Karena tak bisa lagi
menyangkal kewajiban mengangkat seorang khalifah,
akhirnya orang-orang liberal menyatakan bahwa Presiden Jokowi adalah khalifah
bangsa Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan Presiden Donald Trump merupakan
khalifah untuk level internasional. Apakah bisa kata khalifah itu disematkan
kepada kepala negara selain khilafah?
Khilafah dan khalifah
adalah sama-sama merupakan istilah syariah. Khilafah ini bukan istilah buatan
manusia, karena istilah ini pertama kali digunakan dalam nash syariah dengan
konotasi yang khas, berbeda dengan makna yang dikenal oleh orang Arab sebelumnya.
Karena merupakan
istilah syara', khilafah adalah bagian dari ajaran Islam sebagaimana shalat,
puasa, zakat, haji dan lainnya. Bahkan, Nabi Muhammad SAW tidak hanya
menggunakan istilah ini dengan konotasi syariahnya, tetapi juga menambahkan
dengan predikat, khilafah 'ala minhaj nubuwwah
[khilafah yang mengikuti metode kenabian], yang berarti khilafah sebagai sistem
pemerintahan Islam yang dijalankan oleh para sahabat itu merupakan copy paste dari Nabi SAW. Mereka tinggal
melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh Nabi SAW.
Bahkan, Nabi SAW
memerintahkan agar umatnya tidak hanya memegang teguh sunahnya, tetapi juga
sunah para Khulafa' Rasyidin.
Nabi SAW bersabda, ”Kalian wajib berpegang teguh dengan sunahku dan sunah
para khalifah rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Gigitlah sunah itu
dengan gigi geraham." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Perintah untuk terikat
dengan sunah [tuntunan] mereka adalah perintah untuk mempertahankan khilafah,
sebagaimana yang diwariskan oleh Nabi SAW dan menegakkannya kembali, jika ia
tidak ada.
Karena itu, bisa
dipahami, jika perintahnya demikian, berarti inilah satu-satunya sistem
pemerintahan yang ada dalam Islam. Unik, dan berbeda dengan sistem monarki,
republik, otoriter, demokrasi, teokrasi, federasi, persemakmuran dan
sebagainya.
Apakah sebutan
khalifah juga bisa disematkan kepada presiden, raja atau kepala negara selain
khilafah? Tidak bisa. Karena merupakan istilah syariah, dengan konotasi yang
khas, sebagaimana yang digunakan oleh syariah. Sebagaimana kata shalat, secara harfiah mempunyai makna doa,
tetapi tidak setiap berdoa disebut shalat. Begitu juga shiyam [puasa], arti
harfiahnya menahan diri, maka tidak setiap tindakan menahan diri disebut puasa.
Khalifah juga begitu. Tidak semua kepala negara bisa disebut khalifah, karena
istilah ini hanya digunakan oleh Nabi untuk menyebut kepala negara yang
memerintah dalam sistem khilafah. Bukan yang lain.
Inilah yang dinyatakan
dalam hadits Nabi SAW, "Bani Israil dahulu
telah diurus urusan mereka oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi [Bani Israil]
wafat, maka akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya, tidak seorang
Nabi pun setelahku. Akan ada para khalifah sehingga jumlah mereka banyak."
(HR. Muslim).
Apa hukum menegakkan
khilafah dan membaiat khalifah? Semua ulama kaum Muslim sepanjang zaman sepakat
adanya khilafah ini adalah wajib. Jika khilafah tidak ada, hukum menegakkannya
bagi seluruh kaum Muslim adalah wajib. Dasar kewajibannya menurut wahyu, bukan
akal, yaitu Al-Qur’an dan sunah, dan apa yang ditunjukkan oleh keduanya, baik
berupa ijmak sahabat maupun qiyas.
Misalnya, Allah SWT
berfirman, dalam QS. al-Baqarah: 30, yang artinya, ”Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat, "Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi
Khalifah...” Imam al-Qurthubi [w. 671 H], ahli tafsir yang sangat otoritatif, menjelaskan,
”Ayat ini merupakan hukum asal tentang wajibnya mengangkat khalifah.” Bahkan,
beliau kemudian menegaskan, “Tidak ada
perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat khalifah) ini di kalangan
umat dan para imam mazhab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-'Asham
(yang tuli tentang syariah) dan siapa saja yang berpendapat dengan pendapatnya
serta mengikuti pendapat dan mazhabnya.”
Bisa dilihat juga QS.
an-Nisa' (4) ayat 59; QS. al-Maidah (5) ayat' 48, dan lain-Iain.
Adapun hadits Nabi
SAW, antara lain, "Siapa saja yang mati,
sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/ khalifah), maka ia mati
jahiliah.” (HR. Muslim).
Berdasarkan hadits
ini, Syaikh ad-Dumaiji mengatakan, bahwa mengangkat seorang imam (khalifah)
hukumnya wajib [Lihat: Ad-Dumaiji, Al-Imâmah
al-'Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ'ah, hal. 49].
Kedudukan ijmak
sahabat sebagai dalil syariah -setelah Al-Qur’an dan sunah-sangatlah kuat,
bahkan merupakan dalil yang qath'i. Para
ulama ushul menyatakan, bahwa menolak ijmak sahabat bisa menyebabkan seseorang
murtad dari Islam. Dalam hal ini, Imam as-Sarkhashi [w. 483 H] menegaskan,
”Siapa saja yang mengingkari kedudukan ijmak sebagai hujjah yang secara pasti
menghasilkan ilmu berarti benar-benar telah membatalkan fondasi agama ini.
Karena itu orang yang mengingkari ijmak sama saja dengan berupaya menghancurkan
pondasi agama ini.”
Karena itu, ijmak
sahabat yang menetapkan kewajiban menegakkan khilafah tidak boleh diabaikan,
atau dicampakkan seakan tidak berharga, karena bukan Al-Qur’an atau sunnah.
Padahal, ijmak sahabat hakikatnya
mengungkap dalil yang tak terungkap.
Berkaitan dengan itu,
Imam al-Haitami menegaskan, ”Sungguh para
sahabat -semoga Allah meridhai mereka- telah bersepakat bahwa mengangkat
seorang imam (khalifah) setelah zaman kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan
mereka menjadikan upaya mengangkat imam/ khalifah sebagai kewajiban paling
penting. Faktanya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan
menunda (sementara) kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW.”
Khilafah sekarang
belum tegak kembali. Khilafah dimulai sejak Abu Bakar as-Shiddiq menjadi
khalifah yang pertama. Meski, perlu dicatat, Abu Bakar hanya melanjutkan Negara
Islam yang dibangun oleh Nabi SAW.
Khilafah ada sejak Abu
Bakar dibaiat sebagai khalifah pada tahun 632 M dan runtuh pada 1924 M. Adapun
wilayahnya meliputi dua pertiga dunia, meliputi tiga benua, Asia, Afrika dan
sebagian Eropa.
Mulai dari Khilafah
Rasyidah, Khilafah Umayyah, Khilafah Abbasiyah dan Khilafah 'Utsmaniyyah.
Sedangkan jumlah para khalifahnya sebanyak 104 khalifah.
Mengapa bisa runtuh?
Khilafah Islam runtuh karena dua faktor.
- Faktor internal, yaitu lemahnya pemahaman umat terhadap Islam, kesalahan penerapan Islam dan kemunduran taraf berpikir umat.
- Faktor eksternal, karena adanya serangan dari luar, baik melalui serangan pemikiran, budaya, ekonomi, politik, hingga militer.
Kaum Muslimin wajib
menegakkan kembali khilafah. Karena inilah satu-satunya metode untuk menerapkan
Islam. Tanpa khilafah, Islam tidak bisa diterapkan di muka bumi dengan benar.
Tanpa khilafah, tidak ada yang bisa mewakili Islam. Khilafah juga merupakan satu-satunya
negara bagi kaum Muslim di seluruh dunia, yang akan menyatukan seluruh umat
Islam dalam satu bendera dan kepemimpinan. Khilafah juga yang akan
membangkitkan umat dari keterpurukan, penjajahan, penindasan, kemiskinan dan
kebodohan.
Bacaan: Tabloid Media
Umat edisi 216
Tidak ada komentar:
Posting Komentar