SULTAN SULAIMAN QANUNI (927-974 H/1520-1566
M)
SULTAN SULAIMAN QANUNI dilahirkan di kota
Trabzun. Saat dilahirkan, ayahnya menjadi gubernur di Trabzun. Ayah Sulaiman
sangat peduli dengan masa depan anaknya. Sejak kecil ia tumbuh dalam suasana
keilmuan, minat sastra, dekat dengan para ulama, sastrawan, dan fuqaha'. Sejak
masa muda, Sulaiman Al Qanuni dikenal sebagai sosok anak muda yang serius dan
tenang menghadapi masalah. Dia naik ke singgasana kekuasaan ketika baru berusia
26 tahun. Sulaiman termasuk sosok yang hati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam setiap
tindakan. Jika keputusan sudah diambil, dia tidak mundur walau selangkah. (As-Salathin
AI-‘Utsmaniyun, hlm.51.)
Sejak menjadi Sultan, Sulaiman Qanuni
menyadari arti tanggung-jawab mempertahankan tempat-tempat suci kaum muslimin.
Dia sadar sepenuhnya bahwa semua itu merupakan amanah bagi pemerintahan
Utsmani.
Dalam masalah India, Sultan mengirim surat ke
Sulaiman Baik yang berbunyi sebagau berikut: “Wahai Sulaiman Baik, gubernur
Mesir. Wajib bagimu setelah menerima instruksi dari kami menyiapkan bekal
perjalanan dan semua yang dibutuhkan.
Kamu harus mempersiapkan pasukan menuju Suez
untuk berjihad di jalan Allah. Pada saat armada perangmu telah siap dan
dibekali semua perlengkapan dan logistik, dan terkumpul sejumlah tentara yang
cukup, maka wajib bagimu berlayar menuju India untuk mengusai dan menjaga
wilayah-wilayah itu. Sesungguhnya jika engkau berhasil memutus jalur
perdagangan Portugis dan mengontrol jalan-jalan yang menuju ke Makkah Al
Mukarramah, maka berarti engkau telah berhasil mengusir semua pekerjaan jahat
orang-orang Portugis dan menurunkan panji-panji mereka dari lautan."
Sulaiman Baik, gubernur Mesir, berhasil
melaksanakan titah Sultan Utsmani dengan baik. Pasukannya tiba di Jeddah
setelah menempuh 7 hari perjalanan. Setelah itu pasukannya diarahkan ke Kamran,
lalu menguasai 'Adn. Di tempat itu dia mengangkat seorang jenderal yang
didukung 600 pasukan untuk memegang kepemimpinan di tempat itu. Setelah itu dia
melanjutkan perjalanan menuju India. Tatkala tiba di Dayu, dia tidak mampu
menguasai wilayah itu. Kemudian dia menarik diri setelah kehilangan sekitar
empat ratus pasukan. Dia berusaha lagi menguasai benteng-benteng bagian depan,
sampai salah satu benteng berhasil dikuasai dan menawan sebanyak 80 tentara
Portugis. Andaikata tidak ada pasukan bantuan terhadap orang-orang Portugis,
pasti semua benteng itu akan menyerah, orang-orang Portugis akan mampu diusir
dari India dan benteng Dayu akan takluk di bawah pemerintahan Utsmani. (Shira’ul
Muslimin Ma’al Burtoghaliyin fil Bahr AI-Ahmar, Ghassan Ar-Rimal, hlm. 226.)
Sultan Sulaiman Qanuni menghadapi masa-masa
yang penuh tanggungjawab. Berbagai tantangan menghadang di hadapannya.
Menghadapi
Empat Pembangkang
Di awal-awal pemerintahan, Sultan Sulaiman
Qanuni sudah menghadapi cobaan berat. Dia harus berhadapan dengan empat gerakan
pembangkangan sekaligus. Pembangkangan itu dilakukan oleh Janbarad, Ahmad Syah,
Baba Dzunnun, dan Qalandar Jalabi. Para pemberontak mengira, kekuatan Utsmani
semakin lemah, sehingga mereka berani memerdekakan diri, menyatakan sebagai
wilayah independen.
Pembangkangan pertama dilakukan oleh gubernur
Syam, Janbarad Al Ghazali. Dia menyatakan membangkang kepada Sultan dan
terang-terangan ingin menguasai Aleppo. Tanpa menunggu waktu lebih lama, Sultan
Utsmani Segera memerintahkan agar gerakan separatis itu ditumpas.
Alhamdulillah, dalam waktu sekejap pemberontakan itu berhasil dipadamkan.
Janbarad terbunuh, kepalanya dipenggal, lalu dikirimkan ke Istanbul sebagai
bukti, bahwa pemberontakan di tempat tersebut telah berakhir.
Pembangkangan kedua dilakukan oleh seorang
pengkhianat di Mesir yang bernama Ahmad Syah. Persitiwa ini terjadi pada tahun
930 H/ 1524 M. Tokoh satu ini dikenal sangat tamak kekuasaan dan berambisi
memegang tampuk pimpinan. Pada mulanya, dia meminta bantuan Sultan Utsmani
untuk menduduki posisi gubernur di Mesir. Maka Sultan pun menobatkan dia
sebagai gubernur di Mesir. Tetapi setelah menguasai Mesir, dia berusaha
menggalang kekuatan untuk menjadi Sultan yang independen seperti penguasa Mamalik
di masa sebelumnya. Waktu itu para ahli Syariah dan pasukan khusus Utsmani
bergerak cepat untuk mencegah naiknya Ahmad Syah sebagai Sultan di Mesir.
Mereka berhasil membunuh tokoh itu. Dalam buku-buku sejarah, dia tercatat
sebagai pengkhianat.
Pembangkangan ketiga datang dari tokoh Syiah
Rafidhah, yaitu Baba Dzunnun pada tahun 932 H, di wilayah Yuzaghad. Baba
mengumpulkan sekitar 3000-4000 pemberontak dan mewajibkan pajak atas wilayah
yang dikuasainya. Gerakan ini semakin menguat sehingga berhasil mengalahkan
beberapa komandan pasukan Utsmani yang ditugaskan untuk memadamkan
pemberontakan itu. Namun pemberontakan Syiah ini juga berhasil ditumpas. Baba
sendiri terbunuhnya, kepalanya dipenggal, lalu dikirim ke Istanbul sebagai
bukti.
Adapun pembangkangan keempat juga datang dari
kalangan Syiah Rafidhah, dipimpin oleh Qalandar Jalabi di dua wilayah, yakni
Qauniyyah dan Mar'asy. Jumlah pengikut Qalandar berkisar 30.000 orang Syiah.
Mereka melakukan kejahatan dengan membunuh orang-orang Sunni yang berada di dua
wilayah tersebut. Sebagian ahli sejarah mencatat, Qalandar Jalabi memiliki
akidah sesat. Katanya, siapapun yang berhasil membunuh seorang Sunni atau
memperkosa wanita muslimah Sunni, maka dia telah mencapai pahala paling besar.
(Semoga Allah Ta'ala melaknati Qalandar Jalabi dan orang-orang yang setuju
dengan pemikiran sesatnya itu. Allahumma aamiin).
Untuk menghadapi pemberontakan ini, Sultan
Sulaiman mengirimkan Bahram Pasya. Namun sayang, Bahram Pasya berhasil dibunuh
oleh pemberontak. Saat itu Sultan mengubah strategi. Dia memerintahkan
pasukannya untuk "menggembosi" kekuatan Qalandar. Caranya, dengan
mempengaruhi para pengikut Qalandar agar tidak berpihak kepadanya. Sebab, tidak
semua pengikut Qalandar adalah orang-orang Syiah. Banyak juga yang Sunni, tapi
mereka berhasil dibohongi oleh Qalandar. Hal demikian menyulitkan posisi
pasukan Utsmani. Kalau mereka ditumpas habis, maka akan banyak muslim Sunni
yang terbunuh juga. Maka cara yang ditempuh, ialah membujuk para pendukung Qalandar
agar menyingkir.
Tampaknya strategi penggembosan itu cukup
efektif. Banyak pengikut Qalandar akhirnya berpihak ke pemerintahan Utsmani.
Akhirnya, kekuatan Qalandar berhasil dihancurkan. Qalandar sendiri terbunuh.
Dengan demikian, maka gerakan para pembangkang itu berhasil ditumpas.
Alhamdulillahi Rabbil 'alamiin. Setelah masalah dalam negeri selesai, maka
Sultan segera mengatur siasat bagaimana melancarkan jihad ke benua Eropa. (AI-Utsmaniyyun
fi Tarikh Wal Hadharah, hlm. 91.)
Sumber bacaan: Bangkit Dan Runtuhnya
Khilafah Utsmaniyah, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar