Siapakah yang Bertugas Untuk
Membagikan Zakat?
Dahulu Rasulullah Saw.
mengutus para wakilnya untuk mengumpulkan zakat, sekaligus membagikannya kepada
orang-orang yang berhak menerimanya. Begitu juga yang dilakukan oleh Khalifah
Abu Bakar dan Khalifah 'Umar. Tidak ada bedanya antara harta yang tampak atau
tersembunyi. (Harta yang tampak seperti pertanian tertentu, peternakan
tertentu. Harta yang tidak nampak seperti barang dagangan, emas, perak, (uang),
dan rikaz)
Pada zaman Khalifah
‘Utsman ra., hal ini tetap berlaku sampai beliau melihat banyaknya harta yang
tersembunyi. Lalu beliau merasa bahwa memonitor dan memeriksa hal tersebut akan
menimbulkan mudharat kepada para pemilik harta, sehingga beliau menyerahkan pembayaran
zakat kepada mereka sendiri.
Kemudian para ulama
fiqih sepakat bahwa pemilik harta boleh membagikan zakatnya sendiri, jika zakat
tersebut termasuk harta yang tersembunyi.
Hal ini berdasarkan
perkataan as-Sa-ib bin Yazid, “Aku pernah mendengar ‘Utsman bin ‘Affan ra.
khutbah di atas mimbar Rasulullah Saw. Beliau berkata, “Ini adalah bulan
pembayaran zakat kalian, barangsiapa memiliki hutang, maka tunaikanlah
hutangnya, sehingga harta-harta kalian bersih, kemudian hendaklah kalian
membayar zakat darinya.” (Sanadnya shahih, riwayat al-Baihaqi: Kitab az-Zakaah bab ad-Dainu
ma’ash Shadaqah (IV/148)
(Lihat pembahasan
masalah ini dalam Zaadul Ma'aad (II/10),
di mana penulis berkata, “Oleh sebab itu, Nabi Saw. mengirim para penarik zakat
ke daerah pedalaman, bukan sebaliknya... Di antara petunjuk beliau adalah hanya
mengirimkan para penarik zakat kepada pemilik harta yang tampak, yaitu
peternakan (tertentu), pertanian (tertentu), hasil tani, dan tsimar."
Lihat pula Tamaamul Minnah (382)
An-Nawawi berkata,
“Tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Ulama madzhab kami telah
menukil adanya kesepakatan kaum muslimin dalam masalah ini.”
Pendapat yang dipilih
dalam madzhab asy-Syafi’i, yang lebih utama adalah menyerahkannya kepada
seorang Imam/Khalifah, jika ia adil.
Menurut Hanabilah,
yang lebih utama adalah membagi-bagikannya sendiri.
Tetapi jika harta itu
tampak, maka Khalifah dan wakilnya adalah pihak yang memiliki wewenang untuk
mengambil dan membagi-bagikan zakat, menurut pendapat Malik dan Hanafiyyah.
Sedangkan asy-Syafi’i
dan Hanabilah berpendapat bahwa harta yang tampak itu hukumnya sama dengan
harta yang tersembunyi.
Diriwayatkan dari
Anas, ia berkata:
“Ya Rasulullah, apakah
cukup bagiku untuk menunaikan zakat kepada utusanmu. Dan apakah dengannya aku
sudah terbebas dari zakat di hadapan Allah dan Rasul-Nya?” Maka Rasulullah Saw.
menjawab, “Benar, jika engkau menunaikannya kepada utusanku, maka engkau telah
terbebas darinya. Engkau mendapat pahala, sedangkan orang-orang yang
menyelewengkannya mendapatkan dosa.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad (III/136). Hadits ini dha’if)
Diriwayatkan dari Ibnu
Mas'ud ra., bahwa Nabi Saw. bersabda:
“Sesungguhnya akan
timbul egoisme dan perkara-perkara yang kalian ingkari.” Para Sahabat bertanya,
“Ya Rasulullah, lalu apakah yang engkau perintahkan kepada kami?” Rasul Saw.
menjawab, “Laksanakanlah kewajiban yang dibebankan kepada kalian dan mohonlah kepada
Allah atas apa yang menjadi hak kalian.”
(SHAHIH. Diriwayatkan
oleh:
Al-Bukhari: Kitab al-Manaaqib, bab ‘Alaamaatin Nubuwwah fil Islaam (IV/241) dan kitab al-Fitan bab Qaulin
Nabi Saw.: “Kalian akan melihat perkara-perkara yang kalian ingkari
sesudahku...”
Muslim, dengan
maknanya: Kitab az-Zakaah, bab I'thaa-il
Mu-allafah Quluubuhum (II/734-735, no.132)
At-Tirmidzi: Kitab al-Fitan, bab fil
Atsarah wama Jaa-a fiih (IV/482, no.2190)
An-Nasa-i, dengan
maknanya: Kitab Aadaabil Qudhaah, bab Tark Isti'maal Man Yahrish 'alal Qadhaa’
(VIII/224-225, no.5282)
Ahmad dalam al-Musnad (I/384, 386, dan 387) dengan
lafazhnya, dan (V/304) dengan maknanya)
Diriwayatkan dari
Wa-il bin Hujr ra., beliau berkata:
“Aku pernah mendengar
Rasulullah Saw. ketika seseorang bertanya kepadanya, “Bagaimana pendapatmu jika
kami dipimpin oleh para pemimpin (Imam/Khalifah dan wakilnya) yang tidak
memberikan hak kami dan menuntut hak mereka?” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Dengarkan
dan taati! Kewajiban mereka adalah apa yang dibebankan kepada mereka, dan
kewajiban kalian adalah apa yang dibebankan kepada kalian.” (SHAHIH. HR.
Muslim: Kitab al-Imaarah, bab fii Thaa'atil Umaraa’ wa in Mana'ul Huquuq
(III/1474-1475, no.49-50)
Asy-Syaukani berkata,
“Hadits-hadits yang disebutkan dalam bab ini dijadikan dalil oleh mayoritas
ulama bahwa zakat itu boleh diserahkan kepada para pemimpin (Imam/Khalifah dan
wakilnya) yang zhalim, dan hal tersebut sah.”
Adapun memberikan
zakat bagi para pemerintah sekarang ini, maka Syaikh Rasyid Ridha berkata, “Namun tidak ada lagi
pemerintahan Islam bagi kaum muslimin sekarang ini, yaitu yang
menegakkan dakwah Islamiyyah, membela Islam, memberlakukan jihad yang
diwajibkan secara individu ataupun kifayah, menegakkan aturan Allah dan
mengambil zakat wajib sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah serta
memberikannya kepada orang yang berhak menerimanya. Tetapi kenyataannya, semua
negara itu tunduk di bawah kekuasaan asing dan yang lain tunduk di bawah
kekuasaan para pemerintah yang murtad atau ingkar.
Di antara
negeri-negeri yang tunduk ke dunia Barat terdapat para pemimpin dari kaum
muslimin yang sebatas KTP. Negeri asing hanya menjadikan mereka sebagai alat
untuk menundukkan rakyat mereka atas nama Islam, bahkan sampai dalam
perkara-perkara yang menghancurkan Islam. Mereka berbuat sesuka hati dengan
kekuasaan mereka… Pemerintahan yang seperti ini tidak berhak mendapatkan (menarik) zakat
sedikitpun, apapun julukan yang mereka miliki dan apapun agama resmi yang
mereka peluk.”
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Bacaan: Syaikh Sayyid
Sabiq, Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah
(terjemahan), Pustaka Ibnu Katsir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar