadaku bagaimana aku mengusap, aku pun mengusap. Dia berkata:
Beliau Saw. kemudian menepukkan kedua telapak tangannya ke tanah, lalu
mengangkat keduanya untuk mengusap wajahnya. Setelah itu beliau Saw. menepuk
lagi, lalu mengusap kedua lengannya bagian dalam dan bagian luar hingga kedua
tangannya itu menyentuh dua siku.” (HR. ad-Daruquthni, al-Baihaqi dan
atThabrani)
3. Dari Aisyah ra.,
dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:
“Dalam tayamum itu ada
dua tepukan, satu tepukan untuk wajah, dan satu tepukan untuk kedua tangan
hingga dua siku.” (HR. al-Bazzar dan Ibnu Adi)
4. Ibnu Umar dari Nabi
Saw., beliau Saw. bersabda:
“Dalam tayamum itu ada
dua tepukan, satu tepukan untuk wajah, dan satu tepukan untuk kedua tangan
hingga dua siku.” (HR. ad-Daruquthni, al-Hakim, dan al-Baihaqi)
Hadits ini sebelumnya
telah kami sebutkan.
5. Dari Nafi, dari
Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah Saw.:
“Menepukkan kedua
tangannya ke dinding dan mengusapkan keduanya pada wajahnya, kemudian
menepukkan tangannya kembali, lalu mengusap kedua lengannya.” (HR. Abu Dawud)
Hadits ini telah kami
sebutkan di atas.
Maka kami bantah
mereka dengan menyatakan: semua hadits yang mereka gunakan adalah hadits dhaif, yang sama sekali tidak layak digunakan
sebagai hujjah.
Hadits keempat dan
kelima telah kami jelaskan kedhaifannya
di atas.
Hadits pertama telah
dikomentari oleh Ibnu Daqiq al-‘Ied: “Riwayat Utsman bin Muhammad ini ganjil.”
Ad-Daruquthni berkata: “Yang benar adalah bahwa hadits ini mauquf,” yakni ini
merupakan ucapan sahabat sehingga tidak layak digunakan sebagai dalil.
Sedangkan di dalam
hadits kedua terdapat nama Rabi' bin Badr yang didhaifkan
oleh al-Hafidz Ibnu Hajar.
Hadits ketiga telah
dikomentari oleh Abu Hatim: “Hadits munkar, dan al-Harisy ini adalah orang tua
yang pikun yang haditsnya tidak bisa digunakan sebagai hujjah.” Hadits ini didhaifkan pula oleh Abu Zur’ah dan Bukhari.
Dengan demikian,
gugurlah pendapat mereka yang mewajibkan mengusap dua tangan hingga dua siku.
Az-Zuhri secara
menyendiri menyatakan wajibnya mengusap hingga dua ketiak, dengan menggunakan
beberapa hadits yang memerintahkan hal itu sebagai dalilnya. Ibnu Hajar
mengomentari pendapat az-Zuhri ini dengan menyatakan: “Riwayat yang
memerintahkan mengusap hingga ketiak, maka as-Syafi'i dan yang lainnya berkata,
jika benar hal seperti itu (tayamum hingga ketiak-pen.)
dilakukan berdasarkan perintah Nabi Saw., maka setiap tayamum yang benar-benar
disandarkan pada Nabi Saw. setelahnya menjadi penasakhnya.
Dan jika hal seperti itu dilakukan tanpa perintah Nabi Saw., maka hujjah yang
meruntuhkannya adalah tayamum yang diperintahkan oleh Nabi Saw. Yang memperkuat
riwayat as-Shahihain
dalam membatasi usapan tayamum hanya pada wajah dan dua telapak tangan adalah
fakta bahwa Ammar memfatwakan hal itu setelah meninggalnya Nabi Saw. Perawi
hadits lebih mengetahui maksudnya daripada yang lainnya, terlebih lagi seorang
sahabat yang sekaligus mujtahid.”
Pernyataan as-Syafi’i
ini mengharuskan mengusap itu terbatas pada dua telapak tangan saja, karena
hadits-hadits mengusap dua telapak tangan itu shahih
dan diucapkan belakangan. Bahkan as-Syaukani dengan terang-terangan mengatakan:
“As-Syafi'i menyatakan hadits mengusap hingga dua ketiak itu telah dinasakh.” An-Nawawi dari kalangan as-Syafi’iyah
juga mengatakan: “Mengusap dua telapak tangan itu lebih kuat dalilnya dan lebih
mendekati dhahir Sunnah yang shahih.”
Konklusi paling lemah
darinya adalah pernyataan mengusap hingga dua siku itu semata-mata dianalogikan
dengan wudhu, karena posisi tayamum sebagai pengganti wudhu. Qiyas seperti ini
batil adanya, karena qiyas dalam masalah ibadah tidak bisa dibenarkan. Dan
seandainya kita benar-benar menggunakan qiyas sebagaimana yang mereka nyatakan,
niscaya mengharuskan kita untuk mengusap kedua kaki dalam tayamum selama alasan
“pengganti wudhu” itu menjadi sebabnya. Betapa tenteramnya hati kita melihat
banyak fuqaha yang tidak melakukan analogi dalam ibadah dan hanya mencukupkan
diri dengan dilalah nash saja.
Pendapat yang benar
tak bercela adalah bahwa hadits-hadits shahih
telah menyebutkan dua telapak tangan dan tidak menyebutkan dua tangan hingga
dua siku atau dua tangan hingga dua ketiak, karena itu, cukuplah bagi kita
menjadikan hadits-hadits tersebut sebagai sandaran. Terlebih lagi ada salah
satu hadits di antaranya yang menyebutkan:
“Cukuplah engkau
(mengusap) wajah dan kedua telapak tangan.”
Kata “cukup” yang ada
dalam hadits tersebut, artinya secara tegas tidak mewajibkan mengusap dua
lengan, kecuali jika mereka mengatakan bahwa hadits-hadits yang shahih tersebut telah dinasakh atau kalau hadits-hadits mereka lebih shahih adanya, tetapi faktanya mereka tidak
menyatakan kedua hal tersebut.
1. Tayamum Itu Cukup dengan Satu
Kali Tepukan
Atha, Makhul,
al-Auzaiy, Ahmad bin Hanbal, Ishaq, Ibnu al-Mundzir, dan mayoritas ulama
mengatakan bahwa tayamum itu cukup dengan satu kali tepukan untuk wajah dan dua
telapak tangan.
Sedangkan Said bin
al-Musayyab dan Ibnu Sirin mewajibkan melakukan tiga kali tepukan, satu kali
tepukan untuk wajah, satu kali tepukan untuk dua telapak tangan dan satu kali
tepukan untuk dua lengan.
Ulama Hanafiyah dan
Syafi’iyah berpendapat wajibnya dua kali tepukan, satu kali tepukan untuk wajah
dan tepukan yang kedua untuk dua telapak tangan atau dua tangan hingga dua
siku.
Pendapat yang benar
adalah cukupnya satu kali tepukan, karena hadits-hadits yang shahih dan layak digunakan sebagai dalil tidak
menyebutkan selain satu kali tepukan. Tidak ada satu hadits shahih pun menyebutkan dua kali atau tiga kali
tepukan, karena itu, tidak wajib dilakukan selain satu kali tepukan, karena
jumlah inilah yang disebutkan dan dituntut dalam hadits-hadits tersebut.
2. Meniup Dua Telapak Tangan
Sebelum Mulai Mengusap
Di dalam hadits yang
pertama disebutkan:
“Beliau Saw. meniup
keduanya, lalu mengusapkannya ke wajahnya dan kedua telapak tangannya.”
Dalam hadits yang
kedua disebutkan:
“Kemudian meniupnya,
lalu beliau Saw. mengusapkan keduanya.”
Dalam hadits ketiga
disebutkan:
“Rasulullah Saw.
meniup keduanya.”
Dalam semua riwayat
ini, disebutkan kata an-nafkhu, an-nafdhu dan at-taflu;
ketiganya memiliki makna yang hampir sama (meniup). Tujuan ketiganya adalah
meringankan kadar tanah dan debu yang melekat pada kedua tangan sebelum
diusapkan. An-Nafkhu dan kata lain yang
semakna, walaupun tidak disebutkan dalam nash-nash shahih, tetapi nash-nash shahih
tersebut mendiamkannya alias tidak menafikannya. Perbedaan di antara dua
pengertian tersebut sangat jelas. Ketika sebagian nash mendiamkan an-nafkhu (tidak menyebutkan perbuatan meniup-pen.) tidak berarti nash-nash tersebut
melarangnya atau hingga tidak dilakukan sama sekali. Ringkas kata, ada
nash-nash yang tidak menyebutkan an-nafkhu,
tetapi ada juga nash-nash lain yang menyebutkan an-nafkhu.
