Miris dan ingin menyelamatkan Umat. Selamatkan Keluarga
Muslim dari Ancaman Liberalisasi dalam Revisi UU Perkawinan. Pemaparan
fakta yang diungkapkan MUI DIY Desember 2011 lalu, 70% kasus perceraian di DIY
ternyata adalah cerai gugat dari pihak istri. Lembaga perkawinan tak lagi
menumbuhkan samara pada istri, sehingga tak lagi canggung berusaha melepaskan
diri dari ikatan perkawinannya. Kenyataan ini makin memprihatinkan ketika
kalangan pro gender menginginkan upaya amandemen UU no. 1/74 tentang
perkawinan. Revisi UU inilah yang dinilai sarat upaya liberalisasi keluarga.
Seluruh kaum Muslimah
untuk meyakini bahwa kesejahteraan hakiki tidak akan didapat dari sistem
Kapitalisme, melainkan dari penerapan Syari’at Islam dalam Daulah Khilafah.
Oleh karena itu, menjadi bagian penting dari kehidupan keluarga untuk
menguatkan pemahaman tentang dakwah, sehingga bersama-sama dengan Umat
berdakwah untuk mewujudkan masyarakat dan sistem
Islam.
Dampak liberalisasi di atas sangat berbahaya karena akan membuat
hilangnya nilai-nilai Islam dalam keluarga, yang kemudian tentu berakibat pada
hancurnya keluarga Muslim dan generasi masa depan. Jika liberalisasi ini
tak dihentikan maka Umat Islam dengan sendirinya akan hancur dan Islam tak ada
lagi di negeri ini. Saat ini keluarga Muslim kesulitan menjalankan Syari’at Islam
karena begitu banyak pengaruh buruk pemikiran dan pergaulan bebas,
pornografi/pornoaksi di mass media, ekonomi kapitalistik, pendidikan sekuler,
perundangan dan hukum yang jauh dari nilai Islam. Keluarga akan terlindungi dan
bisa menjalankan fungsinya (spiritual, edukasi, kasih sayang, dll.) jika ada
keharmonisan penerapan Syari’at Islam dalam tataran keluarga, masyarakat, dan
negara.
Akar masalah dari semua
problematika anak dan keluarga yang terjadi saat ini, tidak lain karena sistem
Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem buatan manusia sehingga tidak
dapat memecahkan permasalahan manusia, mengagungkan kebebasan, dan tidak mampu
memenuhi kebutuhan manusia secara menyeluruh. Berbeda dengan Islam yang
memiliki mekanisme dalam menyejahterakan anak dan keluarga. Mekanisme langsung
dalam bidang pendidikan,
kesehatan, keamanan. Di samping mekanisme tidak langsung, berupa kewajiban
bekerja bagi laki-laki baligh, penyediaan lapangan kerja, kewajiban ahli waris,
dan subsidi Baitul Mal. Adanya jaminan pemenuhan semua kebutuhan pokok seluruh
individu masyarakat, bahkan hingga pemenuhan kebutuhan pelengkap, dengan
diterapkannya politik ekonomi Islam.
Para tokoh merasa miris
dengan fakta kehidupan sekarang dan merasa perlu menyelamatkan Umat. Upaya
amandemen UU Perkawinan banyak menyimpang dari Al Qur’an; tidak mampu
melindungi masyarakat dari zina dan incest sekalipun. Kasus perzinaan
remaja hingga terjadi kehamilan, makin bersemangat untuk menyelamatkan Umat dan
menyadari hanya Khilafah Islam yang bisa menuntaskan masalah dan makin rindu
dengan kehadiran Khilafah sebagai institusi yang menerapkan Syari’at Islam.
Sementara solusi yang diberikan melalui kebijakan negara
demokrasi saat ini telah terbukti tidak dapat mengatasi permasalahan yang
terjadi, apalagi untuk menyejahterakan. Di samping penyelesaian yang dilakukan oleh beberapa individu
dan kelompok berupa sembako murah, berobat gratis, dan beasiswa, hanya dapat
dirasakan oleh segelintir orang. Padahal nasib anak dan keluarga merupakan
tanggung jawab kita semua, baik orang tua/keluarga, guru/sekolah, masyarakat.
Kehidupan Rasulullah Saw
dalam berumah tangga harus dicontoh oleh para pengemban dakwah ideologis. Apa
yang menjadi kewajiban suami yakni mencari nafkah, kewajiban
istri, yaitu sebagai ummu wa robbatul bait dan kewajiban bersama suami istri
yaitu mendidik anak, sehingga mampu memadukan kesakinahan dalam rumah tangga
dan keharmonisan dalam dakwah dalam rangka meraih surga Allah bersama-sama.
Data betapa buruknya
kondisi anak dan keluarga Muslim saat ini. Data Pengadilan Agama Kota Bogor
menyebutkan, angka kasus perceraian terus meningkat tiap tahun. Pada 2011,
tercatat 1.109 kasus perkara pengajuan perceraian. Kemiskinan yang terus
meningkat. Pornografi dan pornoaksi yang marak di tengah masyarakat, termasuk
anak. Padahal dalam Islam, posisi anak sebagai aset dunia akhirat dan calon
pemimpin masa depan, juga posisi keluarga sebagai tempat lahirnya kasih sayang
dan ketenangan, harus mendapat perhatian. Potensi yang dimiliki manusia berupa
potensi akal serta potensi hidup berupa kebutuhan jasmani dan naluri-naluri,
untuk digunakan mengabdi kepada Allah sesuai tujuan penciptaan manusia,
sehingga pemenuhannya terjamin.
Permasalahan keluarga
masih tetap hangat untuk didiskusikan agar mendapatkan solusi. Perlu ada upaya
bersama dalam menyelesaikan masalah-masalah yang menimpa keluarga saat ini.
Khilafah Menjamin Kebahagiaan dan Kesejahteraan Keluarga.
Anak dan Keluarga Mulia,
Bahagia, dan Sejahtera dengan Khilafah. Upaya mencerdaskan Umat untuk menyadari
dan meyakini dengan benar akan perlunya penerapan Syari’ah Islam secara total
sebagai solusi fundamental atas seluruh permasalahan Umat, termasuk yang
menimpa anak dan keluarga Muslim saat ini.
Konsep Islam yang
sempurna dalam membangun keluarga sejahtera. Bahwasanya Islam telah memberikan
aturan yang sempurna mengenai hak dan kewajiban suami dan istri, ketika setiap
keluarga terikat maka akan mampu membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera
berdasarkan Islam, selain itu juga dipaparkan adanya keseimbangan peran antara
suami dan istri. Kondisi saat ini yang bertolak belakang dengan konsep Islam.
Sistem kapitalis liberalis telah memiskinkan para keluarga dan merusak
kehidupan keluarga. Hal ini didukung juga oleh media, UU KRR, UU KDRT dan
bahkan RUU KKG (Keadilan dan Kesetaraan Gender).