MUJAHID
HASAN KHAIRUDDIN BARBAROSA
SEJAK kedatangannya ke Aljazair, Hasan bin
Khairuddin langsung melakukan persiapan jihad untuk menghadapi pasukan Nasrani.
Dia segera membangun benteng yang memagari Kota Aljazair. Pembangunan benteng
dilakukan pada wilayah-wilayah yang sering lemah ketika mendapat serangan dari
Charles V. Pada saat yang sama, dia menertibkan administrasi pemerintahan dan
melakukan konsolidasi pasukan. Setelah itu dia memusatkan perhatian untuk
menyelesaikan masalah Tilmisan. Dia memandang, keberadaan Zayyaniyah dan
orang-orang Spanyol di Wahran bisa menjadi penghambat dalam menyelesaikan
masalah Tilmisan. (Tarikh AI-jazair AI-Hadits, Muhammad Iqbal Paris, hlm. 38,
39.)
Abu Zayyan Ahmad II penguasa Tilmisan,
menjadi penguasa atas dukungan pemerintahan Utsmani. Namun tidak berselang lama
setelah berkuasa, dia tunduk kepada konspirasi eksternal dan ikut hanyut
menjadi pendukung musuh ketika dia berusaha menjalin koalisi dengan Spanyol.
Tak ayal, pengkhianatan itu membuat Abu Zayyan dibenci seluruh keluarga dan
kerabatnya. Mereka sepakat untuk mencopot Abu Zayyan dari tampuk kekuasaan.
Setelah itu, mereka membaiat seorang saudara Ahmad II yang bernama Al-Hasan.
Mendapatkan perilaku tak mengenakkan, Abu
Zayyan pergi ke Wahran untuk meminta bantuan Spanyol. Dia mengucapkan janji,
menyatakan kesiapan, dan memberikan loyalitas kepada Spanyol. Penguasa Spanyol
di Wahran menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Mereka segera
mempersiapkan pasukan. Di dalamnya tergabung pasukan yang tunduk kepada Spanyol
seperti Bani 'Amir, Fulaitah, dan Banu Rasyid. Mereka dipimpin seorang komandan
yang bernama Al-Manshur bin Bughanam. Mereka bergerak menuju Tilmisan untuk
menyingkirkan Al-Hasan dan mengembalikan Abu Zayyan ke kursi kekuasaan. Setelah
Hasan bin Khairuddin mengetahui geliat kekuatan Spanyol, dia bertindak cepat.
Dia segera bergerak memimpin pasukan ke Tilmisan untuk mencegah datangnya
orang-orang itu ke sasaran mereka. Hasan Khairuddin mampu melakukan tugas itu
dengan baik. Dia memberikan bantuan kepada Raja Al-Hasan di Tilmisan. (AI-Jazair
Wal HamIaat AI-Shalibiyyah, hlm. 21-22.)
Raja Hasan adalah Raja Tilmisan yang mengakui
kekuasaan pemerintahan Utsmani. Sedangkan Hasan bin Khairuddin Pasya
meninggalkan pasukan Utsmani di bawah pimpinan Muhammad di benteng Misywar di
Tilmisan. Hanya saja pengaruh pemerintahan Utsmani selalu digoyang dari luar
Tilmisan, karena adanya tekanan dari beberapa kabilah yang berbatasan dengan
Tilmisan yang dipimpin oleh Al-Mizwar bin Ghanam yang ingin memberikan bantuan
kepada suami anaknya, pangeran Ahmad Il, sekutu Spanyol. (Juhud AI-Utsmaniyyin
Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 329.)
Pemerintahan Utsmani membantu Sultan Syarif
Al-Sa'di dengan mengirimkan 20.000 tentara. Pasukan itu dipersiapkan untuk
membantunya dan sekaligus mendorong untuk membuat kapal-kapal perang dalam
usaha mengalahkan Spanyol. Al Sa'di setuju atas usulan itu dan dia menjamin
semua ongkos dan kebutuhan mereka. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus,
Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 330.)
Sa'di berhasil mengakhiri pemerintahan
Waththasi. Ini membuat Spanyol ketar-ketir akan adanya serangan dari pasukan
gabungan Utsmani dan Al Sa'di. Maka mereka pun melakukan penertiban di Malilah,
dan melakukan pengecekan keamanan di Jabal Thariq (Gibraltar) dan Qadisy dan
tempat-tempat lain sebagai tindakan usaha untuk jaga-jaga.
Awalnya orang-orang Sa'di tampak sebagai
manusia-manusia yang berhasil membebaskan Maghrib dari cengkraman kekuatan
Nasrani. Oleh sebab itulah, pemerintahannya mendapatkan dukungan dari kaum
muslimin. Dalam pandangan masyarakat, apa yang dilakukan Sa'di dianggap sebagai
jihad. Pemerintahan Utsmani juga memberikan bantuan tidak kecil untuk
merealisasikan tujuan mereka. Setelah itu ditawarkan pada mereka untuk merebut
kembali Andalusia. Namun sayang, setelah negeri Maghrib berada di dalam
kekuasaanya dan pemerintahan Waththasi berakhir, Sa'di memalingkan pandangan ke
Tilmisan dan mengirimkan pasukan dalam jumlah besar untuk mengakhiri
pemerintahan Utsmani di sana. Tatkala pemerintahan Utsmani merasakan gelagat tak
sehat, keserakahan dan pengkhianatan Sa'di terhadap cita-cita Islam, maka
mereka segera mengirimkan pasukan untuk mengusir pasukan Sa'di ke negeri
asalnya. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy,hlm.334.)
Kaum mujahidin di Afrika Utara terus
berpatroli di semua wilayah Barat Laut Tengah. Mereka terus melakukan operasi
laut yang membuat para pedagang dan kapal-kapal yang berlayar antar
Spanyol-Italia amat terancam. Pasukan mujahidin mampu menguasai sebagian wilayah
Laut Tengah dari para pemiliknya yang membentang antara Sardiniya sampai tepian
pantai Afrika. Tidak ada kesempatan bagi Charles V untuk mempertahankan
jalur-jalur laut dalam melawan Istanbul yang sejak lama melakukan pengepungan,
sebagaimana ia juga tidak mampu memberikan maslahat langsung terhadap Spanyol.
(Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm.356)
Akhir
Kehidupan Hasan Khairuddin Barbarosa
Khairuddin terus melakukan tugasnya dalam
memimpin armada pasukan Utsmani dan berhasil menorehkan kemenangan-kemenangan
spektakuler, yang mampu menggoncangkan benua Eropa secara keseluruhan.
Khairuddin menjadikan kota Marseille sebagai pos komando dan basis armadanya.
Di Marseille ini, Khairuddin dan pasukannya menjual hasil rampasan perang yang
mereka bawa dari Spanyol, sebagaimana ia juga menjual para budak laki-laki dan
perempuan di tempat itu. Orang-orang Perancis membeli mereka dan mendapatkan
keuntungan banyak. Setelah itu, mereka juga menjualnya kepada orang-orang
Yahudi Livorno di italia. Dan sesuai peranannya, selanjutnya mereka mengembalikan
para budak tawanan itu ke Charles V dan mendapatkan keuntungan yang
terbayangkan.
Khairuddin membawa pasukannya untuk
menggempur Nice dan mengusir pimpinannya Duke Savo, serta mengembalikan wilayah
itu kepada pemerintahan Perancis. Setelah itu Khairuddin dan armadanya tinggal
di kota Touloun, yang ia jadikan sebagai basis kekuatan armada laut gabungan
setelah ditinggalkan oleh sebagian besar penduduknya atas perintah Raja
Perancis dan membiarkan kota itu berada di tangan kaum muslimin. Maka mulailah
provokasi menggema di seantero benua Eropa untuk melawan kaum muslimin. Seruan
untuk melawan kaum muslimin ini dikomandani Spanyol dan orang-orang Nasrani
ekstrem. Mereka melakukan semua propaganda tersebut di luar batas kewajaran.
Khairuddin tinggal di kota Touloun hingga tahun 1544 M.
Charles V saat itu sedang melakukan serbuan
ke wilayah Timur Laut Perancis dan dia mengalami kekalahan di dekat tembok
Syatutery. (Khairuddin Barbarosa, Al-'Asali, hlm. 166.) Dia pun terpaksa harus
melarikan diri ke Jerman, di mana di sana sedang terjadi pemberontakan antara
orang-orang Protestan melawan Katholik secara umum, dan melawan dirinya secara
khusus. Pemberontakan ini berpengaruh luas. Melihat pamornya melorot tajam
akibat kekalahan di depan pasukan Aljazair, Charles terpaksa melakukan
kesepakatan kembali dengan Raja Perancis pada bulan September tahun 1544 M di
kota Crasbe de Palo.
Dampak kesepakatan ini, Hasan Khairuddin dan
pasukannya segera meninggalkan kota Touloun dan kembali ke ibukota Istanbul.
Karena peperangan antara orang-orang Spanyol dengan kaum muslimin terus
berkobar, maka dalam perjalanan pulang pun Khairuddin terus memimpin pasukan di
medan perang. Dia berhenti di depan Kota Genoa. Kedatangannya membuat
pembesar-pembesar di kota itu gentar. Hingga mereka segera mengirimkan beberapa
utusan dengan membawa sejumlah hadiah yang sangat bernilai, sebagai bentuk
timbal balik sekaligus permohonan, agar pasukan Khairuddin tidak menyerang kota
itu. Khairuddin melanjutkan perjalanan hingga sampai ke Pulau Elbe yang saat
itu berada di bawah kekuasaan Spanyol -yang di kemudian hari menjadi tempat
pembuangan Napoleon Bonaparte. Khairuddin menduduki kota Elbe dan berhasil
mengambil rampasan perang. Selain itu Khairuddin juga berhasil menduduki
beberapa kota pesisir, di antaranya adalah Kota Lebrija. Setelah itu dia
kembali ke ibukota dengan kapal yang dipenuhi dengan rampasan perang. Dia
diterima di ibukota laksana penerimaan seorang ibu terhadap anaknya yang baik
dan berbakti.
Hasan Khairuddin tak lama hidup setelah itu.
Dia segera kembali ke haribaan Rabb-nya. Sebelumnya sang teman dalam berjihad,
Hasan Pasya Ath-Thusi telah lebih dahulu menghadap Rabb-nya pada tahun 1544 M.
Dengan meninggalnya Khairuddin, tenggelamlah sang bintang di langit kaum
muslimin yang sebelumnya bersinar begitu terang di daratan maupun lautan.
Sejarah gemilang kemudian tak dihiasi lagi dengan lembaran-lembaran jihad di
jalan Allah. Kini ia menunggu satu hentakan baru.
Khairuddin telah memimpin perang keimanan dan
telah berhasil menorehkan berbagai kemenangan besar. Dia dikenal sebagai sosok
yang ikhlas dan tidak pernah membanggakan diri. Dirinya selalu siap berkorban,
jujur, dan sangat pemberani dalam berbagai bidang. Sejarah mencatat bagi kita
bagaimana dia menjawab surat yang ditulis oleh Charles Quint yang berbunyi:
"Hendaknya kamu jangan lupa bahwa orang-orang Spanyol tidak akan pernah
melakukan pengkhianatan dalam perang, dan mereka telah membunuh dua saudaranya,
'Uruj dan Ilyas. Maka jika dia memaksakan diri datang dengan membawa kepalanya,
maka ketahuilah bahwa nasibnya akan sama dengan nasib kedua saudaranya."
Khairuddin menjawab: "Kau akan lihat
besok, dan ketahuilah esok hari itu tidaklah lama. Kau akan lihat mayat-mayat
tentara-tentaramu beterbangan dan kapal-kapalmu akan tenggelam. Sedangkan
komandan-komandan perangmu akan kembali padamu dengan muka pucat pasi setelah
menerima getirnya kekalahan." Tatkala Charles V mengepung Aljazair setelah
kematian saudaranya 'Uruj Barbarosa, maka Khairuddin dengan penuh semangat dan
tekad keluar menemui pasukannya sambil membacakan firman Allah,
]يا
أيُّها
الّذينَ
آمَنوا إنْ
تَنْصُروا اللهَ
يَنْصُرْكُمْ
وَيُثَبِّتْ
أقْدامَكُمْ[
"Jika kamu menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. ” (Muhammad: 7)
Dia pun berangkat ke medan laga bersama
pasukannya sambil terus mengobarkan semangat jihad. Ungkapannya yang terkenal:
"Sesungguhnya kaum muslimin di Barat maupun di Timur semuanya mendoakan,
semoga kalian mendapatkan taufik. Sebab kemenangan kalian dan penghancuran
kalian atas pasukan Salibis akan mengangkat nama kaum muslimin dan nama Islam.”
(Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil Abdul Hayy, hlm. 170-1.)
Semua yang mendengar apa yang diucapkan oleh Khairuddin segera meneriakkan
takbir, Allahu Akbar. Secepat kilat mereka menyerbu pasukan Spanyol dan
berhasil menghancurkan mereka. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr.
Nabil Abdul Hayy, hlm. 171.)
Sesungguhnya gambaran ini tidak jauh berbeda,
dalam bentuk maupun substansinya, di setiap perjuangan para pemimpin mujahidin
di jalan Allah dan orang-orang yang keluar dari negeri mereka dengan membawa
risalah Islam ke seluruh pelosok negeri. Namun kondisi umum saat itu tidak sama
dengan kondisi yang terjadi pada saat terjadinya penaklukkan. Saat itu
kelemahan telah mulai menjalar di dalam hati kaum muslimin dan pemerintahannya.
Sebelumnya mereka berada di bawah satu komando yang tidak memungkinkan bagi
musuh internal untuk menampakkan diri atau melakukan usaha-usaha konspirasi
untuk mempengaruhi kebijakan umum. Namun kini kondisinya jauh berbeda. Banyak
di antara yang memegang posisi-posisi strategis memberikan peluang bagi mereka
untuk melakukan kebijakan yang banyak membawa marabahaya bagi warga negaranya
dan saudara seiman.
Sangat tidak mungkin kesuksesan bisa dicapai
dalam kondisi seperti ini, jika tidak ada seorang pemimpin yang memiliki
kapasitas mampu mengendalikan strategi perang dalam setiap fase sulit yang
dilaluinya. Saat itu memang sudah tersedia tiga faktor pendukung yang bisa
mengantarkan kepada kemenangan, yaitu: (1) Warga negara yang memiliki mental
mujahid di jalan Allah; (2) Penerapan taktik perang yang cerdas dan sesuai
dengan Islam; dan (3) adanya pemimpin yang memiliki kemampuan memadai.
Oleh sebab itulah, penduduk Aljazair mampu
memenangkan setiap peperangan, dan dengan itu pula Hasan Khairuddin meraih
kemenangan. Maka kisah penduduk Aljazair dan Khairuddin yang saat itu berada di
bawah kekuasaan pemerintahan Utsmani, ditulis namanya dalam lembaran sejarah
yang gemilang. Hasan Khairuddin tidak mungkin memetik kemenangan andaikata
tidak mendapat dukungan dari rakyat Aljzair yang bermental mujahid. Demikian
pula rakyat Aljazair tidak akan sampai kepada tujuan mereka, andaikata di sana
tidak ada komandan yang mumpuni dalam memimpin perang. Khairuddin telah
berusaha keras untuk menjadikan Aljazair diperhitungkan dalam sejarah.
Khairuddin kembali menghadap Rabbnya dengan
rela dan diridhai. Namanya akan terus dikenang. Kaum muslimin akan selalu
mengenang lembaran-lembaran emas kisah heroiknya dalam pembelaan Ummat. Hal itu
lahir dari akidah yang tulus, prinsip-prinsip jihad yang murni, serta nilai-nilai
syariat di jalan Allah. (Juhud AI-Utsmaniyyin Li Inqadzi AI-Andalus, Dr. Nabil
Abdul Hayy, hlm.172.)
Referensi:
Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
-----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar