Menggalang Kekuatan Riil
Kemenangan perjuangan Rasulullah tidak bisa dilepaskan dari
usaha untuk meminta pertolongan (thalabun-nushrah)
yang Beliau lakukan pada tahun ke-8 kenabian, khususnya setelah wafatnya paman
Nabi Saw., Abu Thalib, dan istri tercintanya, Khadijah ra., serta semakin
meningkatnya gangguan dari kaum Quraisy. Itu terjadi di penghujung fase kedua
dalam thariqah (metode) dakwah
Rasulullah Saw., yaitu fase interaksi dengan masyarakat (at-tafa’ul ma’a al-ummah). Thalabun-nushrah kepada ahl al-quwwah (para
pemilik kekuatan riil) ditempuh guna mendapatkan perlindungan bagi dakwah dan
jalan meraih kekuasaan (istilam al-hukmi)
bagi penerapan sistem Islam.
Konsolidasi
dua kekuatan, yaitu kekuatan politik partai ideologi Islam beserta umat di satu
sisi, dan kekuatan militer (ahl an-nushrah)
di sisi lain, mutlak diperlukan untuk menjamin suksesnya peralihan kekuasaan (istilam al-hukm) untuk Islam.
Ibnu Saad dalam kitabnya At-Thabaqat,
sebagaimana ditulis Ahmad al-Mahmud dalam kitab Ad-Da’wah
ila al-Islam, menyebutkan Rasulullah Saw. mendatangi tak kurang dari 15
kabilah para pemilik kekuatan riil dan pengaruh; di antaranya Kabilah Kindah,
Hanifah, Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah, Kalb, Bakar bin Wail, Hamdan, dan
lain-lain. Kepada setiap kabilah, Rasulullah Saw. mengajak mereka masuk Islam
sekaligus konsekuensinya yaitu memberikan nushrah
kepada perjuangan dakwah, memberikan kekuasaan dengan bai’at mereka dan kaumnya
kepada Beliau dengan kerelaan dan kesadaran.
Kabilah-kabilah di luar Makkah biasa datang ke Pasar ‘Ukadz,
maka Beliau Saw. berdakwah juga di sana. Banyak kabilah dari luar Makkah datang
tiap tahun ke Makkah baik yang datang untuk berdagang maupun yang hendak
melakukan ibadah di sekitar Ka’bah, maka Beliau Saw. juga berdakwah di
jalan-jalan dan Mina.
جاء في فتح الباري (ج7/
ص220): أخرج الحاكم وأبو نعيم والبيهقي عن عليِّ بن أبي طالب – رضي
الله عنه – قال: «لما أمر الله نبيه أن يعرض
نفسه على القبائل خرج وأنا معه وأبو بكر إلى منى» وروى ابن كثير عن علي – رضي
الله عنه – قال: «لما أمر الله نبيه أن يعرض
نفسه على قبائل العرب خرج وأنا معه وأبو بكر حتى دفعنا إلى مجلس من مجالس العرب»
والعرض على القبائل يعني أن يعرض النبي صلى الله عليه وآله وسلم نفسه ودعوته على
رؤساء القبائل ليقدموا الحماية والسند له ولدعوته. فطلب النصرة هذا ليس مجرد رأي
أو أسلوب، وإنما هو حكم شرعي أمر الله به نبيه فهو العلاج الشرعي أو الطريقة
الشرعية لتحقيق هدف شرعي.
“Disebutkan di dalam Kitab Fath
al-Baariy, Juz 7/220: “Imam al-Hakim, Abu Nu’aim, dan al-Baihaqiy
mengeluarkan sebuah riwayat dari ‘Ali bin Abi Thalib ra., bahwasanya ia
berkata, “Ketika Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk menawarkan dirinya kepada
kabilah-kabilah, maka Beliau dan saya, dan Abu Bakar keluar menuju Mina.”
“Imam Ibnu Katsir menuturkan riwayat dari Ali bin Abi Thalib
ra., bahwasanya ia berkata, “Ketika Allah Swt. memerintahkan Nabi-Nya untuk
menawarkan dirinya kepada kabilah-kabilah Arab, maka Beliau dan saya, dan Abu
Bakar keluar, hingga kami berkunjung dari satu majelis ke majelis lain dari
majelis-majelisnya orang Arab.”
“Yang dimaksud dengan [“menawarkan diri kepada para kabilah”]
adalah Nabi Saw. menawarkan dirinya dan dakwahnya kepada pemimpin-pemimpin
kabilah, agar mereka memberikan perlindungan dan dukungan kepada Beliau dan
dakwahnya. Thalabun Nushrah ini,
bukanlah sekedar pendapat atau cara (uslub), akan tetapi ia adalah hukum
syariat yang diperintahkan Allah Swt. kepada Nabi-Nya. Thalabun Nushrah adalah solusi syar’iy, atau metode syar’iy
untuk merealisasikan tujuan-tujuan syar’iy.” (Syaikh Mahmud ’Abd al-Karim
Hasan, Al-Taghyiir, hal.56)
Dari Jabir bin Abdullah berkata bahwa Nabi Shallallahu'alaihiwasallam menawarkan dirinya
kepada orang-orang pada musim Haji, dengan bersabda: "Adakah orang yang
mau membawaku kepada kaumnya, karena orang-orang Quraisy telah melarangku untuk
menyampaikan firman Rabb-ku AzzaWaJalla?" (HR. Ahmad no.14659)
“(Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam) mengikuti mereka di tempat mereka singgah, di pasar,
di Majannah, Ukazh dan di tempat mereka singgah di Mina dengan menyerukan:
“Siapa yang memberi perlindungan dan menolongku sehingga saya dapat
menyampaikan risalah-risalah Rabb-ku AzzaWaJalla, dia akan mendapatkan Surga”
(HR. Ahmad no.14126 dari Jabir bin Abdullah)
Diriwayatkan: “Beliaupun
meminta mereka untuk membenarkan Beliau, dan memberikan perlindungan
kepadanya.” (Ibn Hisyam, As-Sirah
an-Nabawiyyah, II/36)
Riwayat dari
Az-Zuhri yang dikutip oleh Ibnu Qoyyim:
وكان ممن يسمى لنا من
القبائل الذين أتاهم رسول الله صلى الله عليه وسلم ودعاهم وعرض نفسه عليهم بنو
عامر بن صعصعة ومحارب بن حصفة وفزارة وغسان ومرة وحنيفة وسليم وعبس وبنو النضر
وبنو البكاء وكندة وكلب والحارث بن كعب وعذرة والحضارمة فلم يستجب منهم أحد
“Dan di
antara yang disebutkan kepada kami dari nama kabilah-kabilah yang didatangi
Rasulullah Saw., Beliau seru mereka, dan Beliau tawarkan diri Beliau kepada
mereka, adalah: Bani Amir bin Sha’sha’ah, Muharib bin Hashafah, Fazarah,
Ghassan, Murrah, Hanifah, Sulaim, ‘Abas, Bani An-Nadhr, Bani Al-Baka’, Kindah,
Kalb, Al-Harits bin Ka’ab, ‘Adzrah, dan Al-Hadharamah. Dan tidak satupun dari
mereka yang menerima (tawaran Nabi Saw. tersebut).” (Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, Zad
Al-Ma’ad, juz 3 hal.38)
Disebutkan di beberapa riwayat ada kabilah-kabilah tertentu
yang melakukan negosiasi dari tawaran Rasulullah Saw. tersebut. Di antaranya
adalah Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah berikut ini:
عن الزهري أن رسول الله صلى
الله عليه وسلم أتى بني عامر بن صعصعة فدعاهم إلى الله عز وجل وعرض عليهم نفسه
فقال له رجل منهم – يقال له بيحرة بن فراس – : والله لو أني أخذت هذا الفتى من
قريش ، لأكلت به العرب ، ثم قال أرأيت إن نحن بايعناك على أمرك ، ثم أظهرك الله
على من خالفك ، أيكون لنا الأمر من بعدك ؟ قال الأمر إلى الله يضعه حيث يشاء فقال
له أفتهدف نحورنا للعرب دونك ، فإذا أظهرك الله كان الأمر لغيرنا لا حاجة لنا
بأمرك ، فأبوا عليه
“Dari
Az-Zuhri, bahwa Rasulullah Saw. suatu ketika mendatangi Bani Amir bin
Sha’sha’ah, kemudian menyeru mereka kepada Allah Swt. dan menawarkan diri
Beliau kepada mereka, lalu berkata seorang laki-laki dari mereka –dikenal
dengan nama Biharah bin Firas-: “Demi Allah jika aku mengambil pemuda ini
dari tangan suku Quraisy niscaya aku akan memakan (memerangi) bangsa Arab,”
kemudian dia melanjutkan: “Bagaimana pendapatmu, jika kami membai’atmu
atas urusanmu (yang kamu tawarkan) itu kemudian Allah Swt. memenangkanmu dari
siapa-siapa yang menentangmu, apakah sepeninggalmu urusan itu (kekuasaan)
menjadi milik kami?” Nabi Saw. menjawab: “Urusan
itu kembali kepada Allah Swt., Dia akan memberikannya kepada siapa-siapa yang
dikehendaki-Nya.” Kemudian dia berkata: “Apakah engkau hendak
mengorbankan leher-leher kami bagi suku-suku Arab demi melindungimu, tapi jika
Allah memenangkanmu nanti urusan itu diberikan kepada selain kami, kami tidak
butuh pada urusanmu itu,” maka mereka enggan menerima tawaran tersebut.” (Ibnu
Hisyam, As-Siroh An-Nabawiyyah, juz 1 hal.424-425)
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah berada di tempat-tempat
istirahat para kabilah Arab (pada musim haji) kemudian Beliau bersabda, “Hai
Bani Fulan Aku ini adalah RasulAllah (yang diutus) kepada kalian, yang
memerintahkan kalian agar kalian menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun, dan meninggalkan apa yang kalian sembah selain Dia.
Yaitu, beragam sembahan ini. Hendaklah kalian beriman kepadaku, membenarkan
aku, dan melindungi aku sehingga aku (mampu) menyampaikan dari Allah apa-apa
yang aku diutus dengannya.” (Sirah Ibnu Hisyam
bi Syarhi al-Wazir al-Maghribi, jilid I/285)
Dan Ibnu Hisyam berkata lagi: Itulah yang dilakukan
Rasulullah Saw. setiap kali menemui orang-orang (para kabilah arab). Ketika
orang-orang berkumpul di saat musim haji, Beliau mendatangi dan menyeru mereka
untuk beriman kepada Allah dan kepada Islam, serta menawarkan diri Beliau
(untuk dilindungi) pada mereka dan menjelaskan (pada mereka) hal-hal yang
Beliau bawa dari Allah, berupa petunjuk dan rahmat. Dan apabila Beliau
mendengar seorang ternama dan terhormat datang ke Mekah, pasti Beliau
mendatanginya dan menyerunya kepada Allah, dan menawarkan Islam kepada mereka.
Ibnu
Hisyam berkata, bahwa Beliau mendatangi kabilah Kilab di tempat-tempat
istirahat mereka, yang dikenal sebagai Bani Abdillah. Kemudian Rasulullah
menyeru mereka agar beriman kepada Allah Swt. dan menawarkan diri Beliau pada
mereka. Bahkan sampai berkata pada mereka, “Ya Bani Abdillah, sesungguhnya
Allah azza wa jalla telah memberi
kebaikan kepada nama bapak kalian.” (Sirah Ibnu
Hisyam bi Syarhi al-Wazir al-Maghribi, jilid I/286)
Meski berulang ditolak, menghadapi berbagai kesulitan, dan
kesusahan, Rasulullah Saw. tetap saja mengusahakan pertolongan kekuatan riil
hingga berhasil setelah sekitar 3 tahun. Rasulullah Saw. tidak berusaha
menggantinya dengan metode lain. Kabilah Tsaqif di Thaif membuat kaki Beliau
berdarah-darah. Satu kabilah lainnya menolak Beliau. Kabilah lainnya memberikan
syarat kepada Beliau. Meski demikian, Beliau terus teguh di atas thariqah yang telah diwahyukan oleh Allah
kepada Beliau. Pengulangan perkara yang di dalamnya ada kesulitan merupakan qarinah (indikasi) yang jazim (tegas) yang menunjukkan secara syar’i, bahwa perkara itu adalah fardhu
sebagaimana yang ada dalam ketentuan ushul. (lihat: al-‘Alim ‘Atho bin
Kholil, Taisir Al-Wushul ila
Al-Ushul, hlm.21) Thalabun-nushrah
merupakan perintah Allah Swt., bukan inisiatif Rasulullah Saw. sendiri atau
sekadar tuntutan keadaan.