Baitul Mal
Khilafah Islamiyah
merupakan institusi yang bertugas menjalankan fungsi-fungsi politik (ri'âyah
su’ûn al-ummah). Tugas ri'âyah tersebut berjalan sempurna jika ada instrumen
pendukungnya. Di antara instrumen penting yang dibutuhkan untuk mengatur dan
mengurus urusan rakyat adalah harta.
Khilafah wajib
memperhatikan kondisi keuangan negara yang hendak digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan mencukupi kebutuhan rakyat. Struktur
Khilafah yang bertugas menangani pemasukan dan pengeluaran harta adalah Baitul
Mal. Telaah Kitab kali ini mengkaji
Baitul Mal mulai dari definisi. sejarah, fungsi, dan hal-hal yang terkait
sebagimana dinyatakan dalam Pasal 102 Kitab Muqaddimah
ad-Dustûr.
Lembaga dan Tempat
Baitul Mal bisa
bermakna lembaga, bisa juga bermakna tempat.
Dalam konteks lembaga,
Baitul Mal adalah departemen yang berwenang mengatur pemasukan dan pengeluaran
harta sesuai dengan hukum-hukum syariah, baik dari sisi pengumpulan,
penyimpanan maupun pemanfaatannya.
Adapun dalam konteks
tempat, Baitul Mal adalah tempat yang digunakan untuk menyimpan harta-harta
yang dikuasai negara.
Baitul Mal merupakan
struktur negara yang berdiri sendiri. Dari sisi pengaturannya bersifat
sentralistik. Wali (kepala daerah) tidak memiliki kewenangan mengatur harta,
peradilan dan tentara. Tiga urusan ini menjadi kewenangan pemerintahan pusat.
Setiap harta baik
berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang maupun harta lain yang kaum Muslim
berhak di dalamnya dan bukan milik seorang individu menjadi hak Baitul Mal.
Tidak ada perbedaan, baik harta tersebut sudah masuk ke dalamnya maupun belum.
Demikian pula setiap
harta yang wajib dikeluarkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya -untuk
kemaslahatan kaum Muslim dan pemeliharaan urusan mereka serta untuk biaya
mengemban dakwah- masuk ke dalam tugas dan kewenangan Baitul Mal.
Baitul Mal dalam
konteks lembaga didirikan pertama kali setelah surat al-Anfal turun. Saat itu
para Sahabat berselisih pendapat mengenai harta ghanîmah.
Allah SWT berfirman:
“Mereka (para Sahabat)
akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang anfâl, katakanlah bahwa anfâl itu
milik Allah dan Rasul. Karena itu bertakwalah kepada Allah, perbaikilah
perhubungan di antara sesama kalian serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya
jika kalian benar-benar beriman.” (QS. al-Anfal [8]: 1).
Said bin Zubair
berkata: “Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang Surat al-Anfal, ia
menjawab, "Surat al-Anfal turun di Badar.”
Ghanîmah Badar merupakan harta pertama yang
diperoleh kaum Muslim setelah ghanîmah
yang didapat dari ekspedisi (sarayah)
Abdullah bin Jahsyi. Pada saat itu, Allah SWT menjelaskan pembagiannya dan
menjadikan harta itu sebagai hak seluruh kaum Muslim. Allah SWT memberikan
wewenang kepada Rasul saw. untuk membagikan harta itu dengan mempertimbangkan
kemaslahatan kaum Muslim. Oleh karena itu ghanîmah
menjadi hak Baitul Mal. Pembelanjaan harta Baitul Mal menjadi wewenang Khalifah
dalam rangka merealisasikan kemaslahatan kaum Muslim.
Adapun Baitul Mal
dengan makna tempat penyimpanan harta, maka pada masa Nabi Saw. belum ada
tempat khusus. Kadang-kadang beliau menyimpan harta di masjid, seperti yang
dituturkan oleh Imam al-Bukhari dari Anas ra. Imam al-Bukhari juga menuturkan
sebuah hadis dari 'Uqbah bahwa Nabi Saw. pernah menyimpan harta di salah satu
kamar istri beliau. Beliau pun sering menyimpan harta di tempat penyimpanan
(gudang), seperti yang dituturkan oleh Imam Muslim dari 'Umar ra. Harta yang
masuk pada saat itu belum begitu banyak. Selain itu, harta yang masuk selalu
habis dibagikan kepada kaum Muslim, serta dibelanjakan untuk pemeliharaan
urusan mereka. Pada masa itu Rasulullah Saw. segera membagikan harta ghanîmah dan seperlima bagian beliau
(al-akhmâs) tanpa menunda-nundanya lagi.
Handhalah bin Shaif
-yang juga salah seorang sekretaris Rasulullah Saw.- meriwayatkan: Rasulullah
Saw. pernah bersabda, “Tetapkanlah dan
ingatkanlah aku (laporkanlah kepadaku) atas segala sesuatunya.” Hal ini beliau
ucapkan tiga kali."
Handhalah pun berkata,
“Suatu saat pernah tidak ada harta atau makanan apapun padaku selama tiga hari.
Lalu aku melapor kepada Rasulullah. Beliau sendiri tidak tidur, sementara di
sisi beliau tidak ada apapun."
Biasanya Rasulullah
Saw. membagi-bagikan harta pada hari itu juga. Hasan bin Muhammad menyatakan, “Rasulullah Saw. tidak pernah menyimpan harta, baik
siang maupun malam."
Apabila harta datang
pada pagi hari, tidak sampai setengah hari harta tersebut sudah habis
dibagikan. Demikian juga jika harta itu datang siang hari, tidak pernah sampai
tersisa hingga malam harinya. Oleh karena itu, tidak pernah ada harta tersisa
yang memerlukan tempat penyimpanan. Keadaan itu berlangsung sepanjang masa
Rasulullah Saw.
Ketika Abubakar
menjadi khalifah, beliau juga memperlakukan harta sama seperti Nabi Saw.
Menurut Ibnu Saad dari Sahal bin Abi Hatsmah dan lain-Iain, di dalam Thabaqât-nya, bahwa Khalifah Abu Bakar
memiliki Baitul Mal di daerah Sunh yang tidak dijaga oleh seorangpun. Pada
tahun kedua Kekhilafahannya, Abu Bakar ra. memindahkan Baitul Mal di rumahnya
untuk menyimpan harta yang masuk ke Kota Madinah. Ia membelanjakan semua harta
yang ada di tempat tersebut untuk kaum Muslim dan kemaslahatan mereka.
Jika harta datang
kepada beliau dari sebagian daerah kekuasaannya, beliau membawa harta itu ke
Masjid Nabawi dan membagi-bagikan harta tersebut kepada orang-orang yang berhak
menerimanya. Kadang-kadang Khalifah Abubakar menugaskan Abu Ubaidah bin al-Jarrah
untuk melakukannya. Hal ini dapat diketahui pada saat Abu Ubaidah berkata
kepada beliau, "Aku telah memberikan
(membagikan) harta (yang diberikan engkau) hingga tidak bersisa."
Pada saat Umar menjadi
khalifah, beliau mengumpulkan para bendahara, dan memasuki rumah Abubakar,
seraya membuka Baitul Mal. Beliau hanya mendapatkan satu dinar di dalamnya.
Ketika
penaklukan-penaklukan wilayah lain semakin banyak pada masa Khalifah Umar dan
kaum Muslim berhasil menaklukkan negeri Persia dan Romawi, maka semakin banyak
harta yang mengalir ke Kota Madinah. Khalifah Umar lalu membuat bangunan khusus
untuk menyimpan harta (Baitul Mal), membentuk bagian-bagiannya, mengangkat para
penulisnya, serta menetapkan santunan untuk para penguasa dan untuk keperluan
pembentukan tentara. Kadang-kadang beliau menyimpan seperlima bagian dari harta
ghanîmah di masjid dan segera
membagi-bagikan harta itu tanpa menunda-nunda.
Demikianlah. Seiring
dengan meluasnya kekuasaan Khilafah Islamiyah dan semakin banyaknya
penaklukkan, pemasukan negara Khilafah semakin membesar. Adanya Baitull Mal
dirasakan sebagai sebuah kewajiban, baik dalam konteks adanya tempat khusus
penyimpanan harta maupun lembaga yang bertugas mengatur lalu-lintas harta yang
menjadi hak kaum Muslim.
Pihak yang berwenang
mengatur perbendaharaan Baitul Mal adalah Khalifah. Di dalam riwayat-riwayat
sahih dituturkan bahwa Nabi Saw. -dalam kapasitasnya sebagai kepala negara- ada
kalanya mengatur urusan Baitul Mal secara langsung. Imam Ahmad dan at-Tirmidzi
menuturkan sebuah riwayat dari 'Abdurrahman bin Samrah, bahwa Rasulullah Saw.
pernah menerima sumbangan ‘Utsman bin ‘Affan ra. sebanyak 1000 dinar di kamar
beliau.
Imam al-Bukhari juga
menuturkan sebuah hadits dari Anas ra. bahwa Nabi Saw. mendapatkan harta dari
Bahrain. Beliau lalu memerintahkan agar harta itu disimpan di dalam masjid.
Setelah selesai shalat, beliau membagi-bagikan harta tersebut kepada masyarakat.
Pada masa Khalifah
Umar bin al-Khaththab ra., beliau ra. kadang-kadang juga mengatur urusan harta
Baitul Mal secara langsung. Imam Syafi’i menuturkan sebuah riwayat di dalam
Kitab Al-Umm, ketika terjadi bencana di
Irak, beliau memerintahkan penjaga Baitul Mal untuk memerintahkan agar semua
harta diletakkan di masjid lalu dibagikan.
Kadang-kadang Nabi
Saw. mengangkat seorang Sahabat untuk membagi-bagikan harta Baitul Mal atau
untuk mengurusi urusan-urusan harta. Di dalam hadits yang diniwayatkan Imam
al-Bukhari dituturkan bahwa Nabi saw. sering memerintah Sahabat untuk
membagi-bagikan harta yang tersimpan di rumah beliau. Masih banyak riwayat
senada yang menunjukkan bahwa Nabi Saw. kadang-kadang menunjuk Sahabatnya untuk
membagi-bagikan harta Baitul Mal.
Demikianlah.
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa keberadaan Baitul Mal dan kewajiban
mendirikan Baitul Mal, baik dari sisi tempat maupun lembaga, telah ditetapkan
berdasarkan riwayat-riwayat sahih.
Pembagian Baitul Mal
Baitul Mal dibagi
menjadi dua bagian: Qism al-Waridât (Bagian Pemasukan) dan Qism an-Nafaqât (Bagian Pengeluaran).
Bagian Pemasukan
membawahi tiga bagian yaitu:
1. Diwan Fai’ dan
Kharaj. Bagian ini mengurusi harta-harta ghanîmah,
kharaj, fai‘, tanah-tanah, jizyah dan
pajak (dlarîbah).
2. Diwan Kepemilikan
Umum (Diwan Milkiyyah 'Ammah). Bagian ini mengurusi semua harta milik umum,
mulai dari minyak, gas, listrik, mineral dan tambang, dan lain sebagainya.
3. Diwan Shadaqât (Diwan Yang Mengurusi Zakat).
Adapun Bagian
Pengeluaran membawahi delapan bagian yakni:
1. Diwan Dâr
al-Khilâfah. Bagian yang mengatur urusan rumah tangga negara Khilafah.
2. Diwan Mashâlih ad-Dawlah. Bagian yang mengatur
urusan dan kepentingan negara.
3. Diwan al-‘Athâ. Bagian yang membawahi urusan
harta-harta pemberian negara.
4. Diwan Jihad. Bagian
yang mengatur urusan harta yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas jihad fi
sabilillah.
5. Diwan Mashârif ash-Shadaqât. Bagian yang berwenang
mengatur urusan distribusi zakat kepada pihak yang berhak menerimanya.
6. Diwan Mashârif al-Milkiyyah al-‘Ammah. Bagian yang
bertugas mengatur distribusi dan pemanfaatan harta-harta milik umum.
7. Diwan ath-Thawâri'. Bagian yang mengurus harta-harta
yang digunakan untuk menangani bencana atau musibah yang menimpa rakyat.
8. Diwan al-Muwâzanah
al-'Ammah, Diwan al-Muhâsabah al-‘Ammah dan al-Murâqabah al-‘Ammah. Tiga bagian
ini bertugas melakukan kontrol terhadap harta-harta yang dipergunakan oleh
negara, berdasarkan arahan dari Khalifah.
Saat Khilafah berdiri
atas ijin dan pertolongan Allah SWT, Khalifah dengan segera membentuk Baitul
Mal sebagai salah satu instrumen penting dalam penyelenggaraan urusan negara
dan rakyat.
WalLâhu al-Musta'ân wa Huwa Waliyyu at-Tawfîq.
[Gus Syams]
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Media Politik
Dan Dakwah al-Wa’ie edisi Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar