BAB
IV
ZAKAT FITHRAH
Zakat fitrah adalah
zakat yang diwajibkan karena berbuka dari bulan Ramadhan. (Penerjemahan zakaatul fithr dengan “zakat fithrah” sedikit
kurang tepat. Tetapi di Indonesia, nama inilah yang terlanjur tersebar. Mungkin
hal ini didasari oleh anggapan masyarakat bahwa makna hari raya Idul Fithri
adalah kembali kepada kesucian (fithrah). Sementara anggapan ini kurang tepat.
Makna 'Idul Fithri yang lebih tepat adalah kembali berbuka, setelah sebulan
lamanya diwajibkan berpuasa. Sehingga terjemahan yang lebih pas dalam hal ini
adalah zakat fithri, seperti halnya 'Idul Fithri, mengikuti bahasa aslinya. Wallaahu a'lam.-ed.)
Zakat tersebut wajib
atas setiap individu muslim, kecil, besar, laki-laki, wanita, merdeka, maupun
budak.
Al-Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar ra., bahwa beliau berkata:
“Rasulullah Saw.
mewajibkan zakat fithrah dengan satu sha'
kurma atau satu sha’ gandum, baik atas
budak, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil, maupun dewasa, dari kalangan
kaum muslimin.”
(SHAHIH. Diriwayatkan
oleh:
Al-Bukhari: Kitab az-Zakaah bab Fardh
Shadaqatil Fithri (II/161) dan
bab Shadaqatul Fithr ‘alal ‘Abd wa
Ghairih minal Muslimiin (II/161)
Muslim: Kitab az-Zakaah bab Zakaatul
Fithri 'alal Muslimiin minat Tamr wasy Sya'iir (II/677-678, no. 12-14,
16)
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah bab Kam
Yu-adda fi Shadaqatil Fithr (II/263-266, no.1611-1613)
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah bab Shadaqatil
Fithr (I/584, no. 1826)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah bab Fardhu
Zakaatil Fithri 'alal Muslimiin dunal Mua'aahadiin (V/48, no.2503, 2504)
Ad-Daarimi: Kitab az-Zakaah bab Zakaatil
Fithri (I/392)
Malik dalam al-Muwaththa': Kitab az-Zakaah bab Makiilah Zakaatil
Fithr (I/284, no.52)
Ahmad dalam al-Musnad (II/102, 137)
HIKMAH ZAKAT FITHRAH
Zakat fithrah
diwajibkan pada bulan Sya’ban dari tahun kedua Hijriyyah. Tujuannya untuk
menyucikan orang yang berpuasa dari segala pelanggaran yang mungkin terjadi
saat puasa, baik berupa melakukan perbuatan yang sia-sia, atau perkataan yang
keji, sekaligus untuk membantu orang-orang yang fakir.
Diriwayatkan oleh Abu
Dawud, Ibnu Majah dan ad-Daraquthni, dari Ibnu ‘Abbas ra., bahwa ia berkata:
“Rasulullah Saw.
mewajibkan zakat fithrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara yang
sia-sia dan perkataan yang keji sekaligus sebagai makanan bagi orang-orang
miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Id, maka ia merupakan
zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat ‘Id,
maka ia termasuk salah satu sedekah (yang sunnah).”
(HASAN. Diriwayatkan
oleh:
Abu Dawud: Kitab az-zakaah bab Zakaatil
Fithri (II/262, no.1609)
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab Shadaqatil
Fithri (I/585, no.1827)
Ad-Daraquthni: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil
Fithri (II/138, no.1)
KEPADA SIAPAKAH ZAKAT FITHRAH
DIWAJIBKAN?
Zakat fithrah
diwajibkan atas seorang muslim yang merdeka, serta memiliki satu sha' bahan makanan pokok yang lebih dari
kebutuhan diri dan tanggungannya untuk sehari semalam. (Ini adalah madzhab
Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad. Asy-Syaukani berkata, “Inilah pendapat yang
benar. Sedangkan menurut Hanafiyyah disyaratkan harus mencapai nishab.”)
(Telah disebutkan
sebelumnya bahwa satu sha' setara dengan
empat mudd. Sedangkan satu mudd nabawi
kira-kira setara dengan 0,688 liter. Sehingga satu sha' kira-kira setara dengan 2,752 liter. Satu sha' diperkirakan setara dengan 2,04 kg jika
dihitung dengan gandum yang berkualitas baik. Untuk beras, maka dikonversi
terlebih dahulu menurut massa jenisnya. Lihat al-Fiqhul
Islami wa Adillatuh (I/142-143) dan Majaalisy
Syahr Ramadhan (hal.143). Wallaahu a'lam.-ed.)
Zakat fithrah wajib
dikeluarkan untuk dirinya dan diri orang yang wajib dinafkahi olehnya, seperti
isteri, anak.
UKURAN ZAKAT FITHRAH
Yang wajib dikeluarkan
sebagai zakat fithrah adalah satu sha’
gandum, kurma, beras, jagung, keju atau makanan pokok lainnya.
(Satu sha' adalah empat mudd. Sedangkan satu mudd
adalah setangkup telapak tangan orang yang sedang, atau sama dengan satu
sepertiga qadah atau dua qadah)
Abu Sa’id al-Khudri
ra. berkata:
“Ketika Rasulullah
Saw. masih bersama kami, kami mengeluarkan zakat fithrah atas setiap anak
kecil, dewasa, orang merdeka, dan hamba sahaya, sebanyak satu sha' makanan, satu sha' keju, satu sha'
gandum, satu sha' kurma, satu sha' kismis. Kami tetap melakukan hal itu
sampai datanglah Mu’awiyah untuk melakukan haji atau ‘umrah. Lalu ia berkata di
atas mimbar. Di antara yang ia ucapkan di hadapan orang-orang adalah, “Aku
memandang bahwa dua mudd samra’ (gandum)
Syam setara dengan satu sha' kurma. (Dua
mudd sama dengan setengah sha'). Maka orang-orang pun mengambil
perkataannya tersebut.” Abu Sa’id melanjutkan, “Tetapi aku tetap mengeluarkan
zakat seperti yang aku lakukan sebelumnya, selama aku hidup.”
(SHAHIH. Diriwayatkan
oleh:
Al-Bukhari secara
ringkas dan lengkap: Kitab az-Zakaah bab
Sha' minaz Zabiib (II/161-162)
Muslim: Kitab az-Zakaah bab Zakaatul
Fithri ‘alal Muslimiin minat Tamr wasy
Sya'iir (II/678-679, no.18-19)
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah bab Kam
Yu-adda fish Shadaqatil Fithri (II/267 no.1616)
At-Tirrnidzi: Kitab az-Zakaah, bab Maa
Jaa-a fish Shadaqatil Fithri (III/50, no.673) Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah bab Shadaqatil
Fithri (I/585, no.1829)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab at-Tamru
fish Zakaatil Fithri (V/ 51, no.2513)
Ad-Daarimi: Kitab
az-Zakaab bab Fi Zakaatil Fithr (I/392)
At-Tirmidzi berkata,
“Sebagian ahli ilmu mengamalkan hadits tersebut. Mereka berpendapat bahwa
ukuran zakat fithrah untuk segala sesuatu adalah satu sha'. Ini adalah pendapat asy-Syafi’i dan Ishaq.”
KAPANKAH ZAKAT FITHRAH
DIWAJIBKAN?
Para ulama fiqih
sepakat bahwa zakat fithrah diwajibkan pada akhir bulan Ramadhan, tetapi mereka
berbeda pendapat tentang batasan waktunya.
Sufyan ats-Tsauri,
Ahmad, asy-Syafi’i dalam pendapatnya yang lama, dan salah satu riwayat al-Imam
Malik menyatakan bahwa waktu wajibnya adalah ketika terbenamnya matahari di
malam hari raya. Alasannya, itulah waktu berbuka dari bulan Ramadhan.
Abu Hanifah, al-Laits,
asy-Syafi’i dalam pendapatnya yang lama dan riwayat kedua dari Malik menyatakan
bahwa waktu wajibnya adalah ketika terbitnya fajar di hari raya.
Faedah perbedaan
pendapat dalam masalah ini, jika seorang bayi dilahirkan sebelum fajar hari
raya dan setelah matahari terbenam, apakah ia terkena zakat fithrah atau tidak?
Menurut pendapat
pertama, ia tidak terkena zakat fithrah, karena dia lahir setelah lewatnya
waktu wajib zakat fithrah menurut mereka. Sedangkan menurut pendapat kedua, ia
terkena zakat fithrah, karena ia dilahirkan sebelum waktu wajib zakat fithrah
menurut mereka.
Mendahulukan
pembayaran zakat fithrah sebelum tiba waktu wajibnya:
Mayoritas ulama fiqih
berpendapat bahwa boleh hukumnya menyegerakan pembayaran zakat fithrah ketika
satu atau dua hari sebelum hari raya.
Ibnu ‘Umar ra.
berkata:
“Rasulullah Saw.
memerintahkan kami agar zakat fithrah itu dibayarkan sebelum orang-orang keluar
menuju shalat.”
(SHAHIH. Diriwayatkan
oleh:
Al-Bukhari: Kitab az-Zakaah bab Fardhu
Shadaqatil Fithri (II/161) dan bab ash-Shadaqah
Qablal ‘Iid (II/162)
Muslim: Kitab az-Zakaah bab al-Amru
bi Ikhraaji Zakaatil Fithri Qablash Shalah (II/679, no.22-23)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah bab al-Waqtul
ladzi Yustahabbu an Tu-‘adda Shadaqatil Fithri fiihi (IV/54, no.2521)
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah bab Taqdiimuha
Qablash Shalah (III/53, no.677)
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah bab Mataa
Tu-'adda (II/263, no.1610)
Nafi’ berkata, “Ibnu
‘Umar dahulu menunaikan zakat fithrah satu atau dua hari sebelum hari raya.”
Para ulama berbeda
pendapat jika zakat fithrah dibayarkan sebelum itu.
Menurut Abu Hanifah
boleh membayar zakat fithrah sebelum bulan Ramadhan.
Asy-Syafi’i berkata,
“Boleh membayarnya di awal bulan.”
Malik berkata
-sekaligus merupakan pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad-, “Boleh
membayarnya ketika satu atau dua hari sebelum hari raya.”
Para ulama sepakat
bahwa kewajiban zakat fithrah tidak gugur meskipun sudah lewat dari waktunya.
Ia tetap merupakan hutang yang menjadi tanggungan orang yang bersangkutan
sehingga dia membayarnya, meskipun di akhir umurnya.
Disebutkan dalam
hadits sebelumnya:
“Barangsiapa yang
menunaikan zakat fithrah sebelum shalat ‘Id, maka ia merupakan zakat yang
diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat Id, maka ia
termasuk salah satu sedekah (yang sunnah).”
ORANG-ORANG YANG BERHAK MENERIMA
ZAKAT FITHRAH
Orang-orang yang
berhak mendapatkan zakat fithrah adalah orang-orang yang berhak mendapatkan
zakat secara umum. Maksudnya, zakat fithrah dibagikan kepada delapan golongan
yang disebutkan di dalam firman Allah Swt.:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin… ” (TQS. At-Taubah: 60)
Hanya saja orang-orang
fakir adalah golongan yang paling berhak mendapatkan zakat fithrah. Sebagaimana
dijelaskan dalam hadits terdahulu:
“Rasulullah Saw.
mewajibkan zakat fithrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara yang
sia-sia dan perkataan yang keji; sekaligus sebagai makanan bagi orang-orang
miskin.”
Juga berdasarkan
riwayat al-Baihaqi dan ad-Daraquthni, dari Ibnu ‘Umar ra., beliau berkata:
“Rasulullah saw.
mewajibkan zakat fithrah.” Beliau juga berkata, “Jadikanlah mereka kaya
(berkecukupan) pada hari ini!”
(DHA’IF. HR.
Ad-Daraquthni: Kitab Zakaatil Fithr
(II/152-153, no.67)
Di dalam riwayat
al-Baihaqi, beliau berkata:
“Cukupilah mereka agar
mereka tidak berkeliling (untuk minta-minta) hari ini!”
(HR. Al-Baihaqi: Kitab
az-Zakaah bab Waqtu Ikhraaji Zakaatil Fithri (IV/175)
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Bacaan: Syaikh Sayyid
Sabiq, Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah
(terjemahan), Pustaka Ibnu Katsir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar