Orang-orang yang
berhak mendapatkan zakat itu ada delapan golongan, yang Allah sebutkan dalam
firman-Nya:
“Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para
pengurus zakat, mu’allaf, hamba sahaya, orang-orang yang berhutang, orang yang
berjuang (perang) fii sabilillah, dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah; dan Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” (TQS.
At-Taubah: 60)
GHAARIMUUN (ORANG-ORANG YANG MEMILIKI
HUTANG)
Mereka adalah
orang-orang yang menanggung hutang dan tidak sanggup membayarnya. Mereka ini
terbagi dalam berbagai kelompok. Di antaranya adalah orang yang menanggung
hutang untuk mendamaikan perselisihan, seseorang yang menjamin hutang orang
lain sehingga ia harus membayarnya sedangkan hutang tersebut menghabiskan
hartanya, orang yang berhutang karena kebutuhan atau orang yang berhutang
disebabkan maksiat yang ia sudah bertaubat darinya. Semua ini berhak
mendapatkan zakat untuk melunasi utangnya.
Dari Anas ra. bahwa
Nabi Saw. bersabda:
“Minta-minta itu tidak
halal kecuali untuk tiga orang; (1) orang yang sangat fakir, (2) orang yang
memiliki tanggungan hutang yang berat, dan (3) orang yang menanggung tebusan
darah.”
(Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Maa
Tajuuzu fihil Mas-alah (II/292-294, no.1641)
At-Tirmidzi secara
ringkas: Kitab az-Zakaah, bab Maa jaa-a Man Laa Tahillu Lahush Shadaqah
(III/34 no.653). Beliau menghasankannya.
Ibnu Majah: Kitab at-Tijaaraat bab Bai’ul
Muzaabadah (II/740-741, no.2198)
Ahmad dalam al-Musnad (III/114-126, 127)
(Tebusan darah
maksudnya adalah orang yang menanggung diyat kerabatnya atau temannya yang
melakukan pembunuhan tanpa haq, di mana diyat tersebut harus dibayar kepada
wali korban)
Muslim meriwayatkan
dari Abu Sa’id al-Khudri ra., bahwa beliau berkata:
“Pada zaman Rasulullah
Saw., ada seseorang yang mendapat musibah pada buah-buahan yang ia beli
sehingga hutangnya menumpuk. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Bersedekahlah
kalian kepadanya!” Maka orang-orang pun bersedekah kepadanya. Namun hal itu
tidak cukup untuk menutupi hutangnya. Rasulullah Saw. kemudian berkata kepada
orang-orang yang memberi hutang, “Ambillah yang bisa kalian dapatkan. Hanya itu
yang bisa kalian peroleh.”
(SHAHIH. Diriwayatkan
oleh:
Muslim: Kitab al-Musaaqaah, bab Istihbaabul Wadh'i minad Daini (no.18, III/ 1191) Abu Dawud:
Kitab al-Buyuu' wal Ijaarah, bab Fii Wadh’il Jaa-ihah (no.3469, III/745)
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah, bab Man
Tahillu lahush Shadaqah minal Ghaarimiin wa Ghairihim (no.655, III/35)
Ibnu Majah: Kitab al-Ahkaam, bab al-Ma’dam
wal Bai’ 'alaihi li Ghuramaa-ihi (no.2356, II/789)
An-Nasa-i: Kitab al-Buyuu', bab Wadh’il
Jawaa-ih (no.4530, VII/265) dan bab ar-Rajul
Yabtaa'ul Bai’ Fayuflish wa Yuujadul Mataa’ bi 'Ainihi (no.4678,
VII/312)
(Maksudnya, untuk
sekarang ini kalian hanya bisa memiliki apa-apa yang kalian dapatkan darinya.
Ini sama sekali bukan membatalkan hak orang yang memberi hutang terhadap sisa
hutang)
Dari Qabishah bin
Mukhariq, dia berkata:
“Aku pernah menanggung
hutang (untuk mendamaikan perselisihan), lalu aku mendatangi Rasulullah Saw.
untuk minta bantuan kepada beliau. Lalu beliau bersabda, “Tunggulah sampai
zakat datang kepadaku, maka kami akan memerintahkan (petugas zakat) agar memberikan
sebagiannya kepadamu.” Kemudian beliau Saw. bersabda:
“Wahai Qabishah,
sesungguhnya minta-minta itu tidak dihalalkan kecuali untuk tiga kelompok. (1)
Seseorang yang menanggung hutang untuk mendamaikan perselisihan, maka meminta
itu dihalalkan baginya, sampai ia mendapatkannya, kemudian ia menahan diri
(tidak meminta lagi). (2) Seseorang ditimpa musibah yang menghancurkan
hartanya, maka halal baginya untuk meminta, sehingga dia mendapatkan sesuatu
yang bisa menopang kehidupannya -atau beliau bersabda- sesuatu yang bisa
menutupi hajat hidupnya. (3) Seseorang yang ditimpa kefakiran, sehingga tiga
orang yang berpengetahuan dari kaumnya berkata, “Fulan telah tertimpa
kefakiran.” Maka halal baginya untuk meminta, sehingga dia mendapatkan sesuatu
yang bisa menopang kehidupannya -atau beliau bersabda- sesuatu yang bisa
menutupi hajat hidupnya. Adapun meminta selain itu, wahai Qabishah, maka
merupakan barang haram yang dimakan oleh pelakunya secara haram.”
(SHAHIH. Diriwayatkan
oleh:
Muslim: Kitab az-Zakaah, bab Man
Tahillu Lahul Mas-alah (II/722, no.109)
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Maa
Tajuuzu fiihil Mas-alah (II/290, no.1640)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab ash-Shadaqah
liman Tahammala bi Hamaalatin (V/89-90, no.2580)
Ad-Darimi: Kitab az-Zakaah, bab Man
Tahillu Lahush Shadaqah (I/396)
Ahmad dalam al-Musnad (V/60) dengan lafazhnya dan dengan
lafazh yang hampir sama (III/477)
Hamaalah adalah apa yang ditanggung oleh
seorang insan dan harus ia tunaikan karena hutang dalam rangka mendamaikan
pertikaian. Dahulu, ketika terjadi pertikaian di kalangan Arab yang menyebabkan
adanya hutang diyat atau selainnya, muncullah salah seorang di antara mereka
untuk menjadi relawan dan menanggung semua itu, sehingga lenyaplah pertikaian
di antara mereka.
Jika mereka tahu bahwa
ada salah seorang di antara mereka menanggung hutang tersebut, mereka bersegera
untuk membantunya dan memberikan apa yang bisa membebaskan orang yang
bersangkutan dari tanggungan tersebut.
Untuk menerima zakat
pada keadaan ini tidak disyaratkan bahwa orang yang bersangkutan berada dalam
kondisi kurang mampu untuk membayar tanggungan tersebut. Tegasnya, ia tetap
boleh menerima zakat meskipun hartanya mencukupi.
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Bacaan: Syaikh Sayyid
Sabiq, Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah
(terjemahan), Pustaka Ibnu Katsir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar