Tantangan
di Hadapan Khairuddin Barbarosa
Dalam menjalankan kekuasaan komando Khilafah
Utsmani di Aljazair, Khairuddin Barbarosa menghadapi situasi politik dan
militer yang tidak mudah. Dia berhadapan dengan tantangan-tantangan dari
beberapa sisi.
Pertama, Khairuddin berhadapan dengan front
Spanyol yang telah menguasai beberapa wilayah tertentu di Afrika Utara. Dia
sengaja memasukkan Inayah dan Waqalah di Timur Aljazair ke bawah kekuasaannya.
Tentara gabungan ini mampu merebut Benteng Baynun dari tangan Spanyol pada
tahun 1529 M. Pasukan Khairuddin menghujani benteng itu dengan peluru-peluru
meriam selama 20 hari, sehingga sisi-sisinya menjadi condong. Setelah itu
dilanjutkan dengan serbuan pasukan besar yang dibawa oleh 45 kapal perang dari
pantai. Kepala benteng Baynun dan para pembesarnya berhasil ditawan.
Keberhasilan Khairuddin menguasai Baynun pada
tahun 1529 M dianggap sebagai awal pembentukan perwakilan Aljazair. Sejak saat
itu pelabuhan Aljazair dikenal sebagai ibukota terbesar di Maghrib Tengah, bahkan
terbesar untuk semua wilayah di Afrika Utara yang berada di bawah kekuasaan
Utsmani. Sejak itulah dipergunakan terminologi Aljazair sebagai sebutan bagi
wilayah itu hingga akhir abad ke-18 M.
Kedua, Khairuddin berusaha menyatukan wilayah
Maghrib Tengah yang tidak pernah sepi dari konspirasi kaum Bani Ziyan, Hafashi,
dan sebagian kabilah-kabilah kecil. Namun Khairuddin mampu meluaskan wilayah
itu dengan menggunakan nama pemerintahan Utsmani. Di sini banyak negeri-negeri
kecil masuk di bawah kekuasaan Utsmani, berlindung di bawah kekuasaannya, serta
bisa bertahan dari kerakusan pasukan Salibis Spanyol yang kerap memaksa mereka
menjadi penganut Nasrani. Khairuddin mampu meluaskan pengaruh pemerintahan
Utsmani ke berbagai kota penting, seperti Qonstantine. (Al-Daulah
Al-Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftaraa 'Alaiha, (2/913).) Khairuddin
berhasil mengamankan wilayah yang masih "perawan" di Aljazair.
Sementara itu bala bantuan dari pemerintahan Sultan Sulaiman Qanuni (pengganti
Sultan Salim) terus berdatangan mengalir dan berhasil menyelamatkan ribuan kaum
muslimin dari kejahatan Nasrani Spanyol.
Tahun 936 H / 1529 M, Sulaiman Qanuni pernah
mengirimkan 36 kapal perang Utsmani dalam 7 kali ekspedisi ke pantai-pantai
Spanyol, untuk menggempur pasukan negara itu di Laut Tengah. Berkat rahmat
Allah, bantuan pemerintahan Utsmani, serta pendapatan pajak beragam dari
tawanan, rampasan perang, zakat, beacukai, jizyah, fai', serta bayaran yang
diberikan oleh para pemimpin dan pemimpin kabilah, dll. maka Aljazair kemudian
menjadi sebuah negeri dengan sendi ekonomi yang kokoh. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li
Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 331.)
Spanyol merasa terancam dengan keberhasilan
Khairuddin di Afrika Utara. Spanyol kala itu berada di bawah kepemimpinan
Charles V, Kaisar Romawi yang berkuasa di Spanyol, Belgia, Belanda, Austria,
dan Italia. Kekaisaran Romawi sendiri tengah sibuk mempertahankan wilayah
Nasrani Eropa dari serangan kekaisaran Utsmani. Bisa dikatakan, konflik antara
Charles V dan penguasa Aljazair, sebagai fakta terbukanya front perang baru
kontra pemerintahan Utsmani di wilayah Utara Afrika.
Charles tidak mencukupkan diri hanya dengan
menyerang pantai-pantai Aljazair, namun juga mengirimkan mata-mata ke Afrika
Utara pada tahun 940 H/ 1533 M. Mata-mata itu ialah perwira militer yang
bernama Osho Dusala yang berkeliling ke Tunisia. Di sana dia dapatkan
orang-orang Hafashi siap bekerjasama dengan Charles V. Osho terus
memperingatkan, bahwa kekuasaan Utsmani di Tunisia akan terus melebar dan
mereka akan dengan mudah menguasai Afrika, dan setelah itu mereka akan mengambil
kembali Andalusia. Hal terakhir itu merupakan kenyataan yang sangat ditakuti
oleh orang-orang Nasrani.
Pemerintahan Hafashi di Tunisia terus
mengalami kemerosotan. Sultan Hafashi Al-Hasan bin Muhammad melakukan banyak
kesalahan dalam mengurus Tunisia dan telah membunuh sejumlah saudaranya.
Tunisia tergoncang, sebagian rakyatnya menyatakan tidak loyal lagi kepada
Sultan Hafashi. Saudara Al-Hasan yang bernama Balamir Rasyid telah melarikan
diri karena khawatir akan dibunuh. Dia minta perlindungan kepada orang Arab di
pedusunan. Kemudian dia pergi menemui Khairuddin di Aljazair untuk meminta
perlindungan dan bantuan untuk melawan saudaranya. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li
Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 311.) Khairuddin memenuhi
permintaan itu, karena dia juga menaruh perhatian besar kepada Tunisia,
terutama karena adanya konflik internal yang telah mencabik-cabik kerajaan
Hafashi. Di samping itu, dalam pandangan Khairuddin, posisi Tunisia sangat
strategis karena berdekatan dengan Selat Sicilia, sehingga jika ia bisa
dikuasai, maka sangat mudah baginya untuk memutus jalur perhubungan antara
Selat Timur dan Barat. Khairuddin sendiri ingin menyatukan Tunisia di bawah
pemerintahan Utsmani, agar kelak bisa merebut kembali Andalusia. (Juhud
AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 315.)
Perjalanan
Khairuddin ke Istanbul
Setelah berhasil menaklukkan Belgrade, Sultan
Sulaiman Qanuni berkeinginan melanjutkan perjalanan bersama pasukannya untuk
menaklukkan Spanyol. Sultan sendiri berpandangan, sebelum dia datang ke Spanyol
harus ada seseorang yang bisa dipercaya yang tahu banyak tentang keadaan negeri
itu. Pilihan Sultan jatuh kepada Khairuddin, karena dia dianggap memiliki track
record bagus. Tingkat keberanian tinggi, tekad sangat kuat, berpengalaman dalam
perang melawan Spanyol, dan juga memiliki kemampuan menaklukkan negeri-negeri
Arab di Afrika Utara.
Sultan segera mengirimkan surat kepada
Khairuddin, memintanya datang menghadap. Dia memerintahkan agar urusan-urusan
kenegaraan di Aljazair diserahkan kepada seseorang yang bisa dipercaya. Jika
tidak ada orang seperti itu, maka Sultan akan mengirimkan orang yang pantas.
Untuk membawa surat perintah ini, Sultan mengirim Sinan Jawusyi. Setelah sampai
di Aljazair, dia segera menyerahkan surat itu kepada Khairuddin.
Khairuddin menerima surat dari Sultan dengan
hormat, menciumnya, dan meletakkan di atas kepalanya. Tatkala membaca dan
mengetahui isinya, dia segera melakukan pertemuan besar dengan mengumpulkan
para ulama, masyayikh, dan tokoh negeri. Kemudian dia membacakan isi surat yang
dikirimkan oleh Sultan itu. Dia memberitahukan semua yang hadir, bahwa dirinya
sangat berat untuk menolak perintah Sultan.
Ternyata, rencana Sultan Sulaiman itu
terdengar oleh Andrea Durea, komandan armada Nasrani di Laut Tengah. Dia
mendengar kemauan Sultan untuk menaklukkan Spanyol dan keputusannya untuk
memanggil Khairuddin ke Istanbul. Saat itu Andrea Durea berniat menghambat
kedatangan Khairuddin untuk menghadap Sultan. (Sirat Khairuddin Basya. Abdul
Qadir Umar, q. 48 a dan 48.) Dia segera menyebarkan berita di antara tawanan
Nasrani di Aljazair, bahwa pemerintahan Spanyol “berencana” melakukan penyerangan
ke Aljazair dan mereka akan membebaskan para tawanan itu. Berita ini disambut
gembira tawanan perang Spanyol dan segera melakukan pemberontakan. Khairuddin
sendiri memandang, akan lebih baik jika para tawanan itu dibunuh agar
pemerintahnya aman dari segala tipu-daya mereka. Dia berusaha menguatkan sistem
pemerintahan, menambah jumlah benteng, dan menampakkan ketaatan penuh kepada
Sultan. (Haqaiq AI-Akhbar 'An Daulah AI-Bihar, Ismail Sarahnak, 1/361.)
Khairuddin terus merencanakan perjalanan ke
Istanbul pada tahun 1540 H/ 1533 M. Dia menunjuk Hasan Agha At-Thusyi untuk
menggantikan kedudukannya selama pergi. Hasan Agha dikenal sebagai sosok
laki-laki yang cerdas, saleh, dan berpengetahuan Iuas. (Futuhat Khairuddin, Muhammad
Amien, q. 270 a dan 270.)
Khairuddin melakukan perjalanan laut melalui
Laut Tengah. Dia membawa serta 40 kapal perang. Dalam perjalanan, dia berhasil
mengalahkan pasukan Habsburg di sebuah tempat dekat Mora. (Juhud Al-Utsmaniyyin
Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. NabiI Abdul Hayy, hlm. 316.) Khairuddin melanjutkan
perjalanan ke Kota Biruwazen. Penduduk kota itu sangat gembira menyambut kedatangannya,
karena sebelumnya mereka dilanda ketakutan hebat terhadap serangan pasukan
Andrea Durea. Setelah mendengar kedatangan Khairuddin, Andrea segera menjauh
dari kota itu. Khairuddin melanjutkan perjalanannya dan berlabuh di dekat
benteng Urein “Ana Waraneh". Di tempat ini dia berpapasan dengan armada
laut pasukan Sultan Utsmani. Mereka sangat gembira atas pertemuan itu. Kemudian
mereka bersama-sama bergerak sampai ke Qurun. Khairuddin lalu menulis surat
kepada Sultan dan memberitahukan kedatangannya dan minta izin untuk bisa datang
menghadap. Sultan segera membalas suratnya dan mempersilahkan dia untuk segera
datang menemuinya. (Juhud Al-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. NabiI Abdul
Hayy, hlm. 316.)
Khairuddin segera berangkat dari Qurun dan
tak berapa lama tiba di Istanbul. Kedatangannya disambut gembira, ditandai dentuman
bunyi meriam, sebagaimana tradisi formal di masa itu. Khairuddin pun menghadap
Sultan. Dia dan para pengiring utamanya mendapatkan pelayanan yang istimewa dan
diinapkan di sebuah Istana. Dia diberi kebebasan untuk melihat tempat-tempat
produksi. (Juhud Al-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. NabiI Abdul Hayy,
hlm. 316.) Kemudian dia diberi gelar Qabudan Pasya, menteri kelautan, sehingga
dia memiliki wewenang penuh untuk melakukan banyak hal.
Perdana Menteri (wakil khalifah) saat itu
sedang berada di Aleppo. Dia mendengar kedatangan Khairuddin menemui Sultan.
Kisah tentang perang dan serangannya terhadap orang-orang Nasrani telah sampai
ke telinganya. Kabar itu membuatnya rindu untuk bertemu Khairuddin. Maka dia
pun menulis surat kepada Sultan. Dia meminta Sultan, agar Khairuddin bisa
datang menemuinya di Aleppo. Sultan memberitahukan keinginan Perdana Menteri
(wakil khalifah), dan Khairuddin menyanggupinya. Maka Khairuddin pun segera
berangkat menuju Aleppo. Kedatangan Khairuddin disambut dengan penyambutan
meriah dan dia diinapkan di salah satu istana megah. Pada hari kedua datanglah
utusan Sultan sambil membawa pakaian kebesaran. Sultan memerintahkan agar pakaian
itu dipakaikan kepada Khairuddin. Itu berarti, sejak saat itu dia secara resmi
menjadi salah seorang menteri Sultan. Saat dilangsungkan acara pemakaian
pakaian kebesaran, diselenggarakan acara besar yang dihadiri banyak tokoh dan
kalangan terpandang. Khairuddin mendapat penghargaan dan penghormatan tinggi
berkat pengabdiannya kepada Islam dan kaum muslimin, khususnya di kawasan Laut
Tengah.
Setelah itu Khairuddin kembali ke Istanbul.
Setibanya di sana, kembali dia mendapat penghormatan dari Sultan Sulaiman.
Kemudian agenda dilanjutkan dengan melihat-lihat rumah industri sebagaimana
yang diperintahkan Sultan. (Juhud Al-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr.
NabiI Abdul Hayy, hlm. 317.)
Tatkala persiapan armada Utsmani baru
selesai, maka Khairuddin Barbarosa keluar dari Dardanelles dengan armada yang
kuat menuju pantai-pantai Italia Selatan. Di sana dia berhasil menawan sejumlah
besar pasukan Italia dan sekaligus mengepung kota dan pelabuhan-pelabuhan yang
ada. Setelah itu, dia berangkat menuju Sicilia dan berhasil mengambil alih
Kurun dan Lepanto. (Libya Baina Al-Madhiwa AI-Hadhir, Hasan Sulaiman Mahmud,
hlm. 166.) Sultan Sulaiman Qanuni telah bermusyawah dengan Khairuddin tentang
pentingnya posisi Tunisia dan keharusan memasukkannya ke wilayah pemerintahan
Utsmani, dalam rangka mengambalikan Andalusia ke tangan kaum muslimin. Tunisia
dari sisi geografis berada tepat di tengah pantai Utara Afrika, dan terletak di
antara Aljazair dan Tripoli. Tunisia juga sangat dekat dengan Italia yang
merupakan salah satu sayap Kekaisaran Romawi (sayap satunya lagi ialah
Spanyol). Tunisia juga bertetangga dengan Kepulauan Malta, tempat markas
tentara Kardinal Johannes yang merupakan sekutu utama Kaisar Charles V.
Kelompok ini paling membenci dan memusuhi umat Islam. Ditambah lagi, banyak hal
yang bisa diperoleh dari pelabuhan Tunisia. jika ia bisa dikuasai, itu berarti
bisa mengontrol lalu-lintas transportasi laut di Laut Tengah. Singkat kata,
dari sisi geopolitik, posisi Tunisia sangat strategis. (AI-Daulah
Al-Utsmaniyyah Daulah Islamiyyah Muftaraa ’Alaiha, 2/915-916.)
Bagi Khairuddin, tujuan menguasai Tunisia
sangat strategis. Dia menginginkan, semua kepentingan Spanyol di Afrika Utara
dibersihkan. Itulah cara terbaik untuk mengembalikan Andalusia ke tangan kaum
muslimin. Khairuddin sendiri sebelum dipanggil oleh Sultan Sulaiman Qanuni ke
Istanbul pada tahun 940 H / 1533 M, pernah mengirimkan surat khusus kepada
Sultan. Sebagian isi surat itu adalah sebagai berikut:
“Sesungguhnya maksud dan tujuan saya, jika
diberi kesempatan bergabung bersama armada Utsmani, ialah mengusir orang-orang
Spanyol, agar kerajaan Qurthubah (sering disebut Cordoba) bisa direbut kembali
dan ditundukkan di bawah kesultananmu. Saya sama sekali tidak bermaksud menjadi
penghambat rencana Tuan untuk memberangkatkan pasukan ke wilayah Timur. Sama
sekali tidak! Sebab rencana (merebut Cordoba) ini tidak harus mengerahkan semua
kekuatan yang Tuan miliki saat ini. Apalagi perang yang Tuan jalani di Asia dan
Afrika, umumnya lebih banyak menggantungkan kepada kekuatan darat. Sedangkan
perang di bagian ketiga dari alam ini, yang saya butuhkan adalah armada laut
Tuan, dan bagi saya semua itu sudah sangat cukup. Negeri-negeri itu harus
tunduk di bawah kekuasaan tuan.....” (Fath AI-Utsmani 'Adn, Muhammad Abdul
Lathif Al-Bahrawi, hlm. 127.)
Akhirnya, Khairuddin dipercaya untuk memimpin
armada laut Utsmani. Armada ini berlayar sampai di pesisir-pesisir Tunisia.
Kemudian mereka naik ke Kota Inayah dengan berbekal logistik secukupnya. Lalu
menuju ke Binzarat, kemudian ke Halqul Waad, di mana dia dengan mudah bisa
mengusai wilayah itu. (Harb Tsalatsa Mi’ah Sanah, hlm. 230.) Khairuddin sendiri
disambut dengan hormat oleh para khatib dan ulama. Kemudian armada meneruskan
perjalanan ke Tunisia. Mendengar kedatangan Khairuddin, Sultan Hafashi,
Al-Hasan bin Muhammad, melarikan diri ke Spanyol. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li
Istirdad Al-Andalus, hlm. 319.)
Selanjutnya Khairuddin menobatkan Ar-Rasyid,
saudara Al-Hasan bin Muhammad, untuk menjadi penguasa Tunisia, lalu dia
mengumumkan bahwa Tunisia kini menjadi bagian dari pemerintahan Utsmani. Saat
itu kekuasaan Utsmani telah melebar ke Laut Tengah sebelah barat. (Fath
AI-Utsmani 'Adn, Muhammad Abdul Lathif Al-Bahrawi, hlm. 127.)
Sumber
bacaan: Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad
Ash-Shalabi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar