Sembilan
puluh empat tahun lalu, tepatnya tanggal 3 Maret 1924 (27 Rajab 1342 H) diumumkan
bahwa Majelis Nasional Turki telah menyetujui penghapusan Khilafah dan
pemisahan agama dari negara. Mustafa Kemal mengirimkan perintah kepada Gubernur
Istanbul agar Khalifah Sultan Abdul Majid segera meninggalkan Turki sebelum
fajar. Gubernur bersama satu pasukan dari Polisi dan Militer mandatangi Khalifah.
Khalifah dipaksa masuk ke dalam mobil. Ia dibawa melintasi perbatasan Swiss. Ia
hanya dibekali satu kopor berisi beberapa potong pakaian dan sejumlah uang.
Pelita umat itu pun telah hilang.
Khilafah
Islamiyah -institusi politik pelindung umat Islam, wadah pelaksanaan hukum
Allah SWT secara sempurna, (hukum Allah adalah) sumber perundang-undangan serta
pedoman hidup- dilenyapkan oleh seorang Yahudi Dunamah, Mustafa Kemal Pasya.
Kemal merupakan seorang agen Inggris. Ia disusupkan ke dalam militer Turki. Ia
lalu menjadi seorang jenderal untuk menusuk Kekhilafahan dari dalam. Lewat
konspirasi Yahudi internasional inilah, Kekhilafahan Turki Utsmani akhirnya
hancur, tepat 27 tahun setelah Kongres Zionis Internasional pertama.
Faktor Penyebab
Mengenang
keruntuhan Khilafah tidak bermaksud sekadar bernostalgia atas romantisme
sejarah. Tujuan pentingnya adalah untuk mengambil ibrah: mengkaji dan memahami apa penyebab kehancurannya, siapa saja
yang berperan; juga mengingatkan umat atas dampak buruk yang terjadi, bagaimana
upaya Barat menghalangi tegaknya Khilafah. Dengan begitu akan jelas bagi kita
sikap apa yang harus dilakukan.
Awal
petaka itu mulai terlihat sejak pertengah abad ke-12 H (18 M). Saat itu Dunia
Islam mengalami kemorosotan dan kemunduran yang paling buruk -sejak masa
kejayaannya- dengan sangat cepat. Sebab kemunduran itu bertumpu pada satu hal.:
kelemahan pemahaman keislaman umat.
Kelemahan
pemahaman Islam itu merasuk di benak umat tatkala Bahasa Arab diremehkan
peranannya untuk memahami Islam. Padahal Bahasa Arab dan Islam adalah satu
kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kondisi ini terjadi pada abad ke-7 H (13 M).
Saat itu kebanyakan sultan dari kaum Mamalik (Khilafah Utsmaniyah) tidak lagi
menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa utama.
Ijtihad
sebagai sebuah kunci kreativitas untuk menjawab berbagai persoalan terhenti.
Pasalnya, pemahaman atas Bahasa Arab lemah. Padahal ijtihad adalah rahasia
kelangsungan peradaban bagi kaum Muslim. Tanpa ijtihad, umat menjadi bodoh.
Contoh kebodohan itu terlihat saat kaum Muslim berpolemik di seputar mesin
cetak al-Qur’an yang ditemukan di Barat. Orang Turki Utsmani meyakini bahwa al-Qur’an
adalah kitab suci. Ia tidak boleh dipegang oleh orang-orang kafir seperti
Paganino dan Paganini. Menurut Jean Bodin (1530-1596 M) dalam bukunya, Colloquium Heptaplomeres, orang-orang
Turki Utsmani memotong tangan kanan Alessandro Paganini dan merusak seluruh
cetakannya.
Pemahaman
umat semakin diperparah saat terjadi infiltrasi paham Barat yang berbahaya
seperti semangat nasionalisme dan sentimen separatisme. Prancis, Inggris dan Amerika
(abad 18-19 M) terus berupaya memecah-belah umat Islam dengan menabur dan
menanam paham kehancuran ini. Ide nasionalisme disebarkan hingga kaum Muslim lebih
bangga menjadi Arab, Turki atau Mesir daripada sebagai umat Muslim.
Proses
keruntuhan Khilafah itu selanjutnya terjadi karena serangan fisik, peperangan
dan rangkaian perjanjian. Semua itu seiring dengan imperialisme di berbagai
belahan negeri Islam. Perjanjian Karlowitz 1699, Passarowitz 1718, Belgrade
1739 dan Küçük Kaynarca 1774; semuanya mengerat habis wilayah Khilafah Utsmani.
Rusia mengerat wilayah Khilafah Utsmani di utara sampai wilayah yang berbatasan
dengan Laut Hitam di masa Catherine. Prancis menjajah Mesir pada 1698, Aljazair
pada 1830, Tunisia pada 1881, Moroko pada 1912. Inggris menjajah wilayah India,
Cina bagian Barat, Sudan dan akhirnya merebut Mesir dari Prancis.
Pukulan
pamungkas Barat datang ketika Perang Dunia I (1914-1917). Saat itu kaum Muslim
terjebak perang dalam melawan sekutu dan kalah total. Lewat Perjanjian Sykes-Picot
(Inggris-Prancis) wilayah Islam secara formal dikerat penjajah. Dipecah-belah.
Antek Inggris Lawrence of Arabia menginisiasi pemberontakan negeri-negeri Arab
di Syam pada 1916-1918. Muncullah negeri-negeri baru. Inggris menggariskan
wilayah kaum Muslim dan mengerat mereka menjadi satuan-satuan yang lemah,
terlepas dari persatuan. Lewat Inggris pula, Mustafa Kemal mengganti Khilafah
Utsmani menjadi Republik Turki. Khilafah pun resmi dihapus pada tanggal 3 Maret
1924.
Dampak Ketiadaan Khilafah
Belum
100 tahun bencana itu terjadi, sangat tampak derita fisik dan non-fisik umat
Islam dan seluruh manusia. Dunia terasa semakin gelap. Berjalan tanpa arah.
Hidup kian terbalik. Yang haq dihina. Yang batil dipuja. Di antara akibat
ketiadaan Khilafah itu adalah:
· Pertama,
Umat Islam terpecah lebih dari 50 negara. Perpecahan mereka menjadikan mereka
lemah dan tidak memiliki kekuatan. Keberadaannya bagaikan buih di lautan.
Banyak, namun terombang-ambing tanpa kekuatan. Umat bagaikan hidangan yang
diperebutkan oleh anjing-anjing rakus Kapitalisme.
· Kedua, identitas Islam
secara ideologis hilang dari kehidupan. Kaum Muslim tidak memiliki negara institusi
politik yang menjadi wakil Islam di percaturan politik dunia. Negara-negara
Timur Tengah lebih merepresentasikan ideologi Kapitalisme penjajah. Singgasana
para peminpin negara tersebut juga tidak bisa lepas dari pengaruh Barat. Demikian
pula dengan Organisasi Islam seperti OKI, Liga Dunia Islam, IDB, Liga Arab dan
lainnya. Sampai detik ini semuanya tidak pernah efektif menyelesaikan persoalan-persoalan
yang menimpa umat Islam.
· Ketiga, tiadanya pelita itu
menjadikan akidah umat terkotori. Berbagai paham yang merusak keyakinan seperti
sinkretisme, aliran dan kepercayaan sesat, nabi palsu, dll tumbur subur tanpa
solusi tegas. Penghinaan atas Islam dan Rasulullah Saw. terus berulang terjadi
karena tidak ada hukum yang menindak tegas.
· Keempat,
rangkaian kewajiban syariah juga terbengkalai dan tidak bisa terlaksana karena
ketiadaan Khilafah. Alasannya, karena Khilafah adalah “Tâj al-Furûdh,"
mahkota kewajiban. Dengan keberadaan Khilafah akan terlaksana seluruh
kewajiban. 'Uqubat terhadap tindak kriminal, pelaku murtad, perilaku menyimpang
seperti LGBT, tidak bisa terlaksana tanpa Khilafah. Tanpa Khilafah, eksistensi
Islam sebagai solusi persoalan umat dan pembawa rahmat seluruh alam raib. Dunia
berubah menjadi ladang penjajahan dan ekspoitasi.
· Kelima, akibat berikutnya
adalah degradasi pemahaman keislaman umat yang semakin kritis. Terdapat jarak
semakin jauh antara Islam dan kaum Muslim. Umat sudah mulai asing dengan ajaran
Islam itu sendiri. Ajaran Islam tentang ekonomi, pendidikan, pemerintahan,
hukum, sosial kemasyarakatan kian kabur. Bahkan umat kemudian menentang ajaran
Islam itu sendiri. termasuk ajaran Khilafah Islamiyah. Islam yang dipahami oleh
umat adalah Islam sekular dengan format Barat.
· Keenam, absennya Khilafah
ini menjadikan kemungkaran dan kerusakan merajalela di muka bumi. Keruntuhan
Khilafah menjadikan hukum-hukum Allah tersingkir dan digantikan hukum kufur buatan
manusia. Hukum thâghût inilah yang
menjadi sumber berbagai kemungkaran dan kerusakan di muka bumi. Hukum dari
ideologi Kapitalisme ini terbukti telah melahirkan kebobrokan akhlak, gurita
narkoba, manusia munafik, kehancuran tatanan keluarga dan sosial, raibnya
keadilan hukum, serta hancurnya lingkungan hidup.
· Ketujuh,
sirnanya pelindung umat itu menyebabkan kemunduran umat Islam di berbagai sisi
kehidupan seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sosial kemasyarakatan.
Umat Islam akhirnya identik dengan kebodohan, keterbelakangan pendidikan,
ekonomi serba sulit dan status sosial yang rendah.
· Kedelapan,
derita fisik di berbagai belahan dunia. Harga diri, kehormatan dan nyawa kaum
Muslim tersia-siakan karena tidak ada pelindung dan pembela. Darah kaum Muslim
di Palestina, Rohingya, Suriah, Xinjiang, Kasymir, dll terus mengalir tanpa ada
pembelaan berarti dari umat Islam. Termasuk di negeri ini, ulama terus
dikriminalisasi dan bahkan dibunuh, umat Islam tidak bisa berbuat banyak.
Upaya Barat Menghalangi Khilafah Tegak
Barat
mengetahui dan sangat yakin bahwa kekuatan Islam itu ada pada sistem Khilafah.
Karena itu segala upaya mereka lakukan untuk menghalangi tegaknya kembali
Khilafah. Beragam propaganda buruk mereka lakukan. Strategi lembut, kasar dan
pendekatan hukum terus mereka lakukan.
Secara
lembut, dengan cara menyebarkan ajaran kapitalisme, demokrasi, HAM. pluralisme
dan nasionalisme. Kalangan remaja Islam terus diracuni paham kebebasan. Barat
dengan kaki tangannya di negeri Muslim terus mengaitkan ide Islam seperti
Khilafah dengan paham radikal dan tindak terorisme. Kriminalisasi ajaran
Khilafah di negeri ini pun semakin masif dilakukan oleh penguasa tanpa
sedikitpun memberi ruang dialog.
Pendekatan
kasar dilakukan dengan terus mengadu-domba antar komponen umat Islam.
Mereka
membenturkan antara apa yang mereka sebut Islam fundamentalis dan Islam
moderat. Mereka buat istilah Islam tradisionalis vs Islam modernis, Islam
Eksklusif kontra Islam Inklusif. Barat pun dengan strategi politiknya
menciptakan pemerintahan boneka di negeri kaum Muslim dengan perang dan
konflik.
Pendekatan
hukum (law approach) dengan
menciptakan undang-undang menghambat perjuangan penegakan Khilafah ini, seperti
UU anti-semit, UU keamanan nasional, UU anti diskriminasi dan yang sejenis
dengan itu.
Yang Harus Kita lakukan
Kembalinya
Khillafah Islamiyah adalah janji Allah dan bisyarah
Rasulullah Saw. Keniscayaannya hanya persoalan waktu. Namun demikian, khabar dan janji Allah SWT itu adalah
persoalan itikad atau keyakinan. Yang harus dilakukan adalah berjuang dengan
metode yang dituntunkan oleh Rasulullah. Itulah dakwah pemikiran dan politik
(non-kekerasan) untuk menyadarkan umat agar umat memahami dan menjadikan hukum
Islam sebagai jalan hidup. Metode satu-satunya mengembalikan hukum-hukum Islam
itu adalah dengan mengembalikan Khilafah Islamiyah.
Sungguh
persoalan Khilafah Islamiyah adalah persoalan hidup dan matinya kaum Muslim.
Kaum Muslim mati, sirna, tak ada nafas, kreativitas dan inovasi ketika
institusi ini sirna. Ketiadaan insitusi ini menjadikan umat hidup sengsara.
Ketiadaan Khilafah juga bisa menjadikan kematian mereka -jika tidak berupaya
untuk menegakkan Khilafah- menjadi kematian jahiliah (HR. Hakim).
Karena
itu umat Islam harus berusaha keras memperjuangkan Khilafah meski risikonya
mati sekalipun. Itulah juga yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dalam
perjuangan dakwahnya. Diriwayatkan bahwa beliau pernah diberitahu oleh
pamannya, Abu Thalib, bahwa kaum Quraiys menginginkan agar beliau menghentikan
dakwahnya kepada kaum Quraiys. Abu Thalib berkata, "Kaumku telah datang
kepadaku dan mengatakan begini dan begitu. Karena itu selamatkan diriku dan
dirimu. Jangan engkau bebani diriku dan dirimu. Jangan bebani aku dengan
(masalah) yang tidak sanggup aku hadapi."
Mendengar
itu Rasulullah Saw. lalu bersabda, "Paman, demi Allah, apabila mereka
meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku menghentikan
dakwahku, aku tidak akan menghentikannya sampai Allah memberikan kemenangan
atau aku mati karenanya." (HR. ath-Thabarani).
Demikian
juga seharusnya umat Islam dalam berdakwah memperjuangkan tegaknya Khilafah Islamiyah
ini. Alasannya, karena Khilafah menyangkut soal hidup dan matinya kaum
Muslim.[]
Sumber:
Media Politik Dan Dakwah al-Wa’ie edisi Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar