Ide Pluralisme dalam ideologi Kapitalisme lahir dari pandangan mereka terhadap
masyarakat. Bahwa masyarakat itu tersusun dari individu-individu, yang memiliki
bermacam-macam keyakinan, opini, kepentingan, asal-usul, dan kebutuhan.
Menurut
mereka sudah menjadi keharusan apabila di tengah-tengah masyarakat dijumpai
berbagai golongan yang berbeda-beda. Setiap golongan mempunyai tujuan dan
targetnya tersendiri. Setiap golongan diwakili oleh partai, gerakan, atau
organisasi. Dan setiap partai, gerakan, atau organisasi tersebut harus diakui
keberadaannya dan diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam aktifitas
politik. Jadi, Pluralisme dalam pandangan Kapitalisme merupakan kebalikan dari
ide kelompok tunggal atau partai tunggal.
Namun
demikian, Pluralisme sebenarnya kemajemukan yang harus disesuaikan sedemikian
rupa dengan format sistem politik Kapitalisme. Sehingga dalam masyarakat
Kapitalis tidak ada tempat bagi golongan yang tidak mempercayai ideologi
Kapitalisme, atau kelompok yang berjuang untuk menghancurkan sistem Kapitalisme
yang ada.
Logika
kemajemukan partai sesuai dengan keyakinan tunggal atau format sistem politik
tunggal, diakui pula keberadaannya oleh Islam. Tentu hal ini tidak sama dengan
pengertian Pluralisme sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh orang-orang
Kapitalis.
Islam
memang membenarkan kemajemukan berbagai partai dan gerakan, selama mereka tetap
mendasarkannya pada asas tunggal yaitu Aqidah Islamiyah. Namun, Islam tidak
mentolerir keberadaan partai atau gerakan yang bertujuan merobohkan sistem
politik Islam. Jadi, keberadaan partai dan gerakan apapun tetap dibenarkan
selama mereka tetap berpedoman dengan pendapat-pendapat yang Islami, yaitu
pendapat-pendapat yang terpancar dari Aqidah Islamiyah atau
pendapat-pendapatnya dibangun di atas Aqidah Islamiyah.
Akan
tetapi sekali lagi, ini bukan berarti Islam menerima ide Pluralisme secara
mutlak, atau menerima Pluralisme dalam pengertiannya menurut paham Kapitalisme
seperti yang dipropagandakan oleh Amerika Serikat dan negara-negara Barat pada
umumnya. Sebab, Pluralisme dalam pandangan Kapitalisme lahir dari ideologi
Kapitalisme yang mendasarkannya pada aksioma pemisahan agama dari kehidupan
(yang lebih populer dengan istilah sekularisme).
Pluralisme
menurut pengertian ideologi Kapitalisme tersebut berarti dibolehkan berdirinya
partai atau gerakan yang mengajak kepada aqidah apa saja termasuk aqidah kufur,
seperti ide pemisahan agama dari kehidupan, dibolehkan juga adanya partai yang
berdiri di atas asas yang diharamkan Islam, seperti partai yang berasaskan
Nasionalisme dan Patriotisme. Begitu pula dibolehkan berdirinya gerakan-gerakan
yang mengajak kepada apa yang diharamkan Allah, seperti kelompok-kelompok yang
berperilaku seksual menyimpang (kelompok-kelompok gay dan lesbian) dan
perzinaan, serta dibenarkan pula adanya kelompok-kelompok yang membela dan
mempertahankan perjudian, minuman keras, aborsi, kebebasan (liberalisme) wanita
dan yang sejenisnya. Semua contoh kelompok-kelompok tersebut berhak eksis di
tengah-tengah masyarakat, karena merupakan satu keniscayaan akan fakta yang ada
di dalam masyarakat yang majemuk.
Sebagian
dari kaum muslimin yang terpengaruh ide Pluralisme malah berdalih dengan firman
Allah SWT: Al-Hujurat:13.
Padahal
ayat ini menunjukkan dalam masyarakat terdapat kenyataan asal usul masyarakal
yang terdiri dari berbagai macam bangsa dan suku. Artinya kemajemukan yang ada
dilihat dari aspek ras, suku bangsa, jenis kelamin, daerah dan sejenisnya.
Bukan ditinjau dari keragaman keyakinan, tingkah laku, kecenderungan,
pemikiran, kelompok, dst. yang bermuara pada kebolehan dan berhaknya
masing-masing kelompok mengekspresikan keyakinan, tingkah laku, kecenderungan,
pemikiran, aliran politiknya, dst. meskipun keyakinan, tingkah laku,
kecenderungan, dan pemikirannya itu jelas-jelas kekufurannya. Meskipun di masa
Nabi Saw., masyarakat terdiri dari bermacam-macam suku bangsa, dan
bermacam-macam agama/keyakinan (seperti yahudi, nashrani, bahkan majusi dan
paganis), tetapi, format sistem politik, sosial, hukum, dan pemerintahan
dilandasi oleh asas tunggal, yaitu aqidah Islamiyah. Hal ini tersurat dalam
teks piagam Madinah (Watsiqoh Madinah): “Sesungguhnya
mereka adalah umat yang satu, yang berbeda dengan umat lainnya”.
Ini
mengandung arti bahwa masyarakat di masa Rasulullah merujuk pada asas Aqidah
Islamiyah, yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan masyarakat/peradaban
yang ada saat itu. Yaitu keyakinan, tingkah laku, kecenderungan dan
pemikirannya didominasi oleh asas Islam. Masyarakat secara komunal tidak akan
menampakkan keyakinan, tingkah laku, kecenderungan dan pemikiran yang
menampakkan keyakinan, tingkah laku, kecenderungan dan pemikiran yang
jelas-jelas bertentangan dengan Aqidah Islamiyah. Walaupun ada sekelompok
masyarakat Yahudi atau Nashrani misalnya di tengah-tengah masyarakat kaum
muslimin, namun pemikiran-pemikiran, kecenderungan, tingkah laku dan keyakinan
mereka tidak sampai secara jama'iy. Sebab hanya pemikiran, kecenderungan,
tingkah laku dan keyakinan Islamlah yang boleh tampak nyata di tengah-tengah
masyarakat.
Oleh
karena itu seorang muslim tidak boleh menerima ide Pluralisme yang
dipropagandakan AS dan negara-negara Barat secara mutlak. Sebab, menerima ide
Pluralisme berarti membenarkan adanya seruan-seruan kepada kekufuran dan segala
sesuatu yang diharamkan Allah. Sesungguhnya Pluralisme adalah ide yang tidak
akan pernah diterima oleh seorang mukmin yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, karena dia mengetahui berdasarkan ilmul
yaqin (informasi dari wahyu yang bersifat qath'i)
bahwa Allah di akhirat nanti akan menjatuhkan siksa terhadap siapa saja yang
menjalankan kekufuran dan segala sesuatu yang diharamkan Allah.
Sumber: Majalah al-Wa’ie edisi 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar