Kewajiban Jihad Ofensif
Hizbut Tahrir Amerika menyelenggarakan Konferensi Khilafah yang berjudul ‘Muhammad Saw., rahmat bagi Manusia, Penyampai Pesan, Pemimpin & Negarawan ‘pada hari Ahad 9 Juni 2013 |
Bantahan atas Dalil-dalil Samar
yang Menyangkal Kewajiban Jihad Ofensif (Jihad ath-Thalab)
Orang-orang yang mengatakan Islam adalah diin perdamaian
seringkali menyangkal adanya kewajiban jihad ofensif, yaitu memulai peperangan
melawan kaum kafir. Mereka membenarkan perang defensif, tetapi menolak perang
ofensif (qital ath-thalab) yakni memulai serangan. Sejumlah kalangan di
antara mereka mempunyai keyakinan bahwa tidak perlu melakukan perang ofensif,
karena kaum Muslimin masih dapat mengatasi berbagai rintangan fisik, dan
mengemban dakwah kepada kaum kafir tanpa harus berbenturan dengan rintangan
tersebut, baik dakwah melalui internet, media massa, buku, selebaran, membangun
masjid dan pusat kegiatan Islam di jantung kota negara-negara kafir, serta
menjalin kontak individu agar mereka mau masuk diin Allah. Mereka beranggapan
bahwa cara-cara di atas dapat menggantikan fungsi perang ofensif.
Namun demikian, pandangan itu bertentangan dengan nash-nash
dalam Al Qur'an, as-Sunnah, dan ijma sahabat, yang memerintahkan kita memulai
peperangan dengan mereka, sekalipun mereka tidak menyerang kaum Muslimin lebih
dahulu, atau tidak mau masuk Islam dan tidak membayar jizyah, atau tidak mau
tunduk kepada hukum Islam. Nash-nash ini tidak mengandung 'illat bahwa
jihad hanya diwajibkan bila situasinya tidak memungkinkan dakwah secara verbal.
Dalam Al Qur'an Allah SWT berfirman,
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah, dan tidak pula kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa
yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan tidak beragama dengan agama yang
benar, yaitu orang-orang yang diberi Al Kitab kepada mereka, sampai mereka
membayar jizyah dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk." (QS
At Taubah: 29)
Demikian juga firman Allah SWT,
"Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana mereka memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwasannya Allah
beserta orang-orang yang bertaqwa." (QS At Taubah: 36)
Dan juga,
"Hai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan
orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka
adalah jahannam, dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya." (QS
At Taubah: 73)
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka
berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itu telah
menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al Qur'an. Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah? Maka bergembiralah dengan
jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar."
(QS At Taubah: 111)
Selain itu, Allah SWT juga berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang
kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan darimu,
dan ketahuilah bahwasannya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa."
(QS At Taubah: 123)
Itulah ayat-ayat dari Surat At Taubah yang di antaranya
diturunkan tanpa adanya takhsis (pengkhususan), taqyid
(pembatasan), dan nasakh (penghapusan). Jadi ayat-ayat tersebut menjadi
dalil bahwa jihad bisa berbentuk perang defensif maupun perang ofensif, yaitu
perang untuk bertahan maupun untuk menyerang.
Sedangkan ketika Allah SWT berfirman,
"Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka
condonglah kepadanya." (QS Al Anfaal: 61)
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas. Karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS Al
Baqarah: 190)
Atau firman-Nya dalam Al Qur'an,
"Telah diizinkan untuk berperang bagi orang-orang
yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka." (QS Al Hajj: 39)
Ayat-ayat di atas, dan ayat-ayat lain yang mirip dengannya,
tidak cukup tepat untuk mengkhususkan keumuman ayat-ayat dalam Surat At Taubah,
dan tidak pula dapat membatasi kemutlakannya. Karena, ayat-ayat tersebut
diturunkan sebelum ayat-ayat Surat At Taubah, sedangkan nash-nash yang turun
lebih dahulu tidak dapat mengkhususkan atau membatasi ayat-ayat yang turun
sesudahnya. Hal ini karena pengkhususan (takhsis) sama artinya dengan
penghapusan (nasakh) terhadap sebagian dari nash-nash umum, atau dengan
kata lain mengalihkan suatu aturan dari keumumannya dengan cara membatalkan
sebagian dan menggantikannya dengan aturan lain. Sepanjang pengkhususan sama
artinya dengan penghapusan - sementara dalam aturan penghapusan (nasakh)
dipersyaratkan bahwa ayat penghapus (nasikh) harus ayat yang diturunkan
sesudah ayat yang dihapus (mansukh) - maka ayat-ayat tersebut tidak
dapat mengkhususkan ayat-ayat Surat Taubah karena ayat-ayat itu turun lebih
dahulu. Ayat-ayat dalam Surat At Taubah itu merupakan sebagian ayat tentang
jihad yang diturunkan pada akhir masa turunnya Al Qur'an, sehingga tidak ada
pengkhususan (takhsis) terhadapnya.
Demikian juga halnya dengan pembatasan (taqyid).
Sebagaimana takhsis, ayat yang membatasi haruslah yang diturunkan sesudah ayat
yang mutlak atau ayat yang turun bersamanya, sehingga ayat tersebut bisa
membatasi ayat yang mutlak tersebut. Karena ayat-ayat di atas tidak turun
setelah ayat-ayat dalam Surat At Taubah, maka ayat-ayat itu tidak dapat
membatasi kemutlakan ayat-ayat Surat At Taubah. Dengan demikian, ayat-ayat
dalam Surat At Taubah tetap dalam keumumannya, karena tidak ada ayat yang
mengkhususkannya; dan tetap dalam kemutlakannya, karena tidak ada ayat yang
membatasinya.
Sementara itu, ada pula hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim dari Abdullah bin Umar yang berkata bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda,
"Aku diperintahkan supaya memerangi manusia sehingga
mereka mengucapkan Dua Kalimah Syahadat yaitu: 'Laa ilaaha illa Allah Muhammad
ar-Rasulullah', mendirikan shalat serta mengeluarkan zakat. Siapa saja yang
melakukannya berarti darah dan hartanya bebas daripadaku kecuali dibenarkan
oleh syariat Islam dan segalanya terserahlah kepada Allah untuk menentukannya"
Dalam riwayat yang lain dikatakan,
"Aku diperintahkan supaya memerangi manusia sehingga
mereka mengucapkan 'Laa ilaaha illa Allah'. Siapa saja yang mengucapkannya
berarti darah dan hartanya bebas daripada aku kecuali yang dibenarkan oleh
syariat dan segalanya terserahlah kepada Allah untuk menentukannya."
Dalam hadits riwayat Imam Muslim dari Sulaiman bin Buraidah
dari bapaknya, dikatakan bahwa, ketika Rasulullah menunjuk seseorang sebagai
amir dalam suatu pasukan atau perjalanan, beliau selalu menasihatinya untuk
takut kepada Allah demi kepentingan dirinya dan kebaikan kaum Muslimin yang
bersamanya. Kemudian beliau akan berpesan,
"Perangilah atas nama Allah di jalan Allah,
perangilah orang-orang yang kufur kepada Allah. Perangilah, tapi janganlah
berlebihan (mengambil rampasan perang), janganlah kamu berkhianat, jangan
memotong-motong tubuh musuh, dan jangan membunuh anak-anak. Apabila bertemu
dengan musuh, maka tawarkan tiga pilihan, dan terimalah salah satu pilihan
mereka, dan biarkanlah mereka. (Pertama) Serulah mereka untuk masuk Islam, dan
apabila mereka menerima tawaran ini, maka terimalah ia dan biarkanlah ia.
Kemudian tawarkan kepada mereka untuk hijrah dari wilayah mereka ke wilayah
kaum Muhajirin. Sampaikan kabar bahwa bila mereka menerima tawaran ini, mereka
mendapat hak yang sama dengan hak yang diterima kaum Muhajirin dan mempunyai
kewajiban yang sama dengan kewajiban kaum Muhajirin. Bila mereka menolak untuk
hijrah (ke wilayah Muhajirin), katakan kepadanya bahwa mereka sama seperti
orang Badui Muslim, yaitu tunduk kepada hukum kaum mukmin, namun mereka tidak
mendapat bagian rampasan perang, kecuali bila mereka mau berperang bersama kaum
Muslimin. (Kedua) Bila mereka menolak, perintahkan mereka untuk membayar
jizyah; bila mereka menerima tawaran ini, terimalah mereka dan biarkan mereka.
(Ketiga) Bila mereka masih tetap menolak, maka mohonlah pertolongan kepada
Allah, dan majulah memerangi mereka."
Kedua hadits tersebut secara eksplisit mengungkapkan bahwa
jihad adalah memulai peperangan. Dan demikianlah tindakan Rasulullah SAW, yaitu
memulai peperangan dengan kaum Hawazin di Hunain, Tsaqif ath-Thaif, dan dengan
bangsa Romawi di Mu'tah dan Tabuk. Rasulullah SAW sendiri memimpin 27
peperangan dalam kurun waktu sembilan tahun, belum termasuk
peperangan-peperangan yang dipimpin oleh para sahabat.
Demikian pula, ijma sahabat menunjukkan bahwa jihad adalah
perang di jalan Allah untuk menyebarluaskan Islam, dan ini artinya memulai
peperangan. Maka kemudian para sahabat berhasil menaklukkan Irak, Persia,
Asy-Syam, Mesir, Afrika Utara, Khurasan, Kabul, Sijistan, dan sebagainya.
Bangsa Koptik yang beragama Nasrani tidak lebih dulu menyerang kaum Muslimin,
demikian pula suku bangsa Berber dan Dailam. Negeri-negeri itu seluruhnya
ditaklukkan pada masa sahabat, dan merekalah yang berinisiatif memulai peperangan
hingga berhasil menguasai wilayah kaum kafir. Setelah penjelasan ini, masihkah
ada ruang untuk mengatakan bahwa jihad hanya ada dalam bentuk perang defensif,
dan tidak ada istilah perang ofensif dalam Islam???
Kesimpulan
Singkatnya, benturan peradaban merupakan suatu keniscayaan.
Benturan peradaban ada sejak dulu, sampai sekarang, dan tetap akan ada hingga
Hari Akhir. Wahai kaum Muslimin, jangan pernah terperdaya oleh para penyeru
dialog antar agama dan antar peradaban yang tidak mau menerima kenyataan,
membiarkan segala penghinaan, dan takluk di hadapan kaum kafir. Siapkan diri
anda untuk menghadapi konflik itu, karena peradaban kapitalis Barat telah
memberikan serangan yang mematikan, baik secara militer, politik, maupun
ekonomi. Namun demikian, mereka tidak akan mampu mengalahkan pemikiran kaum
Muslimin. 'Aqidah anda adalah aqidah yang tak terkalahkan; aqidah yang akan
selalu terpatri dalam jiwa, kecuali bila pemikiran-pemikiran yang berasal dari
aqidah anda itu telah terkontaminasi dan teracuni. Maka berjuanglah untuk
memurnikannya, dan menyingkirkan debu dan kotoran darinya dengan cara
mengembalikan Al Qur'an dan As-Sunnah sebagai pedoman. Berhati-hatilah dalam
menerima berbagai pemikiran yang tidak disertai dalil, atau menerima pernyataan
yang disertai dalil-dalil namun berasal dari orang-orang yang tidak jelas benar
kemujtahidannya. Saat ini adalah zaman pemimpin yang jahil, yang gemar
memberikan fatwa tanpa landasan dan pengetahuan. Maka, waspadalah dengan
orang-orang seperti ini. Carilah para ulama yang lurus dan ikhlas, dan ambilah
diin anda dari mereka, karena mereka bagaikan lampu penerang dalam kegelapan,
meski saat ini jumlah mereka tidak banyak. Dan ketahuilah bahwa kemenangan yang
sejati adalah kejayaan Islam dan kaum Muslimin (izzul Islam wa al-Muslimun).
Inilah janji Allah SWT dan Rasulullah SAW dalam nash-nash yang pasti (akhbar
qath'iyyah), maka tetaplah beriman kepada kabar gembira dari Allah SWT.
Berjuanglah untuk menegakkan Khilafah, dan menyatukan ummat dalam satu jama'ah
di bawah kepemimpinan seorang Khalifah, yang akan membuat berbagai persiapan,
menyatukan ummat, menggentarkan musuh-musuh ummat, melindungi negeri-negeri
kaum Muslimin, mengurus dan memperlakukan warga negaranya secara adil, dan
Allah - melalui tangannya - akan menjadikan Islam sebagai diin yang paling
menonjol di antara diin-diin lainnya, meski kaum musyrikin tidak menyukainya.
Ya Allah, berilah petunjuk kepada ummat Muhammad mengenai hal-hal
yang Engkau ridhai, dan jadikanlah mereka kaum yang pantas menerima
pertolongan-Mu. Wahai Allah Yang Maha Penyayang, kami adalah makhluk yang lemah
di hadapan-Mu, yang memohon pertolongan dan
perlindungan-Mu, yang berserah diri kepada-Mu, dan sungguh-sungguh mengharap pertolongan-Mu.
Tolonglah diin-Mu, penuhilah janji-Mu, dan turunkanlah kemenangan-Mu. Hanya
kepada-Mu segala pujian.
Kewajiban
Jihad Ofensif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar