Apa Arti Peradaban
KENISCAYAAN BENTURAN PERADABAN
HIZBUT TAHRIR
SHAFAR
1423H – MEI 2002M
Judul Asli: Hatmiyyah Shira’ Al Hadharat
Dikeluarkan oleh: Hizbut Tahrir, Shafar 1423 H – Mei 2002
Penerjemah: Abu Faiz
Penyunting: Muhammad Shiddiq Al-Jawi
Daftar Isi
Definisi Peradaban
Definisi Dialog Antar Peradaban
Konsep Persamaan Antar Peradaban
Konsep Menerima Pendapat Lain
Konsep Peradaban Alternatif
Benturan Peradaban:
Sejarah Benturan Peradaban Islam dengan Peradaban Lain
Bentuk-Bentuk Benturan Peradaban:
1. Pertarungan Pemikiran
2. Pertarungan Ekonomi
3. Pertarungan Politik
4. Konflik Militer
Kerancuan Paham Orang-Orang yang Menyangkal Keniscayaan
Benturan Peradaban
Bantahan Atas Kerancuan Para
Penyangkal
Kewajiban Jihad Ofensif (Jihad Ath Thalab)
Kesimpulan
Definisi Peradaban (Hadlarah)
Peradaban (hadlarah) adalah sekumpulan konsep (mafahim)
tentang kehidupan. Peradaban bisa berupa peradaban spiritual ilahiyah (diiniyyah
ilahiyyah) atau peradaban buatan manusia (wadl’iyyah basyariyyah).
Peradaban spiritual ilahiyah lahir dari sebuah ideologi (‘aqidah),
sebagaimana peradaban Islam yang lahir dari aqidah Islamiyah. Sedangkan
peradaban buatan manusia muncul dari sebuah ideologi, seperti misalnya
peradaban kapitalis Barat, yang merupakan sekumpulan konsep tentang kehidupan
yang muncul dari ideologi sekularisme. Peradaban semacam ini bisa pula tidak
berasal dari sebuah ideologi, semisal peradaban Shinto, Yunani, Babilonia, dan
Mesir Kuno. Peradaban-peradaban tersebut sekedar merupakan sekumpulan konsep
yang disepakati sekelompok manusia, sehingga menjadi sebuah peradaban yang
bersifat kebangsaan.
Selain itu, seseorang atau sekelompok manusia bisa jadi
memeluk suatu agama sekaligus mengikuti ideologi tertentu, karena agama
tersebut tidak memiliki konsep yang menyeluruh tentang kehidupan, seperti agama
Nasrani atau Budha. Orang-orang tersebut menganut konsep-konsep kehidupan yang
membentuk peradaban mereka, sekalipun konsep-konsep tersebut tidak berhubungan
dengan agama mereka. Dengan demikian, peradaban mereka bukan merupakan
peradaban ilahiyah, sekalipun pada faktanya mereka memeluk suatu agama. Oleh
karena itu, berbagai kelompok manusia dari berbagai agama dan bangsa – seperti
orang Jepang, Hindu, Sikh, dan Prancis – bisa jadi mempunyai satu peradaban.
Bangsa dan agama mereka berbeda, tetapi peradaban mereka hanya satu, yaitu
kapitalisme.
Sedangkan benda-benda yang digunakan dalam urusan kehidupan
bukan merupakan peradaban, sekalipun tak jarang benda-benda tersebut berasal
dari peradaban tertentu. Untuk membedakannya dengan sekumpulan konsep kehidupan
(hadlarah atau peradaban), benda-benda inderawi tersebut bisa disebut
dengan istilah madaniyyah. Bila benda-benda tersebut dihasilkan dari
peradaban tertentu, patung misalnya, maka mereka merupakan bagian dari madaniyyah
khusus. Sementara benda-benda yang dihasilkan dari ilmu pengetahuan dan
industri merupakan bagian dari madaniyyah umum, seperti televisi, roket,
pesawat terbang, penisilin, dan sebagainya. Jadi, madaniyyah bisa bersifat
khusus maupun umum. Berbeda dengan peradaban yang – tidak bisa tidak – mesti
bersifat khusus. Makna pengkhususan (khususiyyat) itu berkaitan dengan
boleh tidaknya kaum Muslimin mengambil atau mengikutinya. Kaum Muslimin tidak
diperbolehkan mengambil madaniyyah yang bersifat khusus, sedangkan yang
bersifat umum boleh diambil atau diikuti.
Perbedaan antara peradaban dan madaniyyah harus senantiasa
diperhatikan. Begitu pula, perbedaan antara bentuk-bentuk madaniyyah yang
dipengaruhi oleh suatu peradaban dengan bentuk-bentuk madaniyyah yang berasal
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan industri harus selalu diperhatikan. Hal
ini dimaksudkan agar pada saat akan mengambil suatu madaniyyah, kita dapat
membedakan bentuk-bentuknya serta dapat membedakannya dengan peradaban. Tidak
ada larangan bagi kaum Muslimin untuk mengambil berbagai bentuk madaniyyah
Barat yang dihasilkan dari ilmu pengetahuan dan industri. Akan tetapi,
madaniyyah Barat yang dipengaruhi oleh peradaban Barat bagaimanapun juga tidak
boleh diambil, karena jelas-jelas bertentangan dengan peradaban Islam yang
berlandaskan aqidah Islamiyah. Aqidah Islam sama sekali berbeda dengan ideologi
Barat yang berlandaskan asas kompromi dan pemisahan agama dari kehidupan.
Peradaban Islam menjadikan halal dan haram sebagai ukuran, sedangkan peradaban
Barat menjadikan manfaat sebagai timbangan setiap perbuatan. Demikian pula,
makna kebahagiaan dalam peradaban Islam adalah mencari keridlaan Allah,
sementara kebahagiaan dalam perspektif Barat adalah kenikmatan duniawi.
Agar kaum Muslimin sadar sepenuhnya mengenai hal-hal yang
boleh diambil dan tidak boleh diambil, maka perlu dilakukan pemisahan antara
peradaban dengan madaniyyah, serta pembedaan antara madaniyyah yang dihasilkan
konsep-konsep kehidupan tertentu dengan madaniyyah yang murni berasal dari ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Mungkin ada yang bertanya, mengapa digunakan istilah hadlarah
untuk menyebut sekumpulan konsep kehidupan dan istilah madaniyyah untuk
bentuk-bentuk fisik, dan mengapa bukan sebaliknya? Secara lughawi, hadlarah
adalah tempat tinggal di suatu wilayah yang beradab (seperti kota), sedangkan al-hadhir adalah
orang-orang yang tinggal di kota-kota dan desa-desa. Al Qatami pernah berkata,
“Siapapun senang tinggal di kota.
Kaum Badui mana yang akan berkunjung kepada kami?”
Sedangkan madana di suatu tempat berarti di sanalah ia
tinggal, dan madina berarti tiba di kota (madinah). Dengan demikian kedua
kata tersebut mempunyai makna yang hampir sama. Untuk menjawab pertanyaan di
atas, maka dapat dijelaskan bahwa kata hadlarah seringkali digunakan
untuk menyebut hal-hal yang berkaitan dengan pemikiran, sehingga lebih sesuai
untuk memaknai sekumpulan konsep tentang kehidupan. Disebutkan dalam ‘Al-Qamus’
bahwa hadlurah mirip dengan nadusa, yaitu orang yang fasih
berbicara (bayan) dan berpengetahuan (fiqh). Sedangkan dalam kitab
‘Al-Lisan’ dikatakan, ‘seorang yang hadlr bermakna fasih berbicara, dan
seorang disebut hadlir bila ia membawa sesuatu yang baik. Disebutkan
pula dalam Al-Lisan, bahwa di dalam hadits dikatakan, ‘Katakan yang yadlurukum,
yaitu yang ada pada dirimu dan jangan menyusahkan dirimu dengan yang lain.’
Dengan demikian, kata hadlarah lebih dekat, lebih
konsisten, dan lebih tepat digunakan untuk menyebut sekumpulan konsep kehidupan
daripada kata madaniyyah, dan istilah madaniyyah lebih tepat digunakan
untuk menyebut bentuk-bentuk fisik. Selain itu, tidak perlu ada pertentangan
yang lebih jauh mengenai penggunaan kedua istilah tersebut. Yang lebih penting
adalah pemisahan antara sekumpulan konsep dengan benda-benda fisik yang
dihasilkannya, serta pemisahan antara benda-benda fisik yang lahir dari
konsep-konsep tersebut dengan benda-benda fisik yang murni berasal dari
penemuan ilmiah, ilmu pengetahuan, dan industri. Benda-benda yang disebutkan
pertama kali tidak boleh diambil (dari peradaban lain), sedangkan benda-benda
yang disebutkan kemudian boleh diambil oleh kaum Muslimin.
Telah dikatakan bahwa peradaban adalah sekumpulan konsep
tentang kehidupan; bisa berupa peradaban spiritual ilahiyah (diiniyyah)
dan bisa pula berupa peradaban buatan manusia. Contoh peradaban diiniyyah
adalah peradaban Islam, sedangkan contoh peradaban buatan manusia adalah
peradaban India atau peradaban Barat. Keberadaan peradaban-peradaban tersebut
merupakan suatu hal yang pasti dan menjadi fakta yang tak terbantahkan.
Demikian pula, perbedaan di antara peradaban-peradaban itu merupakan suatu
fakta yang tidak bisa diingkari, kecuali oleh para pendusta. Sumber peradaban
diiniyyah – menurut para penganutnya – adalah wahyu, sedangkan sumber peradaban
buatan manusia adalah orang-orang yang sepakat dengan konsep-konsepnya. Hal ini
saja cukup untuk memisahkan dan membedakan kedua macam peradaban ini. Bahkan
sekalipun kemudian nampak berbagai bentuk kesamaan konsep, yang terjadi bukan karena
adanya suatu kesepakatan atau kesamaan pemikiran. Ini disebabkan karena
peradaban – ketika diambil atau diikuti – harus diambil sekaligus dengan
landasan dari mana ia berasal atau landasan tempat ia dibangun. Jadi bila
landasan kedua peradaban berbeda, maka adanya kesamaan sejumlah konsep atau
kemiripan beberapa konsep tentang kehidupan, menjadi perkara yang tidak perlu
diperhatikan. Hal ini disebabkan karena konsep hanya merupakan cabang dari
landasannya (ashl), dan ia tidak dapat diambil kecuali dengan
landasannya. Baik peradaban Islam maupun peradaban Barat membolehkan orang
memakan ikan, mengenakan pakaian dari bahan wol, memiliki harta pribadi, menjadikan
wanita sebagai wakil dari antara ummat, mengoreksi penguasa, dan meminum obat.
Namun demikian, hal-hal tersebut serta segala sesuatu yang mirip dengannya
tidak dianggap sebagai bagian dari peradaban Islam, kecuali hal-hal tersebut
berasal dari wahyu Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW, atau dengan kata
lain berasal dari syariat. Sementara hal-hal yang sama diambil oleh peradaban
Barat semata-mata karena adanya kepentingan (maslahat) atau karena
disukai oleh pikiran para penganutnya. Bila seorang muslim mengambil hal-hal
tersebut semata-mata karena adanya kepentingan atau karena pertimbangan rasionalnya,
maka ia tidak dianggap menganut peradaban Islam.
Perbedaan antara berbagai peradaban merupakan fakta yang
tidak mungkin dibantah. Yang perlu kita bahas adalah perbedaan antara peradaban
Islam dengan peradaban lainnya, khususnya peradaban Barat, serta hal-hal yang
muncul akibat perbedaan tersebut, seperti masalah-masalah dialog antar
peradaban (al-hiwar), benturan/perang (ash-shira’), kemungkinan
adanya satu peradaban universal, bentuk dan tipe benturan yang terjadi, dan
akankah benturan itu berakhir, atau tersembunyi, atau akankah ada yang menjadi
pemenang dalam benturan peradaban itu? Apa yang dimaksud dengan dialog antar
agama dalam pandangan orang-orang yang menyerukannya, dan bagaimana pendapat yang benar mengenai hal itu? Apa perbedaan antara agama dan
peradaban? Dan sebagainya.
Ada dua macam agama di dunia, yaitu agama (ad-diin)
yang darinya lahir suatu peradaban – karena memiliki konsep yang menyeluruh
tentang kehidupan – seperti diinul Islam; dan agama yang tidak
melahirkan suatu peradaban – karena tidak memiliki konsep yang menyeluruh
tentang kehidupan – seperti agama Nasrani. Sekalipun agama tersebut memiliki
aturan-aturan semisal ‘Jangan mencuri dan jangan melakukan zina’, namun ia
tidak memiliki konsep yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Dengan demikian,
agama Nasrani merupakan suatu contoh agama yang tidak melahirkan peradaban.
Peradaban kapitalis tidak berasal dari agama Nasrani,
sekalipun peradaban itu muncul dari negeri-negeri yang mayoritas dihuni oleh
orang-orang yang beragama Nasrani. Jadi, dialog atau benturan antara Islam dan
Nasrani berbeda dengan dialog atau benturan antara peradaban
Islam dan kapitalis.
Apa Arti Peradaban
Tidak ada komentar:
Posting Komentar