Pradigma Pendidikan Islam
Robert L.
Gullick Jr. dalam bukunya Muhammad, The Educator menyatakan:
“Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan
dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Muhammad
sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan
Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan
gairah yang menantang… Hanya konsep pendidikan yang paling dangkallah yang
berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad di antara pendidik-pendidik besar
sepanjang masa, karena -dari sudut pragamatis- seorang yang mengangkat perilaku
manusia adalah seorang pangeran di antara pendidik”.
Pendidikan merupakan bagian kebutuhan
mendasar manusia dan dianggap sebagai bagian dari proses sosial. Jargon yang
menyatakan bahwa sarjana merupakan agent of change merupakan simbol yang
selalu terdengar akrab dalam dunia pendidikan. Hanya saja suatu perubahan itu
terjadi ke arah mana, maka itu sangat ditentukan oleh model sistem pendidikan
apa yang digunakan dan berlandasakan kepada ideologi apa dasar pendidikan itu
dibangun. Suatu sistem pendidikan yang ditegakkan berdasarkan ideologi
sekularistik-kapitalistik atau sosialisme-komunisme maka struktur dan mekanisme
masyarakat yang akan diwujudkannya adalah masyarakat sekuler-kapitalis atau
sosialis-komunis. Demikian pula Islam sebagai suatu sistem dan ideologi akan
membangun suatu struktur masyarakat yang sesuai dengan cita-cita ideologinya
yang tentu saja akan berbeda dengan dua sistem ideologi di atas. Melalui
karakteristik ideologi tersebut suatu masyarakat secara pasti akan diketahui
jejak-langkah sistem pendidikan yang tengah berlangsung.
Berkenaan
dengan hal itu, tentu saja ini merupakan langkah awal dan mendasar jika ingin
membicarakan masalah pendidikan. Ketidakfahaman terhadap tujuan suatu sistem
pendidikan dan karakteristik manusia yang hendak dibentuknya hanya akan membuat
program-program pendidikan sebagai sarana trial and error dan menjadikan
peserta didik bagai kelinci percobaan. Masyarakat yang bertumpu pada
nilai-nilai sekularistik-materialistik misalnya, hanya akan menghasilkan sumber
daya manusia (peserta didik) yang berfikir profit oriented dan akan
menjadi economic animal. Di samping itu akan terjadi kebingungan dalam
mempertautkan agama (dan pendidikan agama) dengan pendidikan umum secara wajar.
Bagaimana melakukan sinkronisasi antara pelajaran agama dengan fisika, yaitu
berkenaan dengan penjelasan teori kekekalan massa dan energi misalnya. Begitu pula
mengaitkan persoalan teori evolusi Darwin
yang menegasikan kemahaakuasaan dan menyatakan manusia merupakan proses evolusi
dengan agama pada sisi lain yang mengajarkan keyakinan berbeda. Akan tercipta
kegamangan bahkan ketidakjelasan sudut pandang bagi peserta didik dan termasuk
tenaga pendidiknya. Bukankah ini merupakan hal yang ironis.
Pendidikan
dalam Islam dapat (harus) kita fahami sebagai upaya mengubah manusia dengan
pengetahuan tentang sikap dan perilaku yang sesuai dengan kerangka
nilai/ideologi tertentu (Islam). Dengan demikian, pendidikan dalam Islam
merupakan proses mendekatkan manusia pada tingkat kesempurnaannya dan
mengembangkan kemampuannya yang dipandu ideologi/aqidah Islam. Inilah paradigma
dasar itu. Berkaitan dengan itu pula secara pasti tujuan pendidikan Islam dapat
ditentukan, yaitu menciptakan SDM yang berkepribadian Islami, dalam arti cara
berfikirnya berdasarkan nilai Islam dan berjiwa sesuai dengan ruh dan nafas
Islam. Begitu pula, metode pendidikan dan pengajarannya dirancang untuk
mencapai tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada
tercapainya tujuan tersebut tentu akan dihindarkan. Jadi, pendidikan Islam
bukan semata-mata melakukan transfer of knowledge, tetapi memperhatikan
apakah ilmu pengetahuan yang diberikan itu dapat mengubah sikap atau tidak.
Dalam
kerangka ini maka diperlukan monitoring yang intensif oleh seluruh lapisan
masyarakat termasuk pemerintah (negara) terhadap perilaku peserta didik, sejauh
mana mereka terikat dengan konsepsi-konsepsi Islam berkenaan dengan kehidupan
dan nilai-nilainya (aqidah). Rangkaian selanjutnya adalah tahap
merealisasikannya sehingga dibutuhkan program pendidikan dan kurikulum yang
selaras, serasi, berkesinambungan dengan tujuan di atas. Sebagai langkah awal
diperlukan pemahaman tentang dasar-dasar pribadi/individu dan tahap
kejiwaannya.
Kurikulum dibangun pada landasan aqidah
Islam sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan asas
itu. Konsekuensi terhadap hal itu waktu pelajaran untuk pemahaman tsaqafah
Islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya mendapat porsi yang besar.
Mengingat hal ini dilakukan dalam rangka membangun kerangka pemahaman manusia,
tentu saja harus disesuaikan dengan waktu bagi ilmu-ilmu lainnya. Ilmu-ilmu
terapan diajarkan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tidak terikat dengan
jenjang pendidikan tertentu (formal). Di tingkat perguruan tinggi (PT),
kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Misalnya, tentang ideologi
sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme dapat disampaikan untuk
diperkenalkan kepada kaum muslimin setelah mereka memahami Islam secara utuh.
Pelajaran ideologi selain Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan
bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan dan difahami mengenai
cacat-celanya, dan ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.
Pada jenjang PT tentu saja dibuka berbagai
jurusan, baik dalam cabang ilmu keislaman, ataupun jurusan lainnya, seperti
teknik, kedokteran, kimia, fisika, sastra, politik dll. sehingga peserta didik
dapat memilih sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Dari model sistem
pendidikan Islam seperti inilah maka kekhawatiran akan munculnya dikotomi ilmu
agama dan ilmu duniawi tidak akan terjadi. Dikotomi ilmu itu hanya terjadi pada
masyarakat sekuler-kapitalistik, tidak dalam masyarakat Islam. Berkenaan dengan
hal inilah generasi yang akan dibentuk adalah SDM yang mumpuni dalam bidang
ilmunya dan sekaligus dia memahami nilai-nilai Islam, serta berkepribadian
Islam yang utuh. Tidak akan terjadi pemisahan yang berarti antara ilmu agama
dan ilmu duniawi. Sebab dipahami bahwa semua ilmu adalah milik Allah dan kita
wajib mengamalkan sesuai dengan syariat Islam.
Beberapa paradigma dasar bagi sistem
pendidikan dalam kerangka Islam:
1. Islam
meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan
aqidah Islam. Pada aspek ini diharapkan terbentuk sumber daya manusia terdidik
dengan aqliyah Islamiyah (pola berfikir islami) dan nafsiyah
islamiyah (pola sikap yang islami).
2. Pendidikan
harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal saleh dan
ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang
menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan.
Perhatikan bagaimana Al-Qur’an mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan
shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh).
3. Pendidikan
ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik
yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan
meminimalisir aspek yang buruknya.
4. Keteladanan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Dengan
demikian sentral keteladanan yang harus diikuti adalah Rasulullah Saw. Dengan
demikian Rasulullah Saw. merupakan figur sentral keteladanan bagi manusia.
Al-Qur’an mengungkapkan bahwa “Sungguh pada diri Rasul itu terdapat uswah
(teladan) yang terbaik bagi orang-orang yang berharap bertemu dengan Allah dan
hari akhirat”.
Adapun
strategi dan arah perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita lihat pula dalam
kerangka berikut ini:
1. Tujuan utama
ilmu yang dikuasai manusia adalah dalam rangka untuk mengenal Allah Swt.
sebagai Al-Khaliq, menyaksikan kehadirannya dalam berbagai fenomena yang
diamati, dan mengagungkan Allah Swt., serta mensyukuri atas seluruh nikmat yang
telah diberikan-Nya.
2. Ilmu harus
dikembangkan dalam rangka menciptakan manusia yang hanya takut kepada Allah
Swt. semata sehingga setiap dimensi kebenaran dapat ditegakkan terhadap
siapapun juga tanpa pandang bulu.
3. Ilmu yang
dipelajari berusaha untuk menemukan keteraturan sistem, hubungan kausalitas,
dan tujuan alam semesta.
4. Ilmu
dikembangkan dalam rangka mengambil manfaat dalam rangka ibadah kepada Allah
Swt., sebab Allah telah menundukkan matahari, bulan, bintang, dan segala hal
yang terdapat di langit atau di bumi untuk kemaslahatan umat manusia.
5. Ilmu
dikembangkan dan teknologi yang diciptakan tidak ditujukan dalam rangka
menimbulkan kerusakan di muka bumi atau pada diri manusia itu sendiri.
Dengan
demikian, agama dan aspek pendidikan menjadi satu titik yang sangat penting,
terutama untuk menciptakan SDM (Human Resources) yang handal dan
sekaligus memiliki komitmen yang tinggi dengan nilai keagamaannya. Di samping
itu hal yang harus diperhatikan pembentukan SDM berkualitas imani bukan hanya
tanggung jawab pendidik semata, tetapi juga para pembuat keputusan politik,
ekonomi, dan hukum sangat menentukan. Perlu dicatat bahwa akar KKN terjadi
adalah akhlaq/perilaku manusianya yang teralienasi dengan ajaran agamanya.
Revolusi terhadap perilaku manusia merupakan basis dari gerakan pembaharuan
yang benar. Oleh sebab itu sangat diperlukan co-responsible for finding
solutions. Untuk melakukan revolusi tersebut maka musti diawali dengan
revolusi pemikiran (Taghyiir al Afkaar) dan pemahaman manusia terhadap
Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar