Menyiapkan Nushrah Di Madinah
Oleh: K.H. Hafidz Abdurrahman
Mush'ab bin Umair adalah pemuda Makkah yang lahir dan dibesarkan dari keluarga kaya raya. Orangtuanya memberinya pakaian terbaik dan indah. Dia juga pemuda Makkah yang aromanya wangi semerbak. Namun, ketika masuk Islam, semuanya itu dia tanggalkan. Saat masih di Makkah, dia mengalami penyiksaan, dan berbagai ujian yang membuat kulitnya berubah, dan wajahnya terluka.
Ketika 12 penduduk
Madinah, yang telah membaiat Nabi SAW dalam Baiat Aqabah I, kembali ke Madinah,
Mush'ab-lah yang diutus oleh Nabi SAW untuk menyiapkan penduduk di sana.
Mush'ab bin Umair adalah pemuda yang wajahnya ganteng, mirip dengan Rasulullah
SAW. Selain kemiripannya, Mush'ab juga merupakan sahabat yang pertama kali
masuk Islam, dan telah teruji. Sebelum hijrah ke Madinah, dia juga pernah ikut
hijrah ke Habasyah, tetapi kemudian kembali ke Makkah.
Kecerdasan dan
kepiawaiannya dalam berdakwah telah teruji saat berhasil mengislamkan Usaid bin
Hudhair dan Sa'ad bin Mu'adz, yang tak lain adalah pemuka dan kepala suku Bani
Asyhal. Selain penguasaannya dalam qira'at
Al-Qur’an, kefaqihannya juga bisa diandalkan oleh Nabi SAW. Itulah mengapa dia
diberi gelar Muqri' al-Madinah. Setelah kedua tokoh sentral ini masuk Islam,
maka Mush'ab bin Umair-lah yang pertama kalinya menyelenggarakan shalat Jum’at
di Madinah, sebelum hijrah Nabi SAW. [Ibn Atsir, Usdu
al-Ghabah, Juz IV/134]
Mush'ab bin Umair,
ketika diutus Nabi SAW ke Madinah tak hanya berpikir sekadar membacakan dan
mengajarkan Al-Qur’an, tetapi Mush’ab memahami misi yang diembannya dari Nabi
yaitu menyiapkan penduduk Madinah, sebelum hijrah Nabi SAW, agar benar-benar
menjadi Ahl an-Nushrah bagi dakwah
Islam. Misi ini membutuhkan kecerdasan, kepiawaian dan leadership yang luar biasa dari seorang pengemban dakwah.
Lihatlah apa yang
dilakukan oleh Mush‘ab bin Umair setelah mengislamkan tokoh sentral di sana,
Usaid bin Hudhair dan Sa'ad bin Mu'adz. Mush'ab bin Umair segera
mengintensifkan proses internalisasi keislaman mereka dengan mengumpulkan
mereka yang telah masuk Islam, khususnya bagi kaum lelaki, untuk mengadakan
perhimpunan di hari Jum'at. Maka, shalat Jum'at untuk pertama kalinya, sebelum
Nabi SAW hijrah ke sana, diselenggarakan di Madinah. Hampir setahun proses ini
dilakukan, selain menjadi sarana edukasi, melalui khutbah Jum'at, proses
konsolidasi pun bisa dilakukan dengan efektif.
Langkah Mush'ab ini
telah disampaiakan kepada Rasulullah SAW. Rasul pun mengizinkan apa yang
dilakukannya. Selain pertemuan mingguan secara intensif melalui shalat Jum'at,
maka shalat rawatib berjama’ah juga
dilakukan. Saat itu, Masjid Nabawi belum lagi berdiri, begitu juga Masjid
Quba', karena semuanya ini berdiri ketika Nabi di Madinah. Namun, itu tidak
menghalangi mereka melakukan ibadah secara rutin berjamaah. Termasuk shalat
jamaah dan Jum'at.
Mush'ab benar-benar
totalitas. Mengerahkan seluruh pikiran, tenaga, waktu dan seluruh kemampuannya
untuk menyiapkan penduduk Madinah, pasca Baiat 'Aqabah I hingga terjadinya
Baiat 'Aqabah II. Totalitas Mush'ab itu diakui oleh para sahabat Nabi SAW.
Dalam kitab Shahih al-Bukhari
dituturkan, penuturan Khabab bin al-Art, ”Kami telah hijrah bersama Rasulullah
Saw. mengharapkan keridhaan Allah. Pahala kami pun ditetapkan di sisi Allah. Di
antara kami ada yang pergi, tak mengambil sedikit pahalanya. Mereka, antara
lain, adalah Mush'ab bin Umair. Dia telah gugur saat Perang Uhud, dengan
menggenggam Liwa!” [Bukhari, Shahih al-Bukhari,
hadits no.3897, hal.740]
Totalitas Mush'ab
tampak ketika seluruh kenikmatan dunia dia tinggalkan. Harta, kedudukan dan
kenikmatan materi, semua dia tinggalkan. Dia lebih memilih apa yang ada di sisi
Allah. Dalam riwayat Imam Ahmad, ada testimoni yang diriwayatkan dari Abi
Qatadah dan Abi Dahma' radhiya-Llahu 'anhuma,
bahwa Nabi SAW sampai mengatakan, ”Engkau
benar-benar tidak meninggalkan apapun, karena mengutamakan Allah 'Azza wa
Jalla. Allah pun tidak akan menggantimu, kecuali dengan yang lebih baik untukmu
dari-Nya.” [Ahmad, Musnad Ahmad,
hadits no.23074]
Selama di Madinah,
Mush'ab bin Umair tinggal di rumah As'ad bin Zurarah. Karena totalitasnya yang
luar biasa itulah, maka dalam waktu satu tahun, penduduk Madinah hampir
semuanya telah memeluk Islam. Tak tersisa satu pun rumah kaum Anshar, kecuali
di sana kaum pria maupun wanitanya telah menjadi Muslim. Kecuali di rumah Bani
Umayyah bin Zaid, Khathmah, dan Wa'il. Di rumah mereka ada seorang pria,
bernama Qais bin al-Aslat, seorang penyair yang mereka taati. Dialah
satu-satunya yang menghalangi mereka memeluk lslam, hingga saat Perang Khandak,
tahun 5 H.
Begitu juga di
kalangan Bani Abdul Asyhal, nyaris tak tersisa, kecuali semuanya telah memeluk
Islam. Hanya seorang yang tetap belum mau masuk Islam, dia adalah al-Ushairam.
Dia terlambat masuk lslam. Baru saat Perang Uhud dia masuk lslam, tetapi orang
ini begitu masuk lslam, belum sempat mandi, shalat dua rakaat, langsung ikut
perang, hingga akhirnya syahid di Uhud. Sampai Nabi SAW menyatakan, ”Dia telah melakukan amal yang sedikit, tetapi
pahalanya luar biasa.” [al-Mubarakfuri, ar-Rahiq
al-Makhtum, hal. 146]
Begitulah. Setelah
perkembangan yang luar biasa di Madinah, di mana penduduk Madinah telah memeluk
lslam dengan jiwa dan raganya. Mereka juga siap memberikan pengorbanan terbaik
untuk agamanya, apapun taruhannya, maka saat itu Mush'ab kembali ke Makkah untuk
menemui Rasulullah SAW. Peristiwa ini terjadi tahun ke-13 kenabian. Mush'ab
ingin menyampaikan kepada Nabi SAW kabar gembira ini, termasuk dukungan,
perlindungan dan kekuasaan untuk dakwah ini. Mush'ab berangkat ke Makkah
terlebih dahulu, sebelum rombongan kaum Anshar berangkat ke Makkah di musim
haji, tahun yang sama.
Kesuksesan Mush'ab bin
Umair menyiapkan suasana nushrah di
Madinah ini tidak lepas dari kecerdasan, kepiawaian, ketekunan, leadership, pengorbanan dan totalitasnya untuk
dakwah yang luar biasa. Tentu keikhlasannya semata untuk Allah, tanpa
memikirkan sedikitpun dunia. Bahkan, setelah semuanya ini, kelak Mush'ab akan
mendapatkan apa? Semua tidak pernah dipikirkannya. Begitulah Mush'ab, sahabat
yang luar biasa ini.
Sebagaimana ungkapan
Nabi Saw., ”Engkau benar-benar tidak meninggalkan apapun, karena mengutamakan
Allah 'Azza wa Jalla. Allah pun tidak
akan menggantimu, kecuali dengan yang lebih baik untukmu dari-Nya.” Iya, izin,
pertolongan dan taufik-Nya diberikan oleh Allah kepada orang-orang seperti
Mush'ab bin Umair. Melalui tangannyalah, Allah memberikan nushrah-Nya kepada Nabi-Nya.[]
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 219
Tidak ada komentar:
Posting Komentar