Maka dalam kondisi
ini, kita katakan bahwa di dalam nash-nash yang menyebutkan an-nafkhu itu ada tambahan yang bisa
diamalkan. Nash-nash ini tidak bertentangan dengan nash-nash yang tidak
menyebutkan an-nafkhu, sehingga bisa
kita katakan bahwa nash-nash tersebut menyebutkan an-nafkhu
tanpa ada yang menyelisihinya. Dengan demikian, sunah hukumnya bagi seorang
Muslim meniup kedua telapak tangannya, lalu mengusapkannya.
Tayamum
Tartib Mengusap Wajah Kemudian Tangan
4. Tata Cara Mengusap Dua
Telapak Tangan
Tata caranya
dijelaskan sebagai berikut:
“Kemudian beliau Saw.
menepukkan telapak tangannya ke tanah dengan sekali tepukan, meniupnya, lalu
beliau Saw. mengusapkan keduanya ke atas punggung telapak tangannya dengan
tangan kirinya atau punggung tangan kiri dengan telapak tangannya. Setelah itu
beliau Saw. mengusapkan keduanya ke wajahnya.”
“Kemudian mengusapkan
yang kirinya ke atas yang kanan dan punggung telapak tangannya.”
Riwayat yang pertama
menyebutkan mengusap punggung telapak tangan dengan tangan kiri atau mengusap
punggung telapak tangan kiri dengan telapak tangan.
Sebenarnya ungkapan
seperti itu agak samar, kecuali jika lafadz au
(atau) itu ditafsirkan sebagai wa (dan).
Karena mengusap itu harus dilakukan pada dua telapak tangan, bukan hanya pada
satu telapak tangan. Sehingga hadits ini memberi pengertian mengusap punggung
dua telapak tangan, dengan terlebih dahulu mengusap telapak tangan kanan, baru
kemudian telapak tangan kiri.
Ungkapan dzahra kaffihi bi syimaalihi (punggung telapak
tangannya dengan tangan kirinya) memberi pengertian punggung telapak tangan
kanan, dan ungkapan dzahra syimalihi bi kaffihi (ke punggung tangan kiri
dengan telapak tangannya) memberi pengertian mengusap punggung telapak tangan
kiri.
Riwayat kedua hanya
sebatas dzaahira kaffaihi (punggung dua
telapak tangannya). Sedangkan kalimat sebelumnya mengusapkan yang kiri atas
yang kanan, tiada lain untuk meringankan kadar debu yang menempel di bagian
dalam kedua telapak tangan sebelum memulai mengusap. Ini mirip dengan meniup
debu tersebut.
Kedua riwayat ini
memberi pengertian bahwa mengusap
dua telapak tangan itu adalah dengan cara mengusapkan bagian dalam telapak
tangan kiri di atas punggung telapak tangan kanan, dan mengusapkan bagian dalam
telapak tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri. Artinya memulai
dengan yang kanan, baru kemudian mengusap yang kiri.
Abu Dawud telah
meriwayatkan dari Syaqiq dari Ammar bahwasanya Nabi Saw. bersabda:
“Sesungguhnya cukuplah
engkau melakukan hal seperti ini.” Beliau Saw. kemudian menepukkan tangannya ke
atas tanah dan meniupnya, lalu menepukkan dengan tangan kirinya di atas tangan
kanannya dan dengan tangan kanannya di atas tangan kirinya pada dua telapak
tangan. Setelah itu beliau Saw. mengusap wajahnya.”
Dua riwayat ini,
bahkan seluruh riwayat yang menyebutkan mengusap dua telapak tangan, tidak
menyebutkan tata cara yang lain, dalam arti, tidak menyebut permulaan mengusap
apakah dimulai dari jari-jemari ataukah dari pergelangan. Karena itu seorang
Muslim berhak memilih antara memulai dari ujung jari-jemari kemudian berakhir
di pergelangan, atau memulai dari pergelangan dan berakhir pada ujung
jari-jemari.
5. Satu Kali Usapan
Dalam tayamum, usapan
yang disyariatkan adalah satu kali usapan untuk setiap telapak tangan dan
wajah, tidak boleh mengulang dan berbilang. Semua hadits tidak menyebutkan
berbilangnya usapan. Seandainya berbilangnya usapan itu diperintahkan, niscaya
hadits-hadits tersebut akan menyebutkannya. Hadits yang ketujuh jelas
menyebutkan hal itu:
“Beliau Saw. mengusap
wajahnya dan dua telapak tangannya satu kali.”
Sehingga usapan
tersebut hanya dilakukan satu kali, tidak boleh lebih. Selain itu, menurut
asalnya memang usapan itu hanya satu kali, seperti saat mengusap dua khuff
(sepatu), mengusap kepala dan mengusap belat. Usapan dilakukan secara ringan,
dan bagaimanapun juga tidak perlu diulang. Orang yang menyatakan usapan itu
diulang harus bisa menyodorkan dalil, padahal tidak ada dalil dalam hal ini.
6. Mengusap Wajah
Di dalam nash-nash
tersebut tidak ada penyebutan tata cara khusus dalam mengusap wajah. Yang
disebutkan hanya mengusap wajah secara mutlak. Karena itu yang harus dilakukan
adalah mengusap seluruh wajah, tidak cukup hanya mengusap sebagian seraya
membiarkan sebagian yang lain. Pernyataan ini sama dengan apa yang kami
nyatakan dalam wudhu ketika membasuh wajah dan mengusap kepala. Tidak perlu
mengusap bagian dalam hidung, bagian dalam mulut, bagian dalam kedua mata, apa
yang ada di balik bulu janggut dan dua alis, cukup dengan mengusap bagian wajah
yang nampak, berupa kulit dan bulu, tidak perlu mengusap yang tersembunyi dari
wajah.
Dengan selesainya
pembahasan benda yang layak digunakan untuk bertayamum, maka kita telah
menghimpun seluruh unsur tata cara bertayamum. Kami katakan bahwa tata cara tayamum atau sifat
tayamum itu sebagai berikut:
1. Niat.
2. Menyebut nama Allah
(tasmiyah).
3. Menepukkan telapak
tangan bagian dalam ke atas “benda lembut dari permukaan bumi (tanah)” sebanyak
satu kali.
4. Menipiskan debu
yang melekat pada dua telapak tangan dengan cara meniup, dan mengibaskan, atau
dengan cara mengusapkan bagian dalam telapak tangan kanan pada bagian dalam
telapak tangan kiri.
5. Mengusap seluruh
wajah (bagian yang tampak dari wajah) dengan bagian dalam satu telapak tangan
atau bagian dalam dua telapak tangan sebanyak satu kali usapan.
6. Mengusapkan bagian
dalam telapak tangan kiri pada punggung telapak tangan kanan, mulai dari ujung
jemari hingga dua pergelangan, atau dari dua pergelangan hingga ujung jemari.
Ini dilakukan satu kalian sapuan.
7. Mengusapkan bagian
dalam telapak tangan kanan pada punggung telapak tangan kiri, mulai dari ujung
jemari hingga dua pergelangan, atau dari dua pergelangan hingga ujung jemari.
Ini dilakukan satu kalian sapuan.
8. Tartib (berurutan),
yang diusap terlebih dahulu adalah wajah, baru kemudian punggung dua telapak
tangan.
9. Muawalat
(berturut-turut).
Mengenai masalah niat,
menyebut nama Allah dan muwalat, maka pendapat kami tentang tiga perkara
tersebut dalam wudhu sama dengan yang kami katakan dalam masalah ini tanpa
tambahan atau pengurangan, sehingga tidak perlu kami ulang. Sedangkan sisanya
telah kami bahas dalam delapan poin di atas.
Beberapa perkara yang
fardhu dari semua itu hanya enam perkara saja, yakni: niat, menepukkan dua
telapak tangan ke tanah, mengusap seluruh wajah, mengusap punggung telapak
tangan, tertib (berurutan), dan muwalat.
Perkara-perkara yang
disunahkan ada tiga, yakni: menyebut nama Allah, menipiskan debu yang melekat
pada dua telapak tangan, mengusap punggung telapak tangan sebelah kanan sebelum
mengusap punggung telapak tangan yang sebelah kiri.
Tayamum
Tidak Harus Setiap Masuk Waktu Shalat
Tayamum
Batal Ketika Ada Air
Kapan
Harus Tayamum
Jika
Tak Ada Kedua Sarana Bersuci
Sumber: Tuntunan
Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar