Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 23 September 2016

Kesederhanaan Umar bin Khaththab





Kesederhanaan Umar ibn al-Khaththab ra.

Tatkala ‘Umar ibn al-Khaththab ra., diangkat menjadi Khalifah, ditetapkanlah baginya tunjangan sebagaimana yang pernah diberikan kepada Khalifah sebelumnya, yaitu Abu Bakar ra. Pada suatu saat, harga-harga barang di pasar mulai merangkak naik, Tokoh-tokoh Muhajirin seperti ‘Utsman, ‘Ali, Thalhah, dan Zubair berkumpul serta menyepakati sesuatu. Di antara mereka ada yang berkata “Alangkah baiknya jika kita mengusulkan kepada ‘Umar agar tunjangan hidup untuk beliau dinaikkan. Jika ‘Umar menerima usulan ini, kami akan menaikkan tunjangan hidup beliau.”
'Ali kemudian berkata, “Alangkah bagusnya jika usulan seperti ini diberikan pada waktu-waktu yang telah lalu.” Setelah itu, mereka berangkat menuju rumah 'Umar. Namun, Utsman menyela seraya berkata, “Sebaiknya usulan kita ini jangan langsung disampaikan kepada 'Umar. Lebih baik kita memberi isyarat lebih dulu melalui puteri beliau, Hafshah. Sebab, saya khawatir, 'Umar akan murka kepada kita.”
Mereka lantas menyampaikan usulan tersebut kepada Hafshah seraya memintanya untuk bertanya kepada ‘Umar, yakni tentang bagaimana pendapatnya jika ada seseorang yang mengajukan usulan mengenai penambahan tunjangan bagi Khalifah 'Umar.
Apabila beliau menyetujuinya, barulah kami akan menemuinya untuk menyampaikan usulan tersebut. Kami meminta kepadamu untuk tidak menyebutkan nama seorangpun di antara kami,” demikian kata mereka.
Ketika Hafshah menanyakan hal itu kepada 'Umar, beliau murka seraya berkata, “Siapa yang mengajari engkau untuk menanyakan usulan ini?” Hafshah menjawab, “Saya tidak akan memberitahukan nama mereka sebelum Ayah memberitahukan pendapat Ayah tentang usulan itu.”
'Umar kemudian berkata lagi, “Demi Allah, andaikata aku tahu siapa orang yang mengajukan usulan tersebut, aku pasti akan memukul wajah orang itu.”
Setelah itu., 'Umar balik, bertanya kepada Hafshah, istri Nabi Saw., “Demi Allah, ketika Rasulullah Saw. masih hidup, bagaimanakah pakaian yang dimiliki oleh beliau di rumahnya?” Hafshah menjawab, “Di rumahnya, beliau hanya mempunyai dua pakaian. Satu dipakai untuk menghadapi para tamu dan satu lagi untuk dipakai sehari-hari.”
'Umar bertanya lagi, “Bagaimana makanan yang dimiliki oleh Rasulullah?" Hafshah menjawab, “Beliau selalu makan dengan roti yang kasar dan minyak samin.” 'Umar kembali bertanya, “Adakah Rasulullah mempunyai kasur di rumahnya?" Hafshah menjawab lagi, "Tidak, beliau hanya mempunyai selimut tebal yang dipakai untuk alas tidur di musim panas, jika musim dingin tiba, separuhnya kami selimutkan di tubuh, separuhnya lagi digunakan sebagai alas tidur.”
`Umar kemudian melanjutkan perkataannya, “Hafshah, katakanlah kepada mereka, bahwa Rasulullah Saw. selalu hidup sederhana. Kelebihan hartanya selalu beliau bagikan kepada mereka yang berhak. Oleh karena itu, akupun akan mengikuti jejak beliau. Perumpamaanku dengan sahabatku-yaitu Rasulullah dan Abu Bakar adalah ibarat tiga orang yang sedang berjalan. Salah seorang di antara ketiganya telah sampai di tempat tujuan, sedangkan yang kedua menyusul di belakangnya. Setelah keduanya sampai, yang ketigapun mengikuti perjalanan keduanya. Ia menggunakan bekal kedua kawannya yang terdahulu. Jika ia puas dengan bekal yang ditinggalkan kedua kawannya itu, ia akan sampai di tempat tujuannya, bergabung dengan kedua kawannya yang telah tiba lebih dahulu. Namun, jika ia menempuh jalan yang lain, ia tidak akan bertemu dengan kedua kawannya itu di akhirat.” (Sumber: Tarikh ath-Thabari, jilid I, hlm. 164)
Dari: Majalah al-Wa’ie edisi 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